Tantangan Ekspor-Impor hingga Jaga Harga Pangan di Tengah Corona

Wawancara Khusus

Tantangan Ekspor-Impor hingga Jaga Harga Pangan di Tengah Corona

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 20 Apr 2020 16:27 WIB
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto
Foto: Citra Nur Hasanah / 20detik
Jakarta -

Pemerintah telah menerbitkan relaksasi persyaratan impor terutama untuk alat kesehatan yang digunakan dalam penanganan virus Corona (COVID-19), serta komoditas pangan yang mengalami kelangkaan.

Namun, dalam pelaksanaannya, impor ini tak semulus yang diharapkan. Para importir masih harus menemui hambatan terkait perebutan stok yang diimpor dari suatu negara, kebijakan lockdown, dan sebagainya.

Khususnya untuk komoditas pangan, Indonesia juga akan segera memasuki bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Pada masa-masa itu, permintaan diproyeksi melonjak yang dapat mengakibatkan kenaikan harga. Padahal, sejak awal Maret lalu saja kenaikan harga pangan sudah terasa mulai dari beras, gula, bawang bombai, dan sebagainya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya pangan, ketersediaan stok alat kesehatan (alkes) seperti masker dan Alat Pelindung Diri (APD) pun masih dipertanyakan. Pasalnya, kedua produk tersebut masih sulit ditemukan apalagi jika mengharapkan harga yang terjangkau.

Dalam wawancara khusus ini, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto menjawab sederet tantangan sektor perdagangan di tersebut. Simak wawancara selengkapnya di halaman berikut>>>

ADVERTISEMENT

Bapak Presiden beberapa pekan lalu sudah menyampaikan, ada yang diminta realokasi anggaran, kalau Kemendag apa saja yang dipangkas untuk penanganan pandemi COVID-19 ini?
Ya memang ini, kita melakukan penghematan-penghematan. Terutama memotong semua kegiatan rapat-rapat, kegiatan kunjungan ke luar negeri, dan juga keikutsertaan pameran di dalam dan luar negeri, juga pelaksanaan-pelaksanaan itu sendiri kita tunda sampai tahun depan. Penghematan ini memang cukup signifikan. Selain itu, kita refocusing kegiatan juga dalam rangka program penanganan COVID-19 ini.

Refocusing kegiatan apa saja yang dilakukan?
Kita memberikan bantuan berupa alat kesehatan, kita meninjau ke pasar, memberikan masker, hand sanitizer, chamber box untuk disinfektan, kita memberikan penyuluhan protokol kesehatan. Jadi aktivitas di pasar ini juga harus social distancing ini harus kita jaga. Supaya ini kita melakukan kegiatan perdagangan ini tapi juga harus menjaga kesehatan.

Kita telah memberikan Surat Edaran ke gubernur, wali kota, memberikan edaran agar jam buka atau jam kerja pasar ini termasuk minimarket, supermarket itu untuk tetap beroperasional. Pasar tradisional juga dibuka tapi dengan social distancing. Dan di pasar tradisional juga menggalakkan aplikasi online. Karena pemasaran di sini juga, orang yang di rumah ingin berbelanja dengan aplikasi, dan bisa diantar dengan fasilitas yang ada, dan ini juga kerja sama dengan ojek online. Ini kan peluang kerja juga bagi mereka. Jadi bisnis tetap berjalan.

Beberapa kementerian memberikan relaksasi atau stimulus untuk mencegah dampak Corona terhadap perekonomian. Misalnya Kementerian PUPR memberikan relaksasi KPR. Bagaimana dengan Kementerian Perdagangan?
Memang dalam situasi ini kita membuat regulasi dan juga melakukan deregulasi. Artinya, salah satunya juga merelaksasi impor dan juga memberikan larangan ekspor. Untuk relaksasi impor ini berkaitan dengan alat kesehatan terutama untuk menghadapi COVID-19 ini. Kemudian juga impor kita permudah terutama bahan pokok, salah satunya bawang putih dan bawang bombai. Karena waktu itu harganya sudah tinggi, dan ini tidak bisa dibiarkan lama tingginya agar tidak terjadi inflasi. Relaksasi ini tanpa mempersyaratkan Surat Perizinan Impor (SPI), jadi bebas.

