Rencana Renovasi Gedung 'Berhantu' Milik Negara

Wawancara Dirut LMAN

Rencana Renovasi Gedung 'Berhantu' Milik Negara

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 04 Apr 2018 07:33 WIB
Rencana Renovasi Gedung Berhantu Milik Negara
Dirut LMAN Rahayu Puspasari. Foto: Hendra Kusuma (detikFinance)
Jakarta - Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk melakukan assessment dan penyusunan Feasibility Study terhadap kekayaan negara yang berasal dari jaman Belanda yaitu Gedung Alexander Andries (AA) Maramis atau yang lebih dikenal dengan gedung Daendels).

Pembentukan LMAN juga tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.01/2016 Jo PMK No 54/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Negara). Diharapkan, lembaga ini bisa memberi layanan kepada masyarakat didasarkan pada prinsip efisiensi dan efektivitas tanpa utamakan pencapaian keuntungan.

Sampai saat ini, nilai aset yang dikelola oleh BLU di bawah Kementerian Keuangan ini adalah sebesar kurang lebih Rp 32 triliun. Aset yang dikelolanya mulai dari tanah, ruko, apartemen, hingga aset berupa kilang LNG.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usia LMAN sendiri baru menginjak dua tahun. Di usia yang terbilang muda ini, banyak rencana yang akan dijalankan oleh BLU untuk memaksimalkan setoran pendapatan negara bukan pajak (PNBP) kepada negara.

Saat ini, LMAN dipimpin oleh Rahayu Puspasari yang menjabat sebagai Direktur Utama. Dia sebelumnya merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.

Dia menceritakan tugas yang diemban LMAN untuk membuatkan suatu feasibility study terkait prospek pembangunan Gedung AA Maramis. Padahal gedung ini merupakan aset cagar budaya yang berdiri sejak tahun 1809, sehingga pembangunannya harus sesuai dengan Undang-undang terkait pelestarian cagar budaya).

Berikut petikan wawancara khusus detikFinance dengan Rahayu Puspasari, Senin lalu.

Klik next untuk wawancara lengkapnya

Tugas Pokok LMAN

Dirut LMAN Rahayu Puspasari. Foto: Hendra Kusuma (detikFinance)
Bisa dijelaskan tugas pokok LMAN dibentuk itu ngapain saja?

Kalau dari sisi lama bangunan kita sekarang dapat kepercayaan untuk AA Maramis (AAM). Jadi kemarin itu kita berpikir dalam hal ini Kemenkeu itu menganggap ranah LMAN saja yang kelola. Sebelum sampai tahap ke sana, tugas kita adalah melakukan assessment terhadap oprimalisasi aset berapa gedung AAM, jadi apakah kita yang mengelola itu keputusan Kemenkeu, aset-aset yang diserahkan kita kalau dari sisi historis itu AAM, kalau dari portofolio ada eks Pertamina berupa kilang Arun dan kilang Bontang, terus kita mengelola aset eks tanggungan Bank Indonesia, jadi bank buku operasi dan bank buku usaha tahun 98 yang sudah dialihkan ke pemerintah kepemilikannya, tetapi hak tanggungan oleh LMAN diselesaikan, kategorinya sih itu, ya karena aset mangkrak yang ada di Kemenkeu majorly ya itu, waktu dulu Pertamina berubah dari instansi pemerintah menjadi BUMN, sebagian asetnya diserahkan kepada negara

Kalau total aset negara itu berapa jumlah dan nilainya?

Total nilai kurang lebih itu Rp 32 triliun nilai aset. Maksudnya nilai total barang milik negara? Bisa dilihat di LKPP. Aset tersebut dikelola oleh DJKN selaku Pengelola Barang dan Kementerian Lembaga selaku Pengguna Barang.

Sekarang aset yang dikelola oleh LMAN apa saja bentuknya?

