Menguak Rencana Pengembangan Mobil Listrik

Wawancara Dirjen Listrik

Menguak Rencana Pengembangan Mobil Listrik

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 11 Sep 2017 08:15 WIB
Foto: Michael Agustinus-detikFinance
Jakarta - Di sela-sela kunjungannya ke China untuk menghadiri Eight Clean Energy Ministerial (CEM8) pada Juni 2017 lalu, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menyempatkan diri melihat langsung mobil-mobil listrik yang sedang terparkir sambil mengisi daya (charging).

Dari situ Jonan mendapat inspirasi. Sepulang dari China ia mengirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan ide pengembangan mobil listrik di Indonesia.

Gayung bersambut, Jokowi mengeluarkan instruksi tertulis yang isinya memerintahkan semua kementerian dan lembaga pemerintah untuk mendukung pengembangan mobil listrik. Saat ini sedang disiapkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk payung hukum pengembangan mobil listrik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mengetahui lebih jauh soal rencana pemerintah dalam pengembangan mobil listrik, detikFinance mewawancara khusus Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Noorsaman Sommeng, pada Kamis (7/9/2017). Berikut petikannya:

Bagaimana persiapan aturan pemerintah untuk mendorong penggunaan mobil listrik?
Waktu Focus Group Discussion (FGD) di Bali kemarin (24/8/2017) sudah dapat target di tahun 2040 kita sudah mendeklarasikan tidak ada lagi produksi mobil berbahan bakar fosil. Adanya mobil listrik sudah tuntutan zaman, kita enggak bisa melepas terus konsumsi BBM kita meningkat 2 kali lipat di 2030 sedangkan kita bukan negara kaya minyak lagi. Impor BBM kan menggerogoti devisa.

Menguak Rencana Pengembangan Mobil ListrikFoto: Michael Agustinus


Bagaimana isi aturan Perpres yang disiapkan untuk percepatan pengembangan mobil listrik?
Isinya menugaskan kepada pihak-pihak terkait, semua kementerian dan lembaga, untuk mempercepat. Ada insentif kaitannya dengan Bea Masuk, Pajak Penjualan Barang Mewah. Ini biar mobil listrik harganya bersaing. Kita create demand dulu.

Nanti mobil listriknya impor dulu?
Di mana-mana kan harus ada contoh, masyarakat kita selalu begitu. Kalau sudah ada contoh, dipakai enak, biayanya murah, pasti banyak peminatnya.

Pak Menteri waktu di Bali bertanya di forum, boleh enggak kita langsung impor mobil listrik CBU (Completely Build Up)? Pemain-pemain otomotif enggak mau karena enggak ada nilai tambah.

Ditanya lagi, kalau CKD (Completely Knock Down) bagaimana? Katanya oke, ada nilai tambahnya di dalam negeri, ada alih teknologi juga.

Tapi menurut saya, CBU dibolehkan saja dulu selama setahun. Nanti sudah banyak, bengkel ingin tahu. Kita enggak akan bisa bikin mobil kalau cuma dari gambar, harus lihat langsung, bongkar. Barangnya ada dulu, begitu kalau kita mau merebut teknologi.

Pengusaha menyarankan mobil hybrid dulu saja karena infrastruktur buat mobil listrik belum siap, misalnya Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU)?
Enggak usah susah-susah, ngapain bikin SPLU banyak-banyak, bisa charge di rumah. Sudah ada motor listrik Garasindo di Indonesia, dia bisa berpuluh-puluh kilometer baru charge. Habis dibawa pergi, malam charge di rumah.

Nanti pembangunan SPLU ditugaskan jadi tanggung jawab PLN atau bagaimana?
Itu pekerjaan pemasaran PLN. (mca/wdl)

Hide Ads