Dengan relaksasi impor ini, pengusaha melakukan impor dan usahanya lebih mudah dan cepat, supaya harga-harga bisa ada penyesuaian.

Apakah relaksasi impor ini izinnya saja yang dipermudah? Artinya cukai ini tetap diberlakukan?
Memang terkait stimulus ini tetap ada kemudahan, tapi kalau ini karena sudah diberikan kemudahan untuk impor, saya rasa tidak ada beban yang terlalu besar lagi. Dan beberapa hari yang lalu saya meninjau di Pasar Cipinang dan Food Station yang merupakan salah satu BUMD DKI Jakarta. Mereka ini memanfaatkan relaksasi impor ini, mereka menanggapi secara positif pembebasan SPI ini.

Karena memang kebijakan-kebijakan ini menciptakan dunia usaha menjadi sejuk. Dengan relaksasi ini kita menyejukkan pedagang-pedagang itulah.

Dalam pelaksanaan impor ini apakah ada keluhan dari para pengusaha? Apalagi di tengah pandemi Corona ini ada produk-produk yang dibutuhkan banyak negara sehingga akhirnya ada aksi rebutan lalu harga beli tinggi dan menyebabkan harga jual di dalam negeri mahal? Sementara daya beli masyarakat saat ini sedang melemah?
Memang ini ada 2 hal, pertama situasi COVID-19 ini dapat memperlambat, tapi tetap bisa berjalan. Kedua, antara demand dan supply. Saat ini demand besar tapi tidak terlalu besar, artinya dalam koridor yang cukup. Walaupun ada kenaikan ini hanya sedikit, tidak signifikan, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar juga masih bisa terjangkau. Dengan adanya relaksasi impor ini justru mempermudah dan mempercepat proses-prosesnya.

Memang beberapa negara agak sulit karena lockdown. Contohnya saja persetujuan impor untuk daging kerbau dari India. Ini sudah diberikan kepada beberapa BUMN. Ini juga kita masih pantau terus kapan atau tanggal berapa selesai lockdown di India. Mudah-mudahan dalam 2 minggu ke depan sudah selesai. Mudah-mudahan di bulan ramadan ini mudah-mudahan tidak ada halangan lagi.

Selanjutnya kondisi stok pangan jelang Ramadhan.

Pekan depan kita sudah memasuki bulan ramadan. Sejauh mana jaminan ketersediaan pasokan bahan pokok dari Kemendag?
Pada dasarnya saya sudah memantau stok nasional, saya menjamin kebutuhan bahan pokok ini terpenuhi pada saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Kami sudah pantau dengan pemerintah daerah (pemda), Satgas Pangan, dan juga pelaku usaha, distributor, importir, untuk memastikan kecukupan menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Saya juga memantau langsung kenaikan harga-harga, misalnya beberapa waktu lalu itu gula. Nah saya akan memantau langsung ke pabriknya, berapa izin impor yang sudah dikeluarkan, dan berapa yang sudah direalisasikan. Memang beberapa minggu lalu terjadi kelangkaan dan harga gula naik. Nah sekarang ini sudah mulai masuk, dan diharapkan dalam beberapa hari ke depan terjadi penyesuaian.

Stok bahan pokok di Indonesia ini akan bertahan untuk berapa lama?
Jadi untuk stok yang ada cukup untuk bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, juga sampai bulan Juni. Karena begini, gula misalnya. Gula ini memang harganya agak tinggi, karena yang seharusnya musim giling jatuh di bulan April ini, ada kemunduran selama 2 bulan. Sehingga kita mengeluarkan kebijakan impor untuk menutupi kekosongan ini.

Karena musim giling baru Juni, dan kebutuhan kita kan per bulan kira-kira 250.000 ton. Jadi kita menambah dengan impor, dan jika impor ini waktunya tidak cukup kita melakukan konversi dari gula rafinasi ke konsumsi sebesar 250.000 ton. Sekarang ini sudah mulai masuk, jadi mulai beberapa hari ke depan peningkatannya cukup tinggi. Pasokannya sekitar 8.000 ton per hari.

