Buka-bukaan Dirut Jasa Marga Soal Tol Jokowi Kemahalan

Wawancara Dirut Jasa Marga

Buka-bukaan Dirut Jasa Marga Soal Tol Jokowi Kemahalan

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 21 Agu 2018 07:41 WIB
1.

Buka-bukaan Dirut Jasa Marga Soal Tol Jokowi Kemahalan

Buka-bukaan Dirut Jasa Marga Soal Tol Jokowi Kemahalan
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memiliki target prestisius dalam pembangunan jalan tol di Indonesia. Dalam lima tahun, keduanya menargetkan pembangunan 1.800 km jalan tol, di saat panjang jalan tol yang beroperasi di Indonesia sampai 2014 baru sekitar 800-an km.

Pembangunan jalan tol digenjot di sejumlah daerah berkembang di Indonesia. Karakter bisnis tol yang membutuhkan biaya investasi yang sangat besar, di saat pengembalian investasinya cukup lama membuat badan usaha harus banyak-banyak putar otak.

Terutama pembangunan jalan tol saat ini merupakan murni investasi swasta atau badan usaha. Jasa Marga sebagai pemain paling lama memegang peranan paling besar dalam pembangunan tol di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, di saat yang bersamaan tol-tol baru yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Jokowi justru diterpa isu tak sedap. Tarif melewati jalan tol yang baru dibuka disebut mahal dan sepi peminat. Adapula yang menyebut jalan tol di Indonesia banyak yang dijual lantaran kekurangan biaya membangun.

Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani menjawab hal tersebut secara blak-blakan kepada detikFinance. Di sela-sela kunjungan kerjanya ke proyek tol Balikpapan-Samarinda, mantan Direktur Operasi Waskita Karya ini juga berbagi cerita bagaimana strategi Jasa Marga menyambungkan Indonesia lewat jalan berbayar.

Berikut wawancara lengkapnya:

Beberapa waktu lalu sempat ramai soal tol-tol di pemerintahan Pak Jokowi tarifnya kemahalan. Benarkah mahal?
Sangat tidak mahal.

Alasannya?
Jadi masyarakat sudah terbiasa memakai jalan tol yang lama-lama. Yang tarifnya itu di tahun 80-an, 90-an. Tarif-tarif tersebut naiknya sesuai inflasi. Kan Undang-undang menyebutkan BUJT berhak memperoleh kenaikan sesuai inflasi. Tapi kenaikan biaya untuk membangun jalan tol, itu lebih tinggi dari inflasi.

Jadi kalau dulu misalnya bikin jalan 1 km itu tarohlah Rp 1 juta, sekarang ini bisa Rp 5-7 juta. Jadi biayanya jauh lebih tinggi. Sehingga jalan-jalan tol yang dibangun belakangan ini itu harganya atas pengembalian investasinya memang harus segitu. Dan itu tidak lebih mahal, karena IRR (investment rate of return) dulu sama sekarang lebih bagus dulu. Sekarang makin rendah.

Jadi biaya investasi sekarang semakin mahal?
Semakin mahal, sementara tarifnya nggak bisa terlalu naik. Jadi sangat salah bilang jalan tol masa Jokowi sangat mahal. Sangat salah. Bukan harganya yang mahal. Bahkan harga tersebut tidak sama dengan pengembalian investasi dibanding jalan-jalan tol yang dulu.

Artinya tarif sekarang justru bisa bertahan murah di tengah biaya investasi yang makin mahal?
Iya, itu statement yang paling pas. Kalau kita memakai standar IRR yang lama, bahkan tarifnya bisa Rp 2.000/km.

Apakah artinya biaya pembangunan tol di Indonesia saat ini termasuk yang paling mahal dibanding negara lainnya?
Nggak. Kenaikan biaya membangun, sama kenaikan hak tarif inflasi itu tidak seimbang. Jadi karena sudah terbiasa dengan tarif seperti Jakarta-Tangerang, Dalam Kota, yang naiknya kecil, terus ketemu jalan tol baru yang biayanya besar. Sementara tarifnya jadi kelihatan mahal. Padahal biaya yang mahal ini kita sudah tekan IRR (waktu pengembalian investasi) nya supaya bedanya nggak terlalu jauh dengan yang lama. Kalau yang baru ini kita ikutin dengan IRR yang sama dibanding yang dulu, wah tarifnya bisa jauh lebih mahal.

