Jangan Salah Kaprah Soal Penerbangan Murah

Wawancara CEO AirAsia X

Jangan Salah Kaprah Soal Penerbangan Murah

Feby Dwi Sutianto - detikFinance
Kamis, 11 Jun 2015 07:20 WIB
Jakarta -

Indonesia AirAsia Extra atau AirAsia X baru-baru ini meramaikan industri penerbangan berbiaya murah atau Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia. Maskapai penerbangan milik Tony Fernandes ini menawarkan konsep berbeda dengan saudaranya, yakni Indonesia AirAsia.

Bila Indonesia AirAsia menyasar penerbangan jarak pendek (short haul) dengan lama penerbangan maksimal 4 jam, maka AirAsia X membidik penerbangan LCC untuk jarak tempuh di atas 4 jam sampai 11 jam alias penerbangan jarak jauh (long haul).

Jenis pesawat juga berbeda, AirAsia X mengoperasikan pesawat berbadan lebar tipe Airbus 330-300. AirAsia X memberi penawaran kursi kelas bisnis, namun tetap dengan gaya maskapai LCC.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chief Executive Officer (CEO) Indonesia AirAsia X Dendy Kurniawan menjelaskan, kehadiran Indonesia AirAsia X diklaim sebagai penerbangan LCC pertama yang menyasar penerbangan jarak jauh. Adanya kelas bisnis di dalam kursi yang ditawarkan bukan tanpa sebab, karena profil penumpang sangat beragam untuk penerbangan jarak jauh. Apalagi, sasaran rute AirAsia X adalah penerbangan internasional, bukan domestik.

AirAsia X dan AirAsia berbeda, meskipun sama-sama dimiliki oleh Tony Fernades. Induk dari AirAsia X adalah AirAsia X Berhard, berbeda dengan induk Indonesia AirAsia. Untuk rute, AirAsia X telah mengatongi izin rute Denpasar-Melbourne, Denpasar-Taipei, dan terbaru Jakarta-Jeddah.

Mau tahu rencana bisnis perusahaan milik Tony Fernandes tersebut? Nerikut wawancara detikFinance, dengan Dendy di Kantor Pusat AirAsia X, Tangerang, Banten, Senin (8/6/2015).

Apa latar belakang mendirikan Indonesia AirAsia X?
Kalau boleh cerita dari sejarahnya di Malaysia sendiri, AirAsia sendiri ada 2, Malaysia AirAsia dan AirAsia X Berhad. Jadi memang secara konsep dibedakan, yang X dan non X. Yang non X untuk penerbangan short haul atau penerbangan sampai dengan 4 jam. Sedangkan AirAsia X untuk long haul dengan penerbangan di atas 4 jam.

Tipe pesawatnya juga dibedakan. Untuk non X pakai Airbus 320 dengan kapasitas 180 seat, semua ekonomi. Sementara yang X pakai Airbus 330-300 dengan kapasitas 377 seat. Di sana ada 12 business class dan 365 economy class. Itu dulu perbedaanya antara AirAsia dan AirAsia X.

AirAsia sendiri sudah ada di Indonesia, Filipina, Malaysia. Kemudian Thailand, India, Jepang dalam proses. Sedangkan untuk AirAsia X sendiri baru mulai di 2007. Hub pertama di Thailand. AirAsia X sendiri ada di Malaysia, Thailand, kemudian Indonesia.

Perusahaan ini di Malaysia, keduanya terpisah. Malaysia AirAsia listed (terdaftar di bursa saham) sendiri, dan Malaysia X Berhad listed sendiri. Manajemennya pun sendiri-sendiri.

Kalau kami, terafiliasi dengan AirAsia X Berhad. Banyak orang tanya, apakah AirAsia X di Indonesia ini adalah anak perusahaan dari AirAsia Indonesia? Saya bilang bukan, kami betul-betul berdiri sendiri dan induknya terpisah.

Kami sendiri secara perusahaan didirikan pada tahun 2013 sebagai airlines. Kita PT dulu baru apply AOC (Air Operation Certificate/izin operasi). AOC sendiri baru diberikan oleh Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, pada 28 Agustus 2014. Yang bedanya untuk Indonesia AirAsia X adalah, kami the first long haul Low Cost Carrier.

