Resign atau Bertahan? Ini Cara Menghadapi Gaji yang Tak Naik-naik

Resign atau Bertahan? Ini Cara Menghadapi Gaji yang Tak Naik-naik

Amanda Christabel - detikFinance
Minggu, 09 Feb 2025 07:30 WIB
Tired businesswoman in the office
Ilustrasi/Foto: Thinkstock
Jakarta -

Seringkali pegawai dibikin resah dengan gaji yang dirasa cenderung stagnan dan tidak melonjak sesuai harapan. Terkadang, resign atau pengunduran diri dari pekerjaan menjadi opsi yang dipilih pegawai dalam mengatasi hal ini.

Business Transformation Advisor Stanford Graduate School of Business, Audi Lumbantoruan, mengatakan ada sejumlah kondisi yang menyebabkan pegawai mengambil keputusan resign.

Audi bilang, di antaranya adalah kondisi pekerjaan yang tidak kohesif atau tidak disukai, seperti soal komunikasi dengan rekan kerja dan atasan, atau bahkan lingkungan kerja yang sudah membosankan dan tidak menyenangkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Termasuk juga tuntutan pekerjaan yang mungkin semakin bertambah. Tetapi, alasan karyawan untuk pindah kalau berdasarkan gaji, itu biasanya karena ada negosiasi dengan pihak lain yang di luar perusahaannya. Misal, karena penawaran dengan posisi baru yang diberikan mungkin jauh lebih baik dari yang didapatkan sekarang," bebernya saat dihubungi detikom, dikutip Minggu (9/2/2024).

Menurut Audi, jika melihat isu karyawan yang sudah bekerja bertahun-tahun tetapi jarang atau bahkan tidak mengalami kenaikan gaji, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan.

ADVERTISEMENT

"Pertama, apakah suatu perusahaan mempunyai skala struktur gaji yang sudah tepat, atau mengikuti dengan kondisi pasar, kondisi industri. Karena memang perusahaan juga harus selalu mengevaluasi skala gajinya itu sudah dirancang dan dibikin sesuai dengan harga pasar dan kondisi industri," bebernya.

Audi mengatakan, pegawai harus mengecek alasan di balik nominal gaji yang cenderung stagnan. Bisa jadi pula, Audi bilang, karena perusahaan tidak punya dana untuk dapat menaikkan gaji para pekerjanya.

"Itu juga bisa jadi karena anggarannya tidak ada, jadi perusahaan hanya berusaha 'paling tidak naik', tetapi idealnya kenaikan gaji itu harus dilihat terhadap misalnya pendapatan minimum seperti UMR, atau yang ada di provinsi juga ada skalanya, ada minimumnya," tambah Audi.

Kemudian, Audi bilang, perusahaan juga harus melihat kondisi karyawannya saat bekerja sudah mampu memenuhi tanggung jawab pekerjaannya. Artinya, dari sisi antara ia bekerja dan memberikan kontribusi juga seimbang dengan yang didapatkan pegawai.

"Karena ujung-ujungnya, perusahaan mau menahan pun tidak bisa juga, kadang-kadang karyawan sekarang juga lebih pintar. Ia mau lakukan crosscheck dengan survey salary. Zaman sekarang, informasi lebih mudah didapatkan dibandingkan dulu," katanya.

Sementara itu, kenaikan gaji karyawan juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang diterbitkan pemerintah melalui upah minimum regional (UMR) dan upah minimum provinsi (UMP). Audi bilang, kenaikan gaji perlu juga melihat dari kaca mata kinerja yang dilakukan pegawai.

"Artinya, seperti saya minta gaji segitu apakah sudah sesuai dengan kontribusi kita selama ini bekerja. Kalau kita tahu kontribusi kita melebihi dari apa yang dituntut dari perusahaan, dalam konteks pekerjaan, boleh saja mengajukan untuk pertimbangan kenaikan gaji," ucap Audi.

Audi menjelaskan, jadi hal yang memungkinkan bagi karyawan untuk dapat meminta kenaikan gaji atas pekerjaan yang dilakukan. Asalkan, Audi bilang, kuncinya ada di cara berkomunikasi untuk dapat menyampaikan transparansi antara pekerja dan pemberi kerja.

"Satu sama lain itu saling menghargai, posisinya sama. Karena kedua belah pihak itu sebenarnya saling membutuhkan. Pekerja membutuhkan pekerjaan, pemberi pekerjaan juga membutuhkan pekerja untuk bisa bekerja. Sebenarnya memungkinkan ketika nanti dalam penilaian kinerja, dalam penilaian itu biasanya ada diskusi, ada penilaian secara tatap muka," bebernya.

Lebih lanjut Audi mengelaborasi, kenaikan gaji biasanya diikuti dengan konteks kebutuhan dan tuntutan pekerjaan yang bertambah. Semua hal ini biasanya telah diatur oleh perusahaan, dan tidak menutup kemungkinan juga bergantung pada budaya yang berlaku dalam suatu perusahaan.

"Kenaikan gaji harus dilihar dari bagaimana kinerja perusahaan. Kadang-kadang kita hanya melihat dari sisi karyawan, kita tidak melihat kemampuan perusahaan untuk bisa membayar karyawan. Karena perusahaan 'kan punya kinerja juga, apakah usahanya menguntungkan atau merugi," terangnya.

Berbicara soal perusahaan yang mau menaikkan gaji karyawan, maka perusahaan harus mempersiapkan anggaran yang ditentukan dari keputusan manajemen. Audi bilang, perusahaan juga harus menghitung dan melihat kondisi untuk menyesuaikan dengan keadaan ekonomi saat ini.

"Umumnya itu, untuk pembayaran gaji karyawan normalnya 20%-35% dari total pendapatnya, dari total operasional. Itu biasanya akan dilihat dari profit yang diperoleh, itu berapa persen yang bisa dianggap sebagai penghargaan terhadap karyawan. Itulah nanti yang akan didistribusikan secara prorate kepada seluruh karyawan sesuai dengan level dan jabatannya. Ada juga elemen sesuai dengan hasil kinerja," tambahnya.

"Itu ada range-nya, biasanya mulai dari 2,5% sampai 18% untuk kenaikan gaji. Kalau perusahaan mau memberikan penghargaan lebih, itu biasanya diberikan dalam bentuk bonus. Tetapi bonus bukan kewajiban, bonus itu sesuai dengan subjek perusahaan mampu atau tidak, ada budget-nya atau tidak," pungkasnya.

Tonton juga Video: Nasib Jadi Pekerja Indonesia

(fdl/fdl)

Hide Ads