Jadi bukannya biaya bangun jalan tol di negeri ini lebih mahal dibanding negara lain. Tapi karena biaya konstruksi, apakah jalan tol, bendungan, tahun 2000-an, 90-an, 80-an, ya jauh meningkat dibanding inflasi yang terjadi.

Jadi memang inflasi di negara kita ini sudah sangat stabil. Kan makin kecil inflasi, makin stabil. Tapi sebaliknya cost dari pembangunan masih tinggi. Karena kan inflasi komponennya bukan cuma bahan material bangunan, ada komponen biaya lainnya. Jadi secara agregat (angka) inflasinya bagus, tapi secara cost dari pembangunan itu sebetulnya masih tinggi.

Dengan kondisi bisnis jalan tol di Indonesia saat ini, apakah Jasa Marga ada melihat sentimen negatif di sana?
Di Indonesia, jalan tol itu kan dibangun hampir sepenuhnya oleh swasta. Karena pemerintah tidak cukup keleluasan anggarannya untuk membangun negeri kita seluas ini, sehingga dibikinlah kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau PPP (public private partnership). Sehingga jalan tol di Indonesia ini dibikin bebas nggak bayar karena uang yang membangunnya adalah uang perusahaan dan perusahaan harus dapat laba.

Sehingga bisnis jalan tol ini tidak ringan karena tidak bisa langsung menghasilkan. Biaya membangun selama dua-tiga tahun besar, dan pengembaliannya lama sekali. Cashflownya negatif itu paling cepat lima tahun. Kemudian pengembaliam investasinya paling cepat 10 tahun. Bisa 15 atau 20 tahun. Kayak di Balikpapan, ini pasti lama pengembaliannya karena trafficnya masih rendah. Sehingga bisnis jalan tol di negeri kita memang tidak ringan, sehingga pemainnya juga tidak terlalu banyak.

Kenapa Jasa Marga memimpin di jalan tol, karena memang Jasa Marga regulator. Awalnya kan cuma ada Jasa Marga. Pemerintah melakukan pengelolaan jalan tol melalui Jasa Marga. Kemudian haknya itu ditarik kembali oleh pemerintah tahun 2005. Jadi Jasa Marga hanya perusahaan biasa. Tapi kan kompetensinya sudah terbangun sekian puluh tahun. Jadi yang paling menguasai itu Jasa Marga.

Nah bagaimana bisnis ke depannya, bagi Jasa Marga masih tetap banyak opportunitynya. Karena infrastruktur di negeri kita kan belum banyak dibangun. Jadi masih banyak peluang-peluang ruas lain yang bisa dibangun. Kemudian Jasa Marga sendiri, cari dong bisnis sampingan lain selain tol. Makanya kita sekarang mau mulai konsentrasi di properti.

Bicara tol yang lama pengembalian investasinya, ada nggak tol milik Jasa Marga yang cashflownya tidak sesuai dengan target?
Ada. Jadi yang paling lama negatif itu kalau nggak salah Belmera (Belawan-Tanjung Morawa). Itu dibangun tahun 1986. Jadi karena dulu Jasa Marga masih regulator, mungkin pemerintah mau membangun di sana, meski kurang visible tapi tetap dibangun.

Tapi sekarang Jasa Marga sudah pure korporasi, harus untung apalagi terbuka, jadi sudah nggak bisa lagi bangun ruas-ruas yang nggak komersil. Tapi sekarang Belmera sudah cukup baik, apalagi Jasa Marga sudah menyambungkan dengan tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi (MKTT). Itu sudah makin banyak dan lancar. Sedangkan perkembangan ekonomi negara kita kan sudah sangat baik sekarang, jadi Belmera sudah positif.

MKTT juga kabarnya sepi ya karena tarifnya mahal?
Nggak. Bagus kok trafficnya. Karena orang juga terbiasa dengan Belmera. Yang sudah dibangun sejak 80-an, yang pada tahun itu belum ada aturan naik tarif. Jadi Jasa Marga dulu membangun itu disuruh pemerintah, tapi aturan mainnya belum ada. Makanya konsesi-konsesi lama Jasa Marga itu baru startnya di 1 Januari 2006. Jadi masih 40 tahun sejak itu.

klik selanjutnya untuk melanjutkan

Soal pendanaan, Jasa Marga targetnya berapa lagi yang dibutuhkan?
Konsesi itu kan sampai 2016 baru 590 km. Sekarang sudah 780-an km, sebentar lagi mungkin 900 sekian. Nah itu semua kan biaya. Jadi capex (belanja modalnya) Jasa Marga memang sangat tinggi, investasinya berat banget, dan semuanya dibiayai lewat equity 30% dan debt 70%. Sehingga kalau cuma seperti itu, covenantnya Jasa Marga nanti terlanggar.

