Pengakuan Sri Mulyani Kerja di Antara Dua Presiden

Wawancara Khusus Menteri Keuangan

Pengakuan Sri Mulyani Kerja di Antara Dua Presiden

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 29 Apr 2019 11:10 WIB
Pengakuan Sri Mulyani Kerja di Antara Dua Presiden
Foto: Agung Pambudhy
Ibu kan dua kali jadi menteri keuangan, era Pak SBY dan Pak Jokowi. Kira-kira enak yang mana?
Dua-duanya saya belajar cukup banyak. Sebetulnya sebagai sesorang yang bekerja dan kita selalu tahu kalau yang kita kerjakan itu sangat penting bagi negara dan bangsa. Maka Anda tidak punya kemewahan. Tapi yang paling penting Anda memiliki sikap, mental untuk siap belajar. Karena yang kita kerjakan itu bukan text book, yang saya kerjakan bukan ngajarin anak-anak di kelas kemudian dipraktekan. Tapi yang namanya keuangan negara, APBN itu dimensi politiknya sangat kental dan memang kekuasaan keuangan tertinggi ada di presiden, untuk menjalankan didelegasikan sebagai bendahara negara Menteri Keuangan tapi juga ke menteri lainnya dalam bentuk spending. Jadi ini menyangkut keseluruhan organ negara, bahkan sampai ke daerah. Jadi saya memiliki pengalaman sedikit dari menteri yang bekerja didua presiden, yang dua-duanya terpilih secara sangat meyakinkan oleh masyarakat dan sekaligus harapan masyarakat.

Waktu dengan Pak SBY harapannya tinggi tiba-tiba didera dengan harga minyak yang melonjak tinggi yang mendekati US$ 100, APBN nya goyang, sehingga kita harus menaikkan BBM dan kita harus lakukan BLT. Presiden melakukan keputusan politik yang tidak mudah, karena tidak ada seorang presiden yang ingin membebani masyarakatnya. Tapi beliau harus memilih antara menyelamatkan ekonomi keuangan negara dengan bagaimana menyampaikan kepada masyarakat.

Presiden Jokowi juga menghadapi situasi yang sama. Beliau menjadi presiden waktu itu dibilang subsidinya sampai 350 (triliun rupiah) harga minyaknya 100 (dolar per barel), begitu menjadi presiden harga minyaknya terjung payung. Sehingga penerimaan negara jatuh pada saat janji membangun infrastruktur banyak sekali. Sehingga dibutuhkan adjusment lagi. Saya kan masuk ke gelanggan menteri keuangan di tengah-tengah game, jadi pemain pengganti, waktu Pak SBY saya menggantikan Pak Yusuf Anwar, waktu di sini saya menggantikan Pak Bambang Brodjo. Jadi dalam hal ini saya menganggap bekerja bahwa saya bekerja dengan dua presiden merupakan suatu privilege dan merupakan kesempatan saya belajar bagaimana mengenai leadership, political ekonomi yang tidak mudah, mengenai tanggungjawab kenegarawanan, dan tentu dari sisi kemampuan sebagai menteri bisa mengamankan jani politik tetpai tepat menjaga kehati-hatian keuangan negara. Saya rasa itu kesan yang saya miliki diantara keduanya. Kalau kesan pribadi setiap pemimpin dilahirkan pada zamanya. Kita mensyukuri saja lha.

Banyak yang menilai Ibu Ani lebih enjoy, tantangan lebih berat, tapi Ibu punya waktu menari, nyanyi, olah raga voli?
Mungkin gaya saja, kalau enjoy sebetulnya sama. Pak SBY itu dulu suka sekali nyanyi, Pak Jokowi mungkin beliau tidak karokean atau nyanyi. Kalau dulu Pak SBY kalau kita kumpul pasti ada yang kena saya ingat banget beberapa menteri yang tidak bisa nyanyi sampai harus ambil les nyanyi, karena dia tahu pada suatu saat akan disuruh nyanyi. Jadi its fun, bedanya dulu medsos belum ada. Jadi orang tidak melihat saya lagi fun atau melihatnya saya waktu di DPR, pidato di mana saja yang tidak fun. Dengan medsos saya menyampaikan kalau di Kementerian Keuangan tidak ada jedanya, jadi kadang human interestnya juga muncul di situ kalau di Kemenkeu yang namanya tradisi Jumat olah raga sudah ada dari dulu, mungkin sekarang karena ada medsos dan KLI saya Pak Frans sangat skillfull jadi dia motret-motret terus upload, jadi bu menteri fun. Kemudian kita melihat Asian Games penutupan, performance bagus, ketika K-POP naik itu anak-anak pada jerit, loncat tinggi sekali, ini orang pada tergila-gila, dan kalau gitu kalau kita yang nyanyi dan nari K-POP anak-anak kita yang masih milenial di Kemenkeu akan exited, makanya kita punya ide yuk nari K-POP, its fun.

Termasuk pakai topi miring itu, apakah keinginan bu ani sendiri atau bagaimana?

Topi miring sendiri, saya beberapa kali di Elekyo Band kalau pakai topi ke belakang, masa saya di panggung pakai topi ke depan kan orang tidak bisa melihat muka kita, jadinya kita belakangin saja. Makanya kalau pakai topi lebih cocok karena pakai celana jeans, baju putih, dan sepatu. Mungkin satu-satunya pada saat zaman Pak SBY tidak ada adalah kita diperbolehkan pakai celana jeans dan baju putih dan baju olah raga.

Artinya dalam soal ini media sosial memainkan peran penting membuat masyarkat bisa mengetahui 24 jam 7 hari itu ngapain saja. Untungnya tidak ada foto saya lagi tidur, Bu Susi pernah, Bu Khofifah juga.