Dengan mempermudah izin impor ini, bagaimana antisipasi Kemendag agar relaksasi ini tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab? Bagaimana mencegah agar tidak ada oknum yang mengimpor secara berlebih dan melakukan penimbunan?
Di Kemendag itu ada Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) yang menangani itu. Nah ini, kita lakukan bekerja sama dengan Satgas Pangan. Jadi untuk memantau. Dalam aturannya sudah ada. Kita bekerja sama dengan mereka di lapangan untuk memantau. Jadi ketika ada penimbunan itu langsung ditindak. Dan itu tidak hanya oangan, termasuk dalam kondisi sekarang ini alat kesehatan seperti masker. Ketika harga masker naik, kita akan bekerja sama dengan Satgas Pangan untuk memantau kondisi-kondisi tidak hanya pangan.

Kembali ke pangan ini kita terus jaga, kami terus memantau kondisi di pasar bagaimana kondisi harga, dan nanti kita melihat. Memang tadi benar ada sekelompok yang memanfaatkan dengan situasi sekarang itu secara berlebihan. Untung besar boleh selama tidak menyudutkan orang lain. Sekarang ini sudah untung besar, juga menyudutkan banyak orang, tak hanya 1-2 orang saja. Jadi inilah yang kita atasi secara meyeluruh, tidak hanya di Jawa tapi tempat lain juga demikian.

Beberapa waktu lalu Kemendag sudah melakukan sidak ke penjual-penjual masker. Ini tindak lanjutnya seperti apa?
Untuk masker ini memang produksi dalam negeri. Nah di tengah kondisi COVID-19 ini memang setiap orang ini mewajibkan kita memakai masker, termasuk di rumah, ke luar. Begitu ke luar pasti memakai masker. Memang produksi masker saat ini belum terpenuhi.

Tapi pabrik tekstil yang lesu di tengah COVID-19 ini, garmen dan lain-lain, ini beralih. Dan ini tak hanya membuat masker, tetapi juga alat pelindung diri (APD). Nah APD ini cukup dibutuhkan. Nah tahap pertama ini sekitar 8 juta APD sedang dalam proses produksi. Tapi produksi kita ini bisa dalam beberapa bulan ke depan sekitar 19 juta. Artinya ada kelebihan kalau ini produksinya sudah maksimal. Nanti sudah boleh diekspor. Sekarang pun kita memberikan pengecualian ekspor.

Nah kalau bahan baku ini kan kita peroleh juga dari luar, Korea, Jepang, dan negara lainnya, Kita memberikan pengecualian ekspor, dengan catatan 50% untuk kebutuhan dalam negeri. Paling tidak barang ini ada yang bisa kita berikan ke dalam negeri. Dan ini sudah mereka penuhi baru kita berikan pengecualian, jadi tidak serta-merta kosong. Kita memang butuh juga ekspor untuk menambah devisa. Tapi di sisi lain kita tidak boleh juga tidak dapat sama sekali.

Apakah ekspor alkes ini akan dikecualikan dengan tujuannya ke negara pemilik bahan baku?
Ya kita ada kerja sama juga memang. Kerja sama ekspor ini kan sudah tercantum, misalnya ke Korea. Karena Indonesia-Korea CEPA ini sudah melakukan tanda tangan dan sebagainya, termasuk juga Jepang. Nah ini kita harus patuhi dan hargai, karena kita suatu saat pasti juga butuh mereka. Misalnya ventilator, bahan baku, ini harus dijalin dengan baik. Sebisa mungkin kita terpenuhi, tapi kita bantu juga mereka, timbal balik.

Selanjutnya nasib peternak ayam.

Saat ini stok ayam melimpah. Salah satu penyebabnya orang kan cenderung malas ke pasar, sehingga mungkin stok di pasar kurang terserap oleh masyarakat. Apakah kondisi tersebut benar? Kalau iya, apa antisipasi Kemendag agar peternak tidak kena imbas atau bahkan merugi?
Sekarang yang terjadi baru-baru ini harga ayam memang anjlok, agak turun. Sudah satu bulan terakhir ini.Kita sedang melakukan antisipasi segera. Harga ini kan tergantung supply and demand. Tapi kita di sini pemakan ayam juga, konsumtif kea yam ini besar. Dalam situasi yang sekarang memang tidak menguntungkan. Karena hotel dan restoran ini kan terganggu dengan situasi ini.

