Kasus sengketa warisan mendiang pendiri Sinar Mas, Eka Tjipta Widjaja belum berakhir. Salah satu anaknya, Freddy Widjaja baru-baru ini kembali menggugat saudara-saudara tirinya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk meminta hak warisnya setelah mencabut gugatan di PN Jakarta Pusat.
Dalam gugatan terbarunya, Freddy mempertanyakan wasiat Eka Tjipta yang dibuat 25 April 2008. Wasiat tersebut dinilai tidak sesuai dengan aset Sinar Mas Group yang ditelusuri mencapai Rp 737 triliun.
Untuk itu, Freddy menggugat lima saudara tirinya mulai dari Teguh Ganda Widjaja, Indra Widjaja, Muhtar Widjaja, Djafar Widjaja dan Franky Oesman Widjaja. Mantan sekretaris ayahnya, Elly Romsiah juga masuk dalam daftar salah satu tergugat untuk meminta merincikan atas harta peninggalan Eka Tjipta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Freddy menunjuk tujuh kuasa hukum sekaligus yang diketuai oleh Fahmi Bachmid untuk memperjuangkan yang dianggap haknya. Kasus tersebut masih terus diproses di PN Selatan dan menunggu sidang perdana pada 2 September 2020. Bagaimana kelanjutannya? Simak wawancara eksklusif detikcom dengan anak bos Sinar Mas.
Simak wawancara lengkapnya di halaman selanjutnya>>>
Bagaimana perkembangan gugatan sengketa warisan? Saya nggak tahu benar atau tidak tahun 2008 itu ayah saya yang bikin di hadapan notaris. Masalah ayah saya benar atau tidak bikin wasiat saya nggak tahu, nggak mau menuduh. Saya hanya mau tahu berapa jumlah keseluruhan dan berapa sisanya. Di situ lah yang akan saya gugat untuk dibatalkan karena bertentangan dengan Undang-undang (UU) Perdata khususnya harta warisan. Setelah saya nanti berhasil membatalkan barulah nanti sesuai dengan petitum kita hitung berapa warisan yang ditinggalkan oleh ayah saya. Yang Rp 737 triliun itu? Jadi tidak sembarangan untuk menggugat seseorang, dan perlu saya tekankan Rp 737 triliun bukan itu yang saya maksud sebagai aset milik ayah saya. Itu hanya referensi, nanti setelah hitung-hitungan di atas meja pengadilan, di dalam ruang sidang, gugatan saya dikabulkan oleh majelis hakim baru kita hitung berdasarkan data yang saya punya maupun hakim yang akan meminta kepada mereka untuk menjelaskan di mana aset-aset milik ayah saya. Jangan main bilang perusahaan ini tidak ada kaitan dengan mendiang ayah saya, segala macam itu hati-hati bicara. Jika ditarik ke belakang, apa alasan Anda sampai akhirnya menggugat saudara tiri sendiri? Jadi kami semua dipanggil satu-persatu sesuai akta wasiat namanya dicantumkan di situ, satu per satu masuk kayak pasien dokter deh istilahnya. Misalnya hari ini ada 10, besok 5, tergantung momennya Pak Indra ada waktu saja. Setelah kami dipanggil satu per satu dan saya menghadap saya hanya menerima Rp 1 miliar. Bahkan yang ajaibnya lagi waktu itu saya nggak terima copy akta wasiat, adik saya yang terima. Di situ lah saya bisa lacak akta wasiatnya itu bagaimana segala macam, sampai saya dapat salinan aslinya. Ternyata akta wasiat itu sudah berubah empat kali, sebelumnya dibuat tahun 2008 nomor 60 itu, di belakangnya masih ada tiga akta wasiat lagi yang saling membatalkan. Nah di Nomor 60 ini disebutkan bahwa saya hanya terima Rp 1 miliar. Terus mereka-mereka ini yang 15 orang Rp 2 miliar, sisanya 13 orang termasuk saya Rp 1 miliar. Kami-kami yang perekonomiannya jauh di bawah mereka hanya terima Rp 1 miliar, itu tidak apa-apa meskipun dari sisi keadilan saja sudah nggak