Kita punya obligasi dan lain-lain kan punya covenant. Jasa Marga itu debt to equity nya lima. Jadi kita boleh berhutang lima kali dari equitynya. Sekarang sudah 3,3 (tahun 2017). Kalau kita nggak jaga saking banyaknya yang dibangun, ini bisa lewat. Sehingga kita banyak melakukan kreativitas untuk funding.

Pertama, ruas-ruas Jasa Marga yang lama yang pendapatannya sudah stabil itu kita sekuritisasi. Sekuritisasi itu bukan jual tol. Yang dijual itu bukan asetnya, tapi pendapatan ke depan. Jadi investor tinggal lihat, benar nggak yang dijual ini bisa dikembalikan oleh Jasa Marga. Jadi mereka akan lihat historicalnya stabil atau nggak. Kalau iya, mereka mau ngambil.

Kedua, anak-anak usaha Jasa Marga (BUJT) kalau yang sudah bisa membayar bunganya sendiri, tidak ditop-up oleh induknya, dia kita obligasikan. Seperti MLJ itu sudah project bond, sudah mandiri. Jadi dia sudah buka obligasi untuk tenor mulai dari 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun, 12 tahun. Jadi dia sudah nggak dibantu-bantu lagi oleh induknya.

Ketiga, karena dana-dana perbankan dalam negeri yang juga banyak dipakai oleh perusahaan yang lain sudah sesak, kita cari duit keluar. Tapi dirupiahkan, supaya kita terhindar dari risiko beda kurs. Itulah kemarin Komodo Bonds.

Keempat, yang terakhir kita gunakan adalah RDPT. RDPT itu mencari equity di luar, tapi equity itu seolah-olah tidak permanen. Jadi kita menginvite para investor luar untuk masuk mengambil kepemilikan saham Jasa Marga, dengan waktu maksimal 5 tahun, terus Jasa Marga bisa buyback lagi.

Jadi jual sebagian kepemilikan saham tapi tidak permanen. Kita akan buyback lagi selambat-lambatnya lima tahun. Karena dalam lima tahun itu, si ruas tersebut kan sudah berkembang.

Ke depan apa lagi aksi pendanaan yang mau dilakukan?
Ke depan kita akan lakukan project bond, tetap lakukan RDPT, atau kita lakukan dengan dinfra. Dinfra itu dana infrastruktur. Kalau RDPT itu kan hanya equity, kalau dinfra bisa equity, debt atau variasi. Cuma ini masih menunggu izin dari Kementerian Keuangan, OJK.

Tol mana yang mau dinfra?
Kita lihat dulu nih. Kalau dinfra yang duluan keluar, kita lakukan dinfra. Tapi kalau dinfra belum keluar, mungkin kita lakukan RDPT lagi.

Jumlahnya?
Nanti dilihat dulu. Masih dikonsultasikan. Kan baru RDPT. Yang pertama saja baru tahap I.

Sekuritisasi bagaimana?
Mungkin masih agak belakangan. Karena beberapa ruas lama kita ada gangguan-gangguannya. Contoh Jakarta-Cikampek lagi ada pembangunan elevated, LRT. Tol dalam kota kita sedang dalam proses pemrakarsa elevated Tomang-Bandara. Kan ada gangguan-gangguan nanti. Sehingga kalau kita lepas, nanti investor khawatir terganggu trafficnya. Walaupun harusnya nggak kenapa-kenapa karena nggak kita lepas semua pendapatannya seperti yang di Jagorawi. Cuma memang kita lebih milih dulu project bond dan RDPT ke depan.

Butuh berapa dana lagi?
Kalau yang sampai 2019 ini mungkin kurangnya tinggal Rp 60 triliun.

Jadi ruas yang potensial sekuritasi tadi apa saja?
Dalam kota bisa, Purbaleunyi bisa, Jakarta-Tangerang bisa, Surabaya-Gempol bisa. Banyak memang, tapi kita lihat kayaknya lebih pas dulu ke project bond dan RDPT. Karena secara financial marketnya lebih fair.