Terdiri dari 2 aktiva LNG kilang Arun dan Bontang, dan itu masing-masing plantsite dan community site. Kalau plantsite itu terdiri dari alat berat untuk LNG, kalau community side itu berarti rumah, perkantoran, fasilitas umum dan sosialnya yang menunjang wilayah LNG.

Lalu berupa property maupun tanah yang dulu di atasnya properti, yang berasal dari bank beku operasi dan beku usaha itu totalnya 20 properti, kantor, ruko, rumah.

Sudah ada aset yang menghasilkan?

udah ada, pertama kelompok yang tingkat kerumitan paling simpel yaitu ruko-ruko di tempat cukup strategis, kita ada di Pondok Indah ada 2, ini ruko sudah 18-20 tahun mangkrak, isunya lebih kepada isu hukum, jadi dokumen, administrasi, tunggakan-tunggakan, nah itu kita bereskan lalu nggak lama kita appraisal kita tawarkan pasar dan sudah menghasilkan.

Terus aset yang berkaitan dari Bank Indonesia yang tersebar, kita coba lakukan renovasi, kita selesaikan masalah hukumnya, istilahnya kita relokasi penghuni liarnya. Itu cukup banyak itu ada lima yang coba kita selesaikan. Nah kalau dari Raden Saleh di ujung ada antara Cikini Raya ada aset ruko empat jadi satu, eks Bank Afla, dekat SMP 1 nah itu aset LMAN, lagi dibangun. Itu sudah mau serah terima tinggal kontrak, nanti dikerjasamakan juga. Itu tadinya asal mangkrak dengan kondisi spooky banget dengan warung yang sudah 12 tahun, kondisinya parah lha dalamnya. Berharap Mei ininya calon tenant yang baru.

Terus apartemen Kasablanka, kita baru selesai renovasi 11 unit, itu bener-bener plant gitu, sekarang siap dipasarkan 11 ini, setelah itu ada sekian belas unit kita tawarkan. Itu aset negara yang di kita 106, kita rilis ke pasar, itu disewakan, 106 unit. Dari situ kita sewakan, 106 ini kita bagi berapa staging, pertama 11, kedua 35.

Terakhir masuk kelompok LNG, LNG ini rata-rata sudah dioptimalkan untuk operasional oleh para gas produser, di Bontang aktivitasnya masih di gas dicairkan lalu dikapalkan ke berbagai negara atau siapapun user yang membutuhkan. Kalau yang di Arun itu eksisting digunakan untuk regasifikasi ada PAG (Perta Arun Gas), yang suplai kebutuhan gas wilayah baik Aceh maupun sebagian ke Belawan, nah sejak Februari kan Aceh ditetapkan KEK Lhokseumawe, so kita bekerja sama dengan PT PATNA (Patriot Nusantara Aceh) untuk mengoptimalkan aset negara untuk kepentingan tadi. Kita total 1.600 hektar hampir 2000 hektar, so far dua-duanya baik Arun dan Bontang sudah menghasilkan cukup banyak.

Klik selanjutnya

Renovasi Aset Peninggalan Sejarah

Gedung Daendels. Foto: Sylke Febrina Laucereno.
Bisa dijelaskan rencana LMAN yang ingin merenovasi aset-aset jaman dulu dan nantinya dikomersilkan, seperti Gedung AS Maramis?

Kalau misanya nanti, artinya sekarang belum diserahkan, dan kita juga belum optimis diserahkan. Jadi, saya ingin meralat juga ke teman-teman, entar dulu itu prospek, sekarang tugas LMAN adalah membuat semacam FS (feasibility study), ini mencoba mencarikan prospek untuk diapakan sih aset ini, kalau tadinya berupa gedung perkantoran era Belanda, sekarang akan mau apakan? Apakah dibangun gedung kantor, ruko, atau mau dibangun seperti apa? Itu tugas LMAN sekarang mencarikan prospek itu.

Sejauh ini dari kajian LMAN buat, akan dijadikan seperti apa?