enak didengar. Sekarang yang menjadi masalah adalah berapa jumlah total semuanya? Berapa sisanya setelah dibagikan? Ini tidak pernah dijelaskan. Setelah saya menerima itu saya bertemu dengan pengacara Pak Hotman Sitompul, di situ beliau menjelaskan kalau saya ini sebenarnya ada hak berdasarkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi Nomor 46 2010 menyatakan bahwa saya ini sebagai anak berhak mengetahui semua itu. Lalu dibuatlah legal opini oleh beliau, saya sampaikan kepada Pak Indra melalui sekretarisnya, diterima beliau tapi tidak ditanggapi. Sampai akhirnya saya menunjuk Pak Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum saya, beliau ketemu sama Pak Indra di bulan Oktober 2019 di kantornya beliau terus Pak Indra bilang 'itu uang tunai Ayah saya sudah habis, tidak ada sisanya'. Terus Pak Yusril nanya 'kalau gitu bagaimana dengan aset-aset perusahaan semua?' dijawab beliau 'aset-aset itu kami terima dalam keadaan bangkrut, minus'. Waktu itu Pak Yusril nggak bisa menjawab apa-apa karena beliau tidak pegang data, hanya bertemu silaturahmi. kalau saya muncul di situ mungkin lain ceritanya 'aset dimana yang bangkrut coba tolong jelasin? Saya juga anak saya tahu nih ceritanya. Kapan bangkrutnya? Dimana coba buktikan?' Tapi kan kalau saya maksa begitu tidak pantas karena semua ini hanya bisa dipaksa atau dijelaskan di ruang sidang alias pengadilan. Akhirnya saya mengajukan gugatan setelah saya meminta dulu pendapatan pengadilan, saya dikabulkan di bulan Februari itu awal, setelah itu saya ajukan gugatan tapi akhirnya saya melihat gugatan saya itu yang pertama di Jakarta Pusat kalau saya teruskan itu jadi panjang. Maksudnya panjang prosesnya jadi panjang karena tergugat perusahaan semua. Sedangkan dari sisi mereka tidak mengakui Pak Eka punya saham lah apa lah, saya harus buktikan dulu. Setelah saya temukan buktinya, tapi saya tidak mau jalur ke sana. Itu akta wasiatnya dulu coba jelaskan bagaimana, kita mesti lihat dulu akarnya apa penyebabnya saya gugat ini yaitu akta wasiat dong, lewat jalur yang lebih tepat lah. Lanjut ke halaman berikutnya>>> Apa alasan cabut gugatan di PN Pusat dan pindah ke PN Selatan apa? Apa tidak bisa ganti gugatan di tempat yang sama? Apa harapannya di sidang perdana nanti tanggal 2 September? Apa langkah selanjutnya terkait kasus gugatan sengketa warisan ini? Sekarang mau mediasi? Maunya dibagi rata? Jadi belum tahu juga mau minta hak berapa? Saat ini sudah terima warisan Rp 1 miliar tapi masih kurang, dibalikin nggak? Apakah bu Elly Romsiah terima warisan juga? Anda sudah pernah mengajukan penetapan sebagai anak dan disetujui. Cuma persoalannya orang tua tidak ada akta catatan sipil, apakah mengganggu proses gugatan sekarang? Negara kita ini menganut sistem monogami, perbedaannya antara umat muslim dan non muslim adalah umat muslim kan di KUA, kalau non muslim itu kan catatan sipil. Catatan sipilnya itu kan hanya boleh satu, makanya nggak bisa. Tapi perkawinan sah menurut agama, hanya saja tidak dicatatkan di catatan sipil. Itu lah istilahnya yang benar. Sebenarnya kami ini semua sama cuma nggak ada catatan sipil. Nggak mengganggu proses gugatan ini. Malah yang ngomong seperti itu harus hati-hati. Konsekuensinya lihat saja nanti tunggu saja. Jika saudara tiri kelola aset Sinar Mas, Anda kelola apa dan sebagai apa? Ada berapa? Tapi bagaimana hubungan yang terjalin selama ini dengan saudara tiri lainnya?