LCC, ada saudara kita seperti AirAsia terus ada lain-lain untuk domestik, sedangkan kami khusus yang fokus ke long haul. Itu bisa kami sampaikan, kami yang pertama. Kalau penerbangan long haul memang ada seperti Garuda dan lain-lain, tapi mereka mixed dengan short haul. Tapi kami fokus ke penerbangan long haul. Kami yang pertama.

Karena penerbangan di atas 4 jam, dan hub kami di Denpasar, maka mencari radiusnya di luar Indonesia semua. Nah, untuk sebuah airlines bisa memperoleh izin terbang ke sebuah negara. Kita harus apply foreign AOC lagi.

Jadi tidak serta merta kami dapat AOC dari Indonesia. Pada tahun 2014, AirAsia X langsung bisa terbang ke mana itu nggak bisa. Karena baru dari titik itulah, kita baru submit aplikasi. Contoh kami baru terbang dari Denpasar-Melbourne pada 18 Maret 2015. Begitu selesai 28 Agustus 2014, baru next day kami submit ke Australia.

Proses tersebut memakan waktu cukup signifikan. Tanpa isu macam-macam, mereka (Australia) menetapkan prosesnya antara 130-140 hari. Kebetulan kondisi Indonesia dikategorikan sebagai kategori 2 FAA (safety rating) dan EU list banned untuk katagori operating banned.

EU itu banned, atau melarang operator Indonesia untuk terbang ke Uni Eropa. Ada beberapa airlines bisa terbang ke Eropa tapi itu subject (tertentu). Harus mampu menunjukkan satisfactory approve bahwa mereka memenuhi standar EU.

Setiap kali kami apply, kami memang ditanya hal tersebut. FAA kategori 2 dan EU banned list. Akhirnya membuat prosesnya menjadi cukup panjang. Alhamdullilah, kami men-challange otoritas negara tujuan kami. Kami bilang, silakan kalau belum ada keyakinan datang ke Indonesia.

Tolong audit kami secara langsung, karena apa yang kami sampaikan adalah, nggak fair kami dilarang terbang karena negara kami masuk daftar larangan. Karena kami adalah airlines yang baru. Kalau dibilang, kami airlines paling safe di dunia, kan belum terbang. Nggak ada maskapai mana pun yang bisa mengalahkan kami, karena kami paling safe.

Kalau belum terbang saja nggak boleh ini itu, ya nggak fair. Silakan audit. Kalau hasil audit menunjukkan kami nggak layak, ya silakan ditolak.

Ternyata kami dapat approval dari Taipei, approval dari Australia, kemarin 1 Juni kita dapat approval untuk terbang ke Jeddah. Jadi terus kami akan tambah rute. Proses aplikasi terus berjalan. Mudah-mudahan, nggak ada hal melintang. Rute kami merambah ke negara lain.

Tentunya hub di Bali, kalau ke bawah kami ke Australia sedangkan ke atas kami Asia Timur. Kemudian ke barat ke Arab Saudi. Karena kami melihat, Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar di dunia.

Kenapa memilih Bali sebagai hub Indonesia AirAsia X?
Konsep AirAsia, profil penumpang kami adalah yang traveller atau lebih yang wisatawan bukan yang formal. Pada saat didirikan, kami exercise apakah memilih Jakarta atau Denpasar.

Kalau kami menyasar turis atau wisatawan, kami nilai orang yang datang ke Indonesia masuk ke Jakarta terus akhirnya terbang ke Bali. Pasti yang dicari Bali. Bali sendiri lebih terkenal dari Indonesia sendiri.

Kemudian ada pertimbangan slot. Di Jakarta kan sudah sangat padat. Kemudian dari sisi infrastruktur, di tol sudah sangat macet. Kita lihat ekspansi di Bandara Ngurah Rai sangat bagus. Bandara di sana bagus. Saat didirikan, Indonesia AirAsia X memilih Denpasar sebagai hub.

Jadi langsung, wisatawan luar negeri yang mau ke Bali. Mereka bisa direct flight.

AirAsia X diklaim LCC pertama di dunia untuk long haul, tapi kenapa ada kursi kelas bisnis?
Sebetulnya konsep LCC yang harus kami kampanyekan dan jangan sampai salah kaprah bahwa LCC itu ngirit. Yang benar itu, LCC itu membayar sesuatu yang kita benar-benar butuhkan. Kosep yang kami jual adalah, Anda membayar untuk mengantar Anda dari poin A ke poin B.