Contohnya saja makanan cepat saji yang memang orang datang, beli lalu makan di situ. Tapi sekarang, apalagi dengan PSBB pasti ditutup. Di DKI Jakarta atau Jabotabek maupun Jawa Barat itu kebutuhan ayam tinggi. Contohnya ada restoran yang punya franchise banyak pasti turun. Kedua, itu tidak hanya franchise dari luar, dalam pun sama, tergerus dengan adanya ini.

Ini sedang kita bahas, beberapa hari ke depan ini akan memberikan solusinya, nanti bekerja sama dengan BUMN untuk menyerap ayam di peternak. Solusi ini sudah ada, artinya ayam-ayam hidup ini bisa terserap. Memang penduduk kita banyak, tapi situasi saat ini orang tidak bisa berkegiatan social seperti biasanya. Bertemu, di weekend dan sebagainya. Mudah-mudahan ini bisa teratasi dalam waktu dekat.

Antisipasi yang disiapkan selain bekerja sama dengan BUMN apa untuk menyelamatkan peternak ayam ini?
Itu salah satu opsi yang kita sedang finalisasi di rakortas Kemenko Perekonomian, nanti juga ada beberapa kementerian lainnya. Nanti kita juga akan mengeluarkan kebijakan. Dalam hal ini para peternak memang, sebelumnya kan sudah memprediksi waktu-waktu saat ini demand akan tinggi. Tapi 2 bulan terakhir ini, dengan adanya COVID-19 ini mengubah semuanya. Baik itu kita sendiri, pola kegiatan, pola makan kita, Akhirnya orang makan di rumah.

Solusinya ada beberapa hal nanti kita akan bahas. Bagaimana memberikan solusi cepat. Memang ayam hidup ini bisa diserap, kita sedang membahas.

Bagaimana dengan harga dan stok telur?
Kalau telur supply tidak ada masalah. Harga ini memang di ayam hidup saja. Nanti bisa kita solusikan menjadi ayam potong, frozen, dan sebagainya.

Indonesia punya memiliki pasar-pasar yang keberadaannya ini dibutuhkan secara nasional, misalnya Pasar Tanah Abang. Dengan situasi ini hampir 90% tidak beroperasi. Apakah Kemendag punya solusi atau alternatif untuk pedagang yang tak bisa berjualan di Pasar Tanah Abang? Dan juga mungkin solusi untuk pedagang kaki lima?
Kita ini kan merevitalisasi pasar seluruh Indonesia. Memang dengan situasi ini kita pangkas dan kita tunda. Tapi mungkin tidak 100% kita tunda, karena mana kala situasi COVID-19 ini berakhir katakanlah bulan Juli-Agustus, ya segera, kita harus segera mengantisipasi. Tidak mungkin kita berhemat nanti malah tertunda ke tahun depan. Momentum recovery atau membangun lagi ini memang agak lama. Namun, berkaitan dengan para pedagang ini, atau yang di luar kios, yang berdagang kaki lima karena tidak ada tempat mereka ini pendapatan harian. Solusinya kita memberikan BLT dan juga Kartu Pra Kerja.

Ini sudah ada program pemerintah untuk mengatasi ini. Untuk pengusaha pasar pun diberikan stimulus ekonomi, dari bebas pajak untuk sementara, PPh-nya, ini sudah diatur oleh Kementerian Keuangan dan dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian. Nah ini sudah ada. Artinya mereka-mereka ini sudah dihitung, tinggal mendaftar. Bagi mereka yang terimbas COVID-19, tinggal mendaftar ke program-program tadi di Kemenko Perekonomian.