Kasus gugatan saya ini kan setelah dicabut dari pusat itu dipindahkan ke selatan. Setelah itu dijadwalkan sidang adalah tanggal 2 September 2020 di PN Selatan dengan materi gugatan yang berbeda, yaitu menggugat akta wasiat yang dibuat mendiang ayah saya selama masa hidup tahun 2008 Nomor 60. Akta wasiat ini yang menutup saya punya hak berapa total warisan yang disiapkan oleh ayah saya atau yang dimiliki oleh mendiang ayah saya, berapa sisanya, kita semua tidak ada yang tahu. Semua di dalam akta wasiat serba misterius tanda kutip.
Rp 737 triliun itu hanya referensi dan saya pernah sebutkan juga bahwa saya pun masih melacak atau menginvestigasi lagi. Masih banyak lagi perusahaan-perusahaan ayah saya, tapi kalau saya belum pegang data akuratnya saya tidak akan munculkan di gugatan maupun dimana pun juga, karena ini harus sesuai dengan hukum semua harus ada hitam di atas putihnya. Sebagai contoh waktu saya masukkan angka Rp 737 triliun itu berdasarkan laporan tahunan yang mereka cetak dari masing-masing perusahaan karena sebagai perusahaan Tbk mereka wajib mencetak laporan tahunan setiap tahunnya dan itu saya dapatkan dan di situlah saya tahu nilai asetnya.
Jadi setelah Ayah saya dimakamkan di bulan Januari 2019, satu bulan kemudian kami dipanggil untuk menerima warisan di Sinar Mas Land Nomor 37 di kantornya Pak Indra Widjaja. Dipanggil satu-persatu oleh Pak Indra Widjaja, di situ disebutkan dia sebagai pelaksana wasiat di akta wasiat nomor 60 itu bersama dengan Ibu Elly Romsiah. Ibu Elly Romsiah sebagai salah satu pemegang wasiat beliau adalah mantan sekretaris dari Ayah saya yang sudah bekerja kurang lebih 53 tahun dan baru pensiun kemarin bulan Januari 2020.
Kita bisa gugat di beberapa wilayah DKI karena yang tergugatnya ada yang berdomisili di Barat, Selatan, Pusat, jadi kita bisa pilih. (Pilih di PN Selatan) itu tergantung kuasa hukum saya yang kasih advice (nasihat) kepada saya. Yang penting buat saya dimana saja pengadilan dimana, yang penting bisa proses saya punya gugatan dan syukur-syukur sesuai bukti yang ada kita dikabulkan gugatan kita. Saya juga sudah pegang bukti-bukti yang di ruang sidang nanti kita keluarkan. Jadi kalau di ruang sidang kita nggak bisa hanya ngomong saja, harus ada hitam di atas putihnya dan itu harus autentik. Seperti contoh laporan tahunan, Anda bantah, berarti Anda membohongi publik. Kalau gitu orang dibohongi semua dong investor.
Selama ini saya sidang tidak tercapai kata mufakat di PN Pusat. Pengalaman di Pusat itu mereka (tergugat) ngotot bahwa ini sudah selesai, wasiat itu sudah habis, baik tunai maupun aset dan tidak tercapai kata mufakat alias mediasi waktu di PN Pusat gagal total. Mereka bahkan bukan baikin saya malah mencemo'oh saya di mediasi itu. Ini gugatannya ngawur katanya, segalam macam. Coba sekarang mereka bisa bilang nggak ini ngawur pas di PN Selatan? Saya tunggu. Emang dia hakimnya? Yang berhak bilang ngawur itu hakim, bukan dia. Jadi yang saya harapkan nanti mediasi atau nggak mediasi, hak saya maupun saudara-saudara saya yang lain semua bisa didapat dengan secara fair, adil.
Tunggu tanggal 2 (September). Tapi saya rasa tanggal 2 kalau sidang pertama baru absensi. Sudah terima belum semua suratnya, siapa kuasa hukumnya, terus nanti kalau sudah komplit ditanya lagi mau mediasi nggak? Kalau mau ditetapkan lah tanggalnya nanti. Waktu itu sebenarnya saya merasa dipermainkan di pusat. Mau mediasi dua-duanya tapi waktu di mediasi saya di cemo'oh.