Ya ok, jadi AAM ini adalah cagar budaya, dia terikat ketentuan dengan dalam pelestarian cagar budaya, itu sudah ada UU yang mengatur, artinya apapun skema komersial yang akan kita tempuh itu tidak boleh melanggar pakem yang itu, cagar budaya itu mengatur apa? dia mengatur sejarah bangunan, jadi dari sisi disiplin ilmu arsitek, ada yang dipertahankan dari sisi sejarah, kedua tentunya nilai historisnya dia harus dipertahankan, budaya yang melakat kaitannya dari sisi konstruksi, dan historisnya. Nah tetapi itu bukan berarti aset itu tidak bisa kita komersialkan tetap bisa, contohnya cagar budaya yang dikomersialkan kan banyak tuh, kalau kita lihat seperti Kota Tua, yang kemudian dialihkan menjadi fungsi komersil, atau yang menjadi museum-museum. Terakhir misalnya heritage ini jadi hotel.

Kalau dikomersilkan nantinya akan menjadi seperti apa?

Kalau bisa nanti ditekankan, jangan sampai LMAN yang mengelola, tugas kita betul-betul untuk mencari prospek tidak sendiri, LMAN harus duduk dengan seluruh ahli yang berkaitan dengan AAM, jadi kita selenggarakan FGD, dengan mengundang 16 ahli, di situ ada tim sidang pembugaran, tim konservasi cagar budaya, PUPR, NGO, Pemda DKI, Dinas pariwisata, terus tim sidang pembugaran pun ada arsiteknya, ada budayawan, kita bahkan undang ahli perpustakaan. Supaya bisa punya gambaran dari berbagai dimensi. Jadi tadi dimensinya ada struktur, sejarah, komersil, jadi yang namanya bisnis zaman now ke dalam ini apa sih. Makanya ahli banyak kumpulkan ahli.

Gedung AAM sekarang ini difungsikan untuk apa?

Gedung kosong, ada sih perawatan untuk internal, tapi yang melakukan Sekretariat Jenderal atau Sekjen Kementerian Keuangan, di rawat, kan kalau kita masuk dipasang cagak-cagak, itu juga maintenance supaya tidak terjadi sesuatu, istilahnya supaya jangan sampai ada gempa menjadi masalah.

Nantinya AAM itu sesuai kajian bakal jadi gedung pertemuan seperti JCC, atau khusus pejabat negara saja?

Untuk menerima tamu negara, kemarin konsepnya itu, ketika ibu Menkeu atau Presiden terima tamu, itu bisa ada tempat, itu cagar budaya bisa memperlihatkan.

Kapan mulai direalisasikan, dan butuh waktu berapa lama renovasinya?

Belum sampai ke situ, karena banyak harus ada tim khusus untuk struktur, karena dia materinya khusus, terus struktur beban, jadi itu kalau library juga tidak bisa yang atas, di bawah. Mungkin kita dalam waktu dekat sampaikan paparannya, kita tunggu arahan, karena semangatnya sudah sama menteri keuangan ingin agar AAM ini segera bisa dilakukan renovasi atau restorasi. Ini kebanggaan Indonesia juga.

Klik selanjutnya

Tantangan Kelola Aset Negara

Dirut LMAN Rahayu Puspasari. Foto: Hendra Kusuma (detikFinance)
Tantangannya dalam mengelola aset negara?

Jadi mostly yang diserahkan ke LMAN adalah aset no free and clear, jadi tantangan kita yang paling utama itu adalah mencoba menguraikan masalah itu dan menyelesaikan satu per satu. Masalah itu kan dari berbagai aspek, satu hukum, itu bukan cuma nggak bersertifikat, AAM sudah bersertifikat seperti eks Bank Indonesia, itu ketika awal diserahkan ke negara apapun kondisinya harus diterima, isu legalnya banyak, entah itu diblokir, tidak ada dokumennya itu yang harus diselesaikan. Lalu isu administrasi seperti apartemen puri kasablanka itu seperti tunggakan kita selesaikan, PBB nunggak kita selesaikan, berbagai isu sifatnya administrasi bangunan yang belum tercatat di negara kita selesaikan, ada tanggungan kita bayarkan tebusannya.