Banyak pelaku pasar yang khawatir dengan piutang dan arus kas emiten konstruksi sehingga menyebabkan rata-rata harga saham emiten kontruksi turun beberapa waktu terakhir. Bagaimana Jasa Marga melihat ini?

Kita dalam kondisi sangat confidence untuk menghadapi dengan berbagai scheme tadi. Dan kita sudah buktikan, bukan cuma diomongin.

Tapi performa saham Jasa Marga saat ini cenderung turun?
Saya juga nggak ngerti kenapa. Jadi akhir tahun lalu itu 6.700. Saya pikir sudah bisa tembus 7.000. Tapi ternyata akhir tahun itu kelihatannya para pemegang saham tidak happy saat Jasa Marga tandatangan Probolinggo-Banyuwangi. Karena 173 km dan IRR nya kurang bagus. Jadi sepertinya mereka kurang happy dan menganggap Jasa Marga dipaksa oleh pemerintah. Padahal nggak dipaksa kok. Jasa Marga merasa perlu menyelesaikan Trans Jawa ini.

Setelah itu bagus lagi. Nah sekarang buruk lagi, semuanya buruk. Tapi nanti sebentar lagi pasti naik.

Supportnya apa?
Makronya. Kalau yang sekarang turun itu makronya, bukan Jasa Marga. Di luar juga kan ekonomi macam-macam kejadian, itu pengaruhnya. Padahal tadinya kita sudah naik 5.000an lagi. Karena kalau harga saham itu pengaruhnya kan ke makro juga. Mereka bisa ambil lagi dananya, bawa lagi pulang ke negerinya. Tapi ini nggak lamalah makronya jelek.

Ada rencana IPO anak usaha?
Iya dong. Nanti Trans Jawa ini harus di-IPO-kan.

Tahun depan?
Belum. Tahun depan kita masih rapikan betul organisasinya supaya betul-betul efektif pengoperasian Trans Jawa ini. Ini kan pertama kali pengalaman di negeri kita bisa nyambung tolnya.

Apakah 1-2 tahun ke depan?
Nggak. Kalau yang Trans Jawa mungkin 3 tahun lagi.

Klik selanjutnya untuk melanjutkan

Soal rencana Jasa Marga mau kelola secara penuh Trans Jawa sebagai operator bisa dijelaskan?
Trans Jawa ini kan mau beroperasi penuh dan akan sangat panjang dari Barat ke Timur. Dari 20 BUJT yang ada di Trans Jawa, itu 13 punya Jasa Marga. Jadi ada sekitar 65%.

Nah, Trans Jawa ini kan sudah mau selesai. Paling lambat betul-betul tuntas dioperasikan itu di awal tahun depan. Tapi kalau proyeknya di akhir tahun ini. Jasa Marga sudah mengantisipasi itu dengan membentuk PT Jasamarga Trans Jawa Toll Road, sehingga akan dikendalikan oleh satu tangan. Karena Jasa Marga sendiri kan banyak sekali BUJT nya.

Jadi perusahaan ini semacam perusahaan cangkangnya BUJT-BUJT di Trans Jawa?
Betul. Perusahaan itu semacam SPV, seperti perusahaan cangkang. Jadi SPV ini nanti yang menghandle BUJT-BUJT di Trans Jawa.

Tujuannya?
Untuk satu kesatuan koordinasi. Untuk efisiensi dan satu kesatuan koordinasi. Bagi kami efisiensi, bagi para pelanggan nanti kenyamanan. Jadi nggak beda-beda. Misalnya di sini gayanya rock n' roll, di sana gaya slow. Jadi satu tangan, satu standar. Makanya Jasa Marga ingin menguasai lebih banyak lagi Trans Jawa supaya betul-betul satu standar, sehingga pengguna jalan nanti tidak dirugikan, tidak dibingungkan atas gaya operasi yang nanti bisa berbeda-beda.

Berarti berpengaruh ke tarif?
Segala macam. Tarifnya, kondisi infrastrukturnya, efektivitas penanganan di transaksi, efektivitas di rest area. Semuanya. Jadi nggak hanya sekedar di tarifnya. Kalau tarif kan sudah diputuskan oleh Menteri PUPR. Justru bagaimana kita melayani pelanggan atau pengguna jalan sebaik mungkin, jangan sampai nanti kecepatan respons kalau ada kecelakaan, masalah di gardu, nanti bisa satu standar.

