Namun, proses divestasi saham Freeport tak semudah membalikkan tangan. Sampai saat ini, pemerintah dan Freeport belum mencapai kata sepakat soal harga saham yang ditawarkan.
Dari perhitungan yang dilakukan Freeport, 10,64% saham itu akan dilepas dengan harga US$ 1,7 miliar, dengan memperhitungkan investasi yang telah dan akan digelontorkan perusahaan, plus asumsi cadangan emas dan tembaga di Grassberg, Papua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut petikan wawancara detikFinance dengan Direktur Utama Inalum, Winardi Sunoto, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pekan lalu.
Menurut Inalum, harga saham divestasi Freeport sebesar US$ 1,7 miliar sudah sesuai?
Urusan hitungan di pemerintah. Itu kejar ke Kementerian ESDM atau Kementerian BUMN, kita belum menghitung.
Kira-kira, apakah sudah ada persiapan menghimpun dana untuk membeli saham tersebut?
Dana, selama itu prospeknya bagus, akan datang dari mana saja. Yang penting aset itu bagus atau tidak? Kalau bagus dana datang sendiri.
Saat ini pemerintah sudah memiliki 9,36% saham Freeport. Dengan menambah 10,64% saham, seberapa besar kendalinya?
Itu menurut saya sudah ada wakil BUMN dan komisaris di situ, kalau sekarang kan belum ada. Diharapkan nanti bisa ikut dalam pengambilan keputusan.
Bagaimana Inalum melihat tambang Freeport di Papua saat ini?
Bagus sekali. Potensi cadangan masih sangat besar. Dan sekarang harga pas rendah, ini kesempatan kita ambil sahamnya.
Seandainya kontrak Freeport tak dilanjutkan, menurut Anda holding BUMN tambang yang akan dipimpin Inalum mampu mengambil alih?
Bisa, tapi terserah pemerintah kan. Kalau kita sebagai korporasi ya bisa, kita lihat Antam kan punya pengalaman underground di mana-mana, Cibaliung underground, Pongkor underground. Jadi kita bisa dan tak perlu dikhawatirkan lagi. Hanya skala operasionalnya saja yang perlu ditingkatkan. (drk/drk)











