Ketiga dari sisi penguasaan, aset tersebut misalnya dikuasai pihak ketiga itu tantangan terberat LMAN selama ini. Jadi kita banyak dihadapkan isu lapangan, teman-teman alhamdulillah bisa mencoba, karena kita tidak bisa paksa keluar, harus melakukan pendekatan sampai nanti selesai. Terakhir dari sisi fisik bangunan ini apakah layak atau tidak, apakah perlu touchup saja artinya di renovasi dikit atau major renovasi. Nah tantangan mencoba dari no free and clear menjadi free and clear itu menurut saya luar biasa, karena satu membutuhkan ilmu disiplin banyak, kedua ini permasalahan yang lama diurai satu persatu. Kalau swasta belum tentu mau, ah sudah ribet lha, terlalu banyak. Tapi kalau di LMAN kan alat negara harus diselesaikan dan tidak boleh dijual.

Tantangan kedua expertise, kita baru dan nggak boleh rekrut sebanyak-banyaknya, makanya kita harus pandai maksimalkan SDM yang ada, jadi memprioritaskan kerjaan yang mana yang paling duluan.

Ketiga soal hukum, peraturan. Selama ini kan sudah ada aturan pengelolaan aset negara yang sebanarnya ditujukan untuk melindungi ataupun menjaga aset tersebut, ketika kita mau optimalkan kan kita harus market based, harus sesuai aturan main pasar, sudah banyak tuh, di situ challange kita untuk memenuhi kebutuhan pasar tapi memenuhi tata kelola sesuai aturan pemerintah, menurut saya itu enggak gampang juga. Itu tiga tantangan yang kita hadapi.

Contohnya?

Banyak, rata-rata gitu semua, biasanya ada yang sewa di situ, lalu disewain juga, ada juga. Itu banyak yang diancem kita punya 100 masa, ada. Nah kalau di Cikini dulu ada penghuni warung sudah belasan tahun, untuk buat mereka pergi nggak gampang, pasti ada perlawanan, terus yang paling parah itu aset di jalan gereja ayam, itu yang ngancem 100 masa. Tapi kayanya gini, saya nggak tahu orang sadar, tapi mereka pergi, gilirannya sih di voluntary mereka pergi, tapi prosesnya agak panjang, SOP kita pemberitahuan dulu, ada peringatan, baru tahap pengusiran, nah untuk sampai tahap ke situ, belum ada tindakan pengusiran paksa sudah pergi duluan, meskipun waktu di awal ancem-ancem. Nantang-nantang pakai teriak-teriak gaya preman, tapi ya satu per satu selesai. Investasinya apakah pakai dana LMAN sendiri atau undang investor?

Kita ada modal yang memang kita mau untuk melakukan investasi. Tapi tentunya investasi yang tingkat keekonomiannya masuk, kalau nggak kita harus optimalkan aset tersebut kita tawarkan barang kali ada pihak swasta yang berminat dan itu sifatnya kerja sama, dan kalau begitu pembangunannya kita serahkan kepada swasta.

Jadi nanti sifatnya seperti konsesi, ada juga yang hanya kontribusi setiap tahun berapa, beda-beda kan. Kita jadi tuan tanahnya saja.

Kalau cerita unik/aneh/menyeramkan selama mengelola aset negara berarti seperti yang tadi aja?

Iya itu, suka dukanya tapi itu sudah biasa di dunia properti, kalau mau membebaskan tanah, biasa saja kalau penghuni liar diselesaikan, memang menjadi tidak biasa kalau negara berurusan dengan isu lapangan, ketika LMAN dibentuk untuk mengurusi seperti ini, mau tidak mau menjadi biasa juga. Waktu awal sih, kok gitu yah, tapi lama-lama biasa saja.

Halaman 2 dari 4
(zlf/zlf)
Hide Ads