Jadi end objectivenya masyarakat akan dapat seperti apa kalau nanti Jasa Marga sudah kelola semua Trans Jawa ini sendiri?
Tidak ada kebingungan untuk masyarakat karena gaya pengoperasian jalan tol yang berbeda-beda. Jadi masyarakat ke tol ini, cepat pelayannnya. Ada apa-apa, datang dereknya. Ada apa-apa, ambulans bisa datang, dan berbagai hal lain.

Mau ke rest area, standar toiletnya begini, mushalanya begini. Jadi standarnya ada, kualitasnya jangan beda. Karena memang kan sebetulnya kompetensi mengelola pengoperasian tol adanya di Jasa Marga. Sehingga kalau misalnya beda-beda yang menghandle, dibanding satu yang handle, akan jauh lebih baik satu yang menghandle. Koordinasinya akan lebih baik, lebih cepat dan lebih sigap. Kualitas kita melayani juga akan lebih baik.

Contohnya arus mudik, pasti kan Jasa Marga yang di mana-mana, padahal nggak semuanya ruas Jasa Marga. Biasanya BUJT lain konsultasi, apakah lewat BPJT, terus BPJT manggil Jasa Marga atau BPJT nyuruh Jasa Marga melihat sudah efektif belum itu penempatan gardunya dan seterusnya. Jadi banyak sekali yang diminta dari kita. Jadi nanti para pelanggan juga mendapat layanan yang maksimal.

Secara biaya investasi, Jasa Marga siapkan berapa untuk akuisisi saham-saham konsesi tol Trans Jawa lainnya?
Sampai dengan sekarang belum ada yang kita akuisisi. Sampai saat ini kita punya 13 dari 20. Kita memang masih berniat mengakuisisi beberapa yang memungkinkan, tapi sampai sekarang belum.

Targetnya sampai kapan mau rampung diakuisisi?
Sebetulnya lebih cepat lebih baik. Sebelum full beroperasi Trans Jawa ini, lebih baik sudah kita handle sebanyak-banyaknya. Cuma kan yang mau melepas dan mengambil kan belum tentu sudah langsung saling cocok.

Ada berapa ruas yang sudah dalam negoisasi?
Ada tiga. Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang sama Pasuruan-Probolinggo.

Klik selanjutnya untuk melanjutkan

Setelah elektronifikasi jalan tol, pemerintah mau berlakukan multi lane freeflow yang membuat pembayaran tol di Indonesia nggak perlu berhenti lagi di gerbang tol. Sejauh ini bagaimana rencana pengembangan elektronifikasi?
Praktis sekarang elektronifikasi sudah 100%. Cuma di ruas-ruas baru ini karena nilainya lebih tinggi, kita masih menunggu batasan isi saldo e-toll. Sekarang kan Rp 2 juta. Nanti kalau Trans Jawa itu jadi, menurut saya kita itu nanti agak repot. Kita sih pengennya nggak kurang dari Rp 3 juta, kalau bisa malah Rp 5 juta. Jadi sudah menjadi kebiasaanlah sehari-hari kalau mau keluar, cek dulu kartu tolnya dan saldonya.

Soal reader kartu tol juga banyak masih jadi keluhan. Bagaimana usaha Jasa Marga?
Memang masih ada kita sadari bahwa beberapa reader itu sudah out of date. Dan itu secara bertahap kita ganti, tapi memang tidak menjadi program sepenuhnya kita ganti karena memang e-toll ini juga akan berubah jadi single lane freeflow. Jadi e-toll ini transisi. Nanti sebentar lagi akan berganti menjadi single lane freeflow. Sehingga untuk mengganti semua pun itu bisa jadi pemborosan. Jadi kita masih dalam proses, kita anggap e-toll ini transisi ke single lane freeflow.

Nah, single lane freeflow nya sekarang pemilihan teknologinya yang masih dipilih. Namanya ini pertama, jadi nggak boleh salah pilih. Jadi koordinasi nggak hanya ke PUPR, bisa juga ke kepolisian, perhubungan, kerja sama mana yang terbaik akan kita ambil.

Jasa Marga akan pilih teknologi yang mana?
Yang memilih bukan hanya Jasa Marga. Ini harus lintas institusi supaya betul-betul mantap pilihannya. Jasa Marga apa yang dilakukan, kita membuat sejumlah trial. Kita buat berupa konsep, seperti yang pernah kita lakukan dengan DSRC dan RFID. Kita juga akan segera lakukan RFID di Bali karena Bali itu tolnya single, nggak connect ke mana-mana. Jadi kita lagi melihat itu, dan silakan para regulator juga mengecek, mana yang terbaik dan mana kekurangannya.