Di tengah pandemic COVID-19, neraca perdagangan kita relatif oke menurut Menko Perekonomian. Bagaimana tanggapan Mendag sebagai pejabat yang terlibat langsung dalam neraca perdagangan ini?
Memang surplus neraca dagang kita dengan ditopang oleh surplus non migas, ini memang bagus. Ada sektor non migas yang tetap bertahan di situasi COVID-19 ini. Kenaikan ekspor non migas dari Februari ke Maret ini terjadi, meskipun harga rata-rata untuk ekspor Indonesia non migas ini turun. Artinya kenaikan ekspor ini karena kuantitas atau volume, jadi bukan karena harga atau nilai tukar. Volumenya memang meningkat. Secara akumulatif ekspor Indonesia di Januari-Maret itu US$ 41,79 miliar, itu meningkat 2,91% dibanding periode yang sama pada tahun 2019.

Sedangkan impor Indonesia yang Januari-Maret ini mengalami penurunan yaitu sebesar US$ 39,17 miliar, yang membuat pada kuartal I-2020 ini mengalami surplus. Otomatis surplus US$ 2,62 miliar. Sementara ekspor non-migas Januari-Maret juga tercatat baik, yaitu mencapai US$ 29,49 miliar atau meningkat 6,39% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Ekspor Indonesia pada Maret ini juga meningkat 0,3% dibandingkan Februari dari US$ 14,06 miliar menjadi US$ 14,09 miliar. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya ekspor non migas 1,22% yaitu dari US$ 13,26 miliar menjadi US$ 13,42 miliar.

Sementara jika dibandingkan dengan dibandingkan Maret 2019, ekspor non migas juga meningkat 3,38%. Adapun produk ekspor yang mengalami peningkatan di Maret 2020 dibanding Februari, antara lain bijih logam, besi, dan baja, kertas dan karton, serta mesin dan peralatan mekanis.

Sementara pada periode Januari-Maret 2020 dibandingkan periode yang sama di tahun 2019, produk ekspor non-migas yang mengalami peningkatan nilai di antaranya barang tekstil, besi dan baja, mesin dan peralatan elektrik, serta mesin dan peralatan mekanik lainnya. Jadi memang ada peningkatan ekspor non-migas di situasi ini. Karena ada peningkatan volume.

Bagaimana proyeksi ekspor pada bulan-bulan ke depan?
Dengan beberapa bulan ke depan, saya melihat pada situasi ini, karena tetap berjalan. Beberapa negara kan juga mengalami hal yang sama. Tapi tetap proses ekspor dan impor kita tetap berjalan. Artinya, 2-3 bulan ini saya optimistis akan sama. Paling tidak ya, tidak beda jauh. Dan ini memang cukup baik, artinya tidak turun drastis atau bagaimana.

Terkait hubungan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Bulog. Yang kita tahu di masa lalu hubungannya agak kurang harmonis. Ada semacam gesekan atau ketegangan, kalau sekarang seperti apa kondisinya?
Saya meyakinkan, di antara kementerian dan pejabat lain kita ini sinergi. Jadi tidak ada gesekan atau apa pun. Saya dengan Pak Mentan, dengan Bulog menjalin baik. Tidak ada gesekan apa pun, kita ini sahabat. Dalam hal ini, komunikasi ini penting. Kadang-kadang kan kalau kurang komunikasi menimbulkan persepsi yang salah. Jadi bisa ada misunderstanding, miscommunication, tapi ini tidak. Kita juga selalu berkomunikasi dengan Kementerian Pertanian. Ini cukup baik. Kalau ada beberapa hal kita saling komunikasi. Kalau dilihat oh mungkin ada perselisihan, padahal tidak.

Jadi kita langsung saling tanya, ini apa, ini kenapa. Jadi kita bersahabat, dan beliau pun saya respect. Jadi tidak ada masalah sama sekali. Dengan begini kan kita bisa kerja nyaman. Di lapangan ini pasti ada sesuatu yang kita bisa selesaikan. Masalah itu tidak mungkin tidak ada yang tidak bisa kita pecahkan, nah ini kita pecahkan bersama. Apalagi di tengah virus Corona ini, kita harus bergotong-royong, saling bahu-membahu, dan bekerja sama. Termasuk di masyarakat juga. Jadi tidak ada apa-apa, kita berkomunikasi dan bekerja harus lebih baik.


Hide Ads