Setelah itu, saat Anda diantarkan dari poin A ke Poin B. Anda mau duduk di jendela, di gang, terserah Anda. Kalau nggak ada preference ya Anda nggak usah bayar. Yang penting sampai di tempat tujuan. Kalau mau duduk di sini (kelas bisnis) ya Anda harus bayar lagi.

Terus kemudian makanan. Nggak semua orang ingin makan di dalam pesawat. Di penerbangan full service, semua orang diberi makan, tapi nggak semua dimakan. Itu konsep LCC jadinya bukan penerbangan irit atau murah, tapi disesuaikan dengan kebutuhan orang itu sendiri.

Berbiaya hemat itu kan lebih mengarah kebutuhan sisi customer-nya. Bagi saya membayar untuk apa yang saya butuhkan. Saya nggak mau bayar untuk apa yang nggak saya butuhkan. Saya nggak butuh kok untuk duduk di nomor 2A, misalnya. Saya duduk di mana saja oke karena saya berpergian sendiri.

Konsep itu, kenapa sejarahnya ada business class juga di AirAsia X Berhad Malaysia, karena mereka melihat untuk penerbangan long haul dengan tujuannya adalah di negara asal. Itu rata-rata profil penumpangnnya bukan first timer atau baru pertama kali naik pesawat, kalau domestik banyak tuh yang baru pergi naik pesawat.

Tapi ini adalah orang yang sudah siap. Karena mereka tahu, di sana kan ada masalah kurs, kemudian mau booking hotel harus pakai kartu kredit. Jadi memang dari sisi income level, ya di atas rata-rata penumpang yang ada di penerbangan short haul.

Di situ dilihat pada saat, melakukan operasional AirAsia X Berhad, di sana ada demand di business class. Akhirnya diputuskan, ada business class cuma nggak banyak. Kami cuma ada 12 seat. Kami hanya mengakomodasi beberapa penumpang yang memerlukan adanya extra comfort dengan harga terjangkau. Kami bisa sebut, business class kami adalah affordable luxury.

Bila disetarakan dengan maskapai yang telah ada, apa yang unik dari AirAsia X ini?
Yang pertama untuk kami bersaing adalah konektivitas yang kami punya. Misal kami bicara Indonesia AirAsia X rute Melbourne-Denpasar. Mungkin banyak airlines lain yang direct flight ke sana. Tapi setelah mereka sampai Denpasar, mau terbang ke kota-kota lain. Mereka nggak ada konektivitas, sehingga mereka harus ganti airlines lain. Bagi AirAsia X, kita punya Indonesia AirAsia.

Jadi misal orang Australia mau ke Indonesia terbang ke Solo. Dia bisa beli tiket Melbourne-Denpasar, kemudian Denpasar-Solo. Tapi kalau kompetitor kami nggak ada konektivitasnya, maka dia harus cari airlines yang lain. Terus dari Solo mau ke KL (Kuala Lumpur) atau ke Taipei bisa. Sebetulnya keunggulan AirAsia X adalah konektivitas. Nggak hanya terbangkan orang dari point to point saja.

Kami secara internal memberikan service pelayanan atau hospitality. Di Indonesia AirAsia X dari sisi pesawat pakai Airbus A330. Kompetitior kami juga bisa sediakan. Terus mau dibuat sebaru apa pun interiornya, mereka juga bisa dengan mudah menyamakan. Penerbangan Denpasar-Melbourne 5,5 jam.

Tidak bisa dipercepat karena memang segitu. Diberi film atau entertainment, tidak mungkin airlines satu bisa beri film yang belum beredar. Sama-sama saja. Jadi yang buat berbeda adalah aspek pelayanan.

Saya rasa, beberapa airlines mengedepankan aspek pelayanan. High level service quality. Bagi kami penting seperti hospitality, sehingga membuat orang merasa nyaman.

Karena kami ingat kalau penerbangan long haul. Kalau penerbangan short haul, mungkin mereka nggak peduli tentang service. Tapi untuk long haul, begitu dia masuk dan merasa nggak nyaman dengan pelayanan, itu akan jadi mimpi buruk penumpang karena dia akan stay 6 jam lebih di situ.

Jadi keunggulan kami adalah konektivitas dan kualitas pelayanan yang diberikan. Itu modal pertama kami untuk bersaing.

(hen/dnl)

Hide Ads