Komunikasi ibu juga sudah Jokowi banget, ke pedagang, sama perajin, termasuk sama anak-anak di tempat penitipan anak itu?

Kalau anak saya memang saya senang anak its soft spot dari hati kita, dulu saya bilang cita-cita ibu yang belum tercapai apa, jadi guru TK (Taman Kanak-kanak) saya bilang. Itu cita-cita saya belum tercapai, makin tua susah juga karena guru TK itu energinya banyak banget, enjoy play with children.

Kalau komunikasi, kan saya perhatikan Pak SBY caranya presentasi, menjelaskan ke masyarkat jadi kita juga adjust, Pak Jokowi di satu sisi materi yang sama beliau ingin pakai bahasa yang langsung direct, jadi kita juga adjust. Tantangan yang berbeda dari dulu dan sekarang adalah sosial media, sekarang ini tidak hanya di sini tapi saat saya di Bank Dunia Chief Economist nya merasa kok semua orang ingin simple, jadi kalau Bank Dunia buat studi yang rumit 500 halaman, media sosial dalam bentuk 140 karakter kata di Twitter, jadi mereka bingung. Jadi waktu saya diminta jadi menteri keuangan saya berfikir keras, kita bicara dengan teman Kementerian Keuangan bagaimana caranya menterjemahkan berbagai informasi keuangan negara ke masyarkat secara biasa. Jadi pertama medianya, dulu website, cetak, tapi itu sangat terbatas sementara orang psikologi market dipenuhi tadi maka kita bilang bikin Facebook, Instagram, Twitter dan bagaimana menpresentasikan dalam bentuk yang berbeda-beda, ada yang infografis, pakai influencer, pakai komik, ada yang saya langsung sendiri ngomong, jadi itulah yang terus kita variasikan.

Satu hal yang buat orang terkagum-kagum ternyata Ibu masih punya waktu untuk keluarga. Kemarin main di Monas sama cucu naik delman?
Iyah, orang hidup berkeluarga pasti butuh lah, masa kerja 24/7 tidak ada aspek keluarganya. Karena kan keluarga merupakan oasis buat kita. Kita tidak mungkin di gurun jalan terus tidak menemukan jeda, jadi ini jeda yang sama seperti tubuh kita yang perlu di re-charge, pikiran kita, emosi kita, badan kita, saya rasa ketemu dengan keluarga dan bermain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu penting.

Cucu saya kebetulan senang sekali naik kuda. Dulu pernah di New york sekali naik kuda US$ 60 mahal banget, saya bilang nanti kalau di Indonesia naik kuda murah dan lebih senang. Jadi saya sudah beberapa kali naik kuda waktu di Monas dan senang melihat suasana, karea biasanya saya kalau di Monas hanya lewat saja waktu mau jalan ke istana, ke kantor saya, butek yah.

Ketika menjadi masyarakat biasa bawa anak, makan lihat orang jual kerak telor, tanya bang kalau telor bebek lebih mahal dari telor ayam, lebih gurih. You become just a normal human dan itu menyenangkan. Ketemu cucu atau anak kecil itu sama seperti menemukan malaikat, melihat mereka bicara, melihat matanya, hati kita adem banget, saya tidak tahu ada nggak manusia yang tidak suka sama anak, kalau saya itu anak it just seperti kita melihat sepenggal bagian surga di dunia. Jadi menutu saya part of manusiawi saja. Jadi saya menganggap itu jeda yang bagus, saya merasa sangat happy dan tidak perlu duit banyak dan yang paling penting itu menimbulkan kesadaran di masyarakat.

Seorang Sri Mulyani pernah nangis nggak sih. Dikatain sebagai menteri pengutang dia malah nyantai saja, malahan bikin puisi, ya ekspresi kejengkelan, pernah menangis tidak?

Ya sering, Ibu saya meninggal bapak saya meninggal, saya selalu menangis ketika anak buah saya meninggal di Lion Air begitu banyak, itu sedih saya. Jadi, saya termasuk orang mungkin terlalu mudah tersentuh untuk hal itu. Tapi kalau dikatain soal pekerjaan karena saya tahu apa yang saya kerjain saya ya sudahlah, malah kasihan sama yang ngatain. Karena i think saya diberikan banyak pahala, katanya kalau orang dikatain saya mendapat pahala. Jadi saya bersyukur dengan banyak hal. Tapi aspek emosional saya sama seperti yang lain, menyangkut nasib orang, sedih kalau melihat anak buah saya yang ibunya berangkat subuh and then dia tidak pernah kembali lagi. Siapa sih yang nggak masih soal itu, i think that tragedi yang kita semua sebagai manusia pasti akan tersentuh.

Terakhir bu, banyak masyarkat mungkin berharap ibu akan tetap terus membantu Pak Jokowi di kabinet, dari sisi pribadi ibu bagaimana?
Saya kalau bekerja itu pasti dengan usaha dan keyakinan. Dalam hal ini pekerjaan sebagai pejabat negara itu suatu pekerjaan yang sangat penting dan tidak ringan, Jadi pertama kita fokus untuk pemilu ini diselesaikan saja seluruh tahapan, kemudian kepada presiden terpilih memiliki kesempatan untuk menyampaikan semua janjinya untuk bisa dilaksanakan. Jadi kita semua sebagai masyarakat membantu membuat Indonesia menjadi lebih baik. Saya kan bagian dari masyarakat, jadi kita mendoakan, mendukung, kita membantu sehingga siapapun yang terpilih itu adalah presiden republik Indonesia. (hek/zlf)

Hide Ads