Lihat kuasa hukum saya nanti. Kalau mau langsung lanjut di persidangan ya mungkin nggak usah mediasi. Tapi kalau kuasa hukum saya bilang kita lewatin dulu tahap ini, ya saya ikut saja. Pokoknya mereka bisa permainkan saya sampai tahap mediasi saja. Setelah itu kan sudah serius punya. Boleh dia bilang waktu mediasi gugatannya tidak berdasar lah, silahkan, monggo yang penting jangan menjelekkan orang.
Bukan dibagi rata, semua itu ada undang-undangnya. Jadi nanti setelah ketahuan berapa nilai harta maupun apa dari ayah saya, baru kita hitung. Di situ lah ada hukumnya, ada undang-undangnya cara membaginya bagaimana itu nanti ada hakim yang memutuskan. Jadi kalau sekarang berapa yang saya tuntut, berapa yang saya harapkan, terlalu pagi. Kita berpikir lebih fokus ke batalin dulu ini yang nggak beres. Kalau ini nggak batal, semuanya sudah nggak ada. Berarti sudah habis saya punya hak semua ditutup. Kalau ada yang bilang saya nuntut Rp 300 triliun nggak benar itu, kecuali ada harta Ayah saya Rp 10.000 triliun itu nggak tau ya.
Nggak pernah saya sebutkan harus dapatkan Rp 50 triliun, Rp 100 triliun atau Rp 30 triliun, nggak pernah ada. Tapi sesuai undang-undang saja. Yang saya mohon ada kedamaian semuanya, beres semuanya, mufakat, atau hakim memutuskan siapa yang kalah, siapa yang menang. Kalau sudah diputuskan mereka harus bayar. Sampai kemana pun akan saya terusin. Mau sampai kasasi MA atau apa, ayok saya ada buktinya kuat.
Ya enggak lah masa saya balikin. Lebih baik saya sumbangkan ke panti sosial atau kemana daripada saya balikin. Satu pun nggak ada yang balikin memang hak kami. Sekarang kekurangannya berapa, gitu dong. Jadi nanti misalnya hak saya Rp 20 triliun, ya potong Rp 1 miliar nggak apa-apa.
Enggak dong. Dia sekretaris. Yang pasti terima uang pensiun 53 tahun ikut mengabdi.
Semuanya cari makan sendiri-sendiri di luar grup Sinar Mas. Saya pernah bekerja di usaha perkebunan pernah, tapi ya namanya pertama kali tahun 1993 waktu saya lulus Master dari Amerika saya balik ke Indonesia saya cari makan dong, saya kerja sampai akhirnya saya punya perusahaan kecil-kecilan sekarang. Dulu saya ada perkebunan, ada kelapa sawit, perusahaan reklamasi, semua kecil-kecilan tapi yang sehat saja sekarang tinggal perkebunan yang di Indonesia, yang lain saya tutup. Tadinya saya ada usaha pasir laut, sedot pasir laut ekspor Singapura. Saya punya kuasa pertambangan (KP) di Pulau Bintan, tapi karena waktu itu ditutup kita nggak bisa lanjutin ekspor lagi.
Saya belum Tbk jadi belum bisa ngomong, ada lah. Sekarang saya lagi fokus di Manila di sektor reklamasi. Tapi karena Manila sekarang lagi lockdown dan juga lagi kasus COVID gini makanya saya ada di sini. Biasanya saya nggak ada di sini, saya ada di Manila.
Biasa-biasa saja. Terakhir contact-an pada saat bagi-bagi warisan itu saja. Ada yang WA lainnya, setelah itu pada menghilang semua. Dulu waktu Ayah kita sakit setiap hari kumpul di Singapura kecuali ada satu orang yang sudah berkewarganegaraan Kanada. Jadi dulu sebenarnya hubungan biasa-biasa saja.
Simak Video "Binaan PT Indah Kiat Tangerang Raih Trophy ProKlim Utama KLHK"
[Gambas:Video 20detik]