Mengintip Rencana Pertamina Bangun Kilang dan Cari Minyak di Luar Negeri

Wawancara Khusus Dirut Pertamina

Mengintip Rencana Pertamina Bangun Kilang dan Cari Minyak di Luar Negeri

Muhammad Idris - detikFinance
Selasa, 02 Agu 2016 10:15 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Dengan populasi penduduk sebesar 250 juta jiwa, konsumsi BBM Indonesia setiap tahunnya mencapai 47 juta kiloliter (KL), atau 1,6 juta barel per hari (bph). Di sisi lain, kebutuhan BBM di dalam negeri juga mengalami peningkatan 8% per tahun.

Namun dengan kebutuhan sebesar itu, kapasitas kilang yang dimiliki PT Pertamina (Persero) hanya mampu mengolah 850.000 bph, dan kekurangannya harus dipenuhi dari impor. Untuk mengatasi kekurangan ini, Pertamina kini gencar meningkatkan kapasitas maupun membangun kilang.

Upaya ini turut didukung pemerintah lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain meningkatkan kapasitas dan membangun kilang, Pertamina juga mencari sumber-sumber minyak di luar negeri, contohnya di kawasan Timur Tengah. Langkah ini dilakukan untuk menambah pasokan BBM di Indonesia.

Bagaimana upaya Pertamina meningkatkan dan membangun kilang maupun mencari sumber-sumber minyak di luar negeri?

Berikut petikan wawancara detikFinance dengan Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, di ruang rapat kantor Pusat Pertamina, Gambir, Jakarta, pekan lalu:

Bagaimana perkembangan program peningkatan kapasitas maupun pembangunan kilang?
Jadi pertama bahwa kapasitas kilang-kilang kita 850.000 bph. Dengan proyek-proyek kilang ada 4 upgrading yakni Cilacap dan Balikpapan yang sedang jalan, kemudian Balongan dan Dumai, itu tingkatkan dari 850.000 bph menjadi 1,4 juta bph atau bertambah sekitar 600.000 bph, lalu 2 kilang baru masing-masing 300.000 bph menjadikan sampai tahun 2025 jadi 2 juta bph.

Berarti hitungannya konsumsi sudah terpenuhi. Bagaimana kita tepis isu yang menghambat kilang, pertama yang harus dilakukan yakni mindset kemandirian, bagaimana kita mandiri kalau kita masih tergantung dari sisi kilang saja.

Harusnya apa pun alasannya kilang harus dibangun di Indonesia, supaya added value (nilai tambah) dan lapangan kerja ada di Indonesia dan lebih mandiri buat penuhi kebutuhan.

Saya tantang engineer di Pertamina ikut desain lebih dalam dan optimalisasi sehingga capex tidak setinggi sebelumnya. Pertama lebih banyak lagi unit yang diambil oleh engineer Pertamina, jadi tidak semuanya diserahkan pada orang luar. Pemanfaatan produk dalam negeri dan tenaga kerja lokal, kemudian dalam proses pengadaan di ISC (Integrated Supply Chain) harga impor bisa terus kita tekan. Saat ini siapa yang menang ternyata orang yang punya kilang. Kalau mau efisien ya harus kilang.



Lantas, dari mana minyak mentahnya?
Lho, tanya dong yang nggak punya crude (minyak mentah) seperti Singapura, kan bisa dicari. Maka kami Pertamina di upstream harus kayak Petronas, harus punya cadangan di luar negeri buat dibawa ke dalam negeri. Karena memang kebutuhan dananya besar, maka kita ajak mitra.

Sekarang begitu banyak swasta yang mau investasi di kilang, kalau mau jualan di dalam negeri Pertamina bersedia jadi offtaker (beli), kalau kelebihan ya tinggal ekspor.

Upaya peningkatan produksi di sektor hulu Pertamina?
Tetap saja kita fokus dalam negeri, kalau dulu memang dapat di onshore mudah, dan offshore yang masih dangkal, dan kemudian deep water (laut dalam) ini tantangannya ke depan. Kita akan bicara bagaimana teknologi, bagaimana eksplorasi yang di deep water termasuk sumur tua. Kita sudah kembangkan teknologinya dan pelajari lebih dalam lagi.

Kita sudah mulai dari situ. Kita tetapkan milestone dari sekarang, dari 600.000 bph jadi 1,9 juta bph di 2025. Juga pada blok-blok yang sudah habis kontraknya, seperti Blok Mahakam kita minta pemerintah agar Petamina yang garap. Dan untuk di luar negeri 500.000 dari overseas (luar negeri), kita sedang ke Rusia, ke Iran, Afrika, dan lainnya.

fasilitas pengeboran minyak Pertamina di Aljazair


Bagaimana dengan crude dari luar negeri yang tak bisa diolah di kilang dalam negeri?
Untuk kilang sekarang memang iya, contohnya kilang Cilacap didesain buat minyak dari Arab Saudi, kilang Balongan dari tempat lain. Begitu kita bangun kilang baru harus didesain untuk menerima crude dari mana saja. termasuk di sisi Nielsen Complexity Index (NCI), yang tua-tua dengan upgrading yang kita sebut RDMP (Refinery Development Master Plan), di samping kapasitas kita naikkan NCI sehingga dia bisa menerima crude-crude lebih murah.

Kemudian kualitas (bahan bakar) saat ini Euro 2 harus sudah jadi Euro 4. Kayak crude dari ladang kita di Irak crude-nya tak bisa kita olah di sini, dulunya ini dijual terus beli produknya sama kita, di 2016 kita cari kilang yang masih ada ruang, kita lakukan crude processing deal, itu yang kita tenderkan kemarin yang menang adalah Shell Singapura.

Crude-nya milik kita setelah diproses juga jadi milik kita. Ini sekaligus latihan agar bisa langsung masuk, atau pilihan lain punya kilang di luar negeri. (wdl/feb)

Hide Ads