Artinya bukan BUJT yang menentukan mau pilih teknologi yang mana?
Sekali kita pilih, itu kan juga harus bisa connect ke yang lain. BUJT kan sekarang banyak. Jadi tidak boleh Jasa Marga pilih A, tiba-tiba BUJT lain pilih B. Kan nggak connect. Padahal yang namanya jalan tol kan konektivitas. Kalau teknologinya di sini A, di sana B, di situ C, kasihan pengguna jalan. Jadi semua akan diselaraskan, termasuk juga DKI.

DKI juga sampai sekarang kan nggak jadi-jadi. Sudah dari setahun atau dua tahun yang lalu sudah mau tender ERP nya, yang kalau kita masuk suatu kawasan kena charge atau ada biaya. Itu juga belum selesai-selesai. Tapi memang itu masih terus studilah. Studi-studi banding sudah dilakukan, testing berbagai model. Tapi tetap harus duduk bareng.

Sejauh ini pilihan Jasa Marga yang mana?
Masing-masing (teknologi) ada lebih dan kurangnya. Ada yang lebih aman tapi lebih mahal. Ada yang lebih murah tapi kok kayaknya lebih bahaya juga. Jadi plus dan minus. Khawatirnya kan yang namanya teknologi juga kontinuitasnya musti terjaga. Jangan sampai sekarang bermanfaat, nanti-nanti nggak bisa. Itu yang harus dipikirkan.

Jadi hitungan besaran investasi sudah ada?
Belum. Di Jasa Marga kita tahu kalau ini seperti ini, itu seperti itu. Kan ini juga belum diputuskan. Kita sendiri sih sudah punya simulasi-simulasinya seperti apa. Simulasi kalau RFID seperti apa, DSRC kayak apa. Pokoknya ada tiga jenis. Cuma kita tetap menunggu keputusan.

Itu adalah alat di depan yang membaca. Tapi kondisi di belakang, mengurus tagihan ke bank, itu juga sesuatu yang harus diselesaikan. Perusahaan ETC nya juga belum dibentuk. Mekanismenya juga belum diketahui, apakah akan ditenderkan, apakah dilibatkan berbagai BUJT atau plus yang lain, itu belum dibentuk.

Portofolio bisnis Jasa Marga saat ini?
Jasa Marga kan proses bisnis utamanya membangun jalan tol, kemudian mengoperasikan tolnya. Waktu saya baru masuk, jumlah konsesinya kalau nggak salah belum 1.260 km. Sekarang sudah 1.527 km. Tapi dari yang sekarang konsesi 1.527 km itu, waktu saya baru masuk di akhir 2016 itu 593 km, sekarang sudah 787 km yang operasi. Jadi masih ada sekitar 500 km lagi yang harus kita bangun dan menunggu dioperasikan.

Dari 20 BUJT Jasa Marga, yang beroperasi baru 10. Yang 10 lagi masih dibangun. Dari 10 yang beroperasi, yang sudah laba baru dua, yaitu W2 (Marga Lingkar Jakarta) dan Bogor Ring Road. Yang lain masih negatif semua (belum nutup investasi).

Kalau konsesi memang akan terus bertambah. Karena visinya Jasa Marga itu memang menjadi pemimpin di bisnis tol ini karena kompetensinya di sana. Portofolio bisnis di luar jalan tol, memang satu-satunya yang bisa kita angkat itu properti. Kita punya 25 anak usaha, tapi 20 di antaranya itu badan usaha jalan tol, dan 5 nya itu ada Jasamarga Toll Road Operator, Jasamarga Toll Road Maintenance, sama Jasamarga Properti. Nah properti ini yang perlu kita genjot.

Sekarang sudah 787 km yang dioperasikan, dan dari segi pembangunannya banyak juga yang sudah meningkat. Contohnya tahun lalu 31 Oktober 2017 sudah 100% elektronifikasi, sedangkan dari tahun 2009 itu cuma sekitar 20-an persen. Masyarakat kita ternyata kalau nggak dipaksa, nggak mau. Akhirnya keluarlah Permen PU, didorong juga oleh Bank Indonesia, dan akhirnya sekarang sudah 100%. Masyarakat yang tadinya menolak, sekarang sudah merasakan manfaatnya dengan elektronifikasi.

Hide Ads