Buka-bukaan Nasib Bisnis Penerbangan di Tengah Pandemi

Wawancara Khusus Dirut AP II Muhammad Awaluddin

Buka-bukaan Nasib Bisnis Penerbangan di Tengah Pandemi

Soraya Novika - detikFinance
Senin, 31 Agu 2020 08:30 WIB
Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin
Foto: Rini Friastuti/detikcom
Jakarta -

Industri penerbangan menjadi salah satu yang terdampak paling parah akibat kehadiran pandemi COVID-19. Tak hanya maskapai penerbangan saja berdarah-darah terdampak wabah itu, bisnis pengelolaan bandara juga ikut kena imbas.

Lalu, separah apa pandemi COVID-19 memukul industri ini? Mungkinkah industri tersebut pulih dengan segera saat vaksin COVID-19 yang jadi penentu berhasil ditemukan?

Simak wawancara eksklusif detikcom dengan Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana bisnis AP II berjalan selama masa pandemi ini?

Jadi kalau di situasi pandemi COVID-19 ini bandara harus tetap beroperasi karena bandara tidak boleh di-nonaktifkan atau di-non-operasikan. Hal-hal yang mungkin yang perlu ditata adalah pada saat adakah melayani penerbangan atau tidak.

ADVERTISEMENT

Dan ini sudah kondisinya sudah terlewati pada saat yang cukup sulit pada situasi mungkin April pada saat pembatasan perjalanan orang itu kan terjadi cukup masif dengan berbagai regulasi yang dikeluarkan. Ada PSBB, ada larangan mudik, kemudian juga ada SIKM, karena pada saat itu, April, Mei, dan berakhir di 7 Juni. Pada saat itu pembatasan perjalanan orang kan konsepnya adalah pengendalian dan pengawasan.

Sehingga memang masyarakat pun dihimbau untuk membatasi perjalanannya dan dampaknya kan memang secara penerapan regulasi itu cukup baik terhadap bagaimana kemudian pembatasan perjalanan itu terjadi.

Akan kami sampaikan datanya, bagaimana kemudian, apa yang tadi saya sampaikan itu berkorelasi terhadap pergerakan di data angkutan udaranya.

Ini kami tampilkan data dari tanggal 1 Maret-24 Agustus. Data ini memperlihatkan bagaimana kemudian pergerakan pesawat dan penumpang itu relevan dengan berlakunya regulasi-regulasi tadi.

Kalau kita lihat dari data yang kami punya pertengahan Maret itu sudah terjadi penurunan, itu kan pada saat pertama kali Pemerintah mengumumkan adanya positive cases yang pertama, tanggal 2 Maret waktu itu.

Pada Januari-Februari, angkutan udara itu pergerakannya masih normal, itu bisa diperlihatkan dari grafik batang warna biru muda dan biru tua, itu adalah pergerakan pesawat domestik dan internasional. Yang biru tua penerbangan internasional, biru muda penerbangan domestik.

Dampak Corona ke traffic bandaraDampak Corona ke traffic bandara Foto: Istimewa AP 2

Sedangkan untuk grafik garis warna merah, itu adalah pergerakan penumpang, jadi sampai dengan pertengahan Maret kemudian April turun sampai ke bulan Mei, dan terus berlanjut sampai dengan tanggal 7 Juni. Pada Tanggal 7 Juni adalah masa berakhirnya untuk PM 25 (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2020) dan SE 32-33 Surat Edaran Dirjen Perhubungan Udara termasuk SE 05/2020 dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.

Jadi kita ingin memperlihatkan pada saat pemberlakuan WFH, PSBB, bulan puasa larangan mudik, itu memang masyarakat lebih dihimbau untuk tidak melakukan perjalanan secara masif. Jadi pembatasan pengendalian pengawasan itu terjadi. Dan efektifitas dari regulasi itu sebenarnya berdampak mengerem pergerakan orang, jadi kita melihat dari sisi positifnya seperti itu.

Tapi apa yang terjadi setelah 7 Juni, setelah pembatasan itu dicabut dimana protokol kesehatan tetap dilakukan secara ketat, traffic mulai meningkat. Dari 7 Juni terus berlanjut kemudian ke bulan Juli, terus meningkat sampai di akhir Juli dimana 31 Juli ada Idul Adha, dan kemudian mulai meningkat terus sampai sekarang di 28 Agustus. Jadi boleh dibilang, kalau kita lihat itu trafficnya sudah mulai menanjak, dimana ada pertumbuhan dari bulan ke bulan dari bulan Juni hingga Agustus ini.

Kalau melihat datanya, kita memang terdampak cukup besar pada saat dari Februari ke Maret itu negatif 27,8% month to month, kemudian Maret ke April, pemberlakukan WFH, PSBB kemudian pembatasan larangan mudik, kemudian Maret ke April itu kita negatif 83,8% month to month secara traffic. Kemudian April ke Mei juga kondisinya sama.

Jadi traffic Mei itu adalah titik nadir yang paling bawah yang kemudian Juni take off, jadi take off Mei ke Juni itu growth month to month-nya langsung positif 466,2%. Di Bulan Juni ke Juli itu tumbuh sekitar 135% month to month, kemudian 1 sampai 24 Juli dibandingkan 1 sampai 24 Agustus secara month to month sudah tumbuh 43,8%.

Sekarang itu slot penerbangan itu sudah teraplikasi 40% tapi pergerakan penumpang kalau dibandingkan dalam situasi normal itu baru berkisar di 28-30%. Jadi itu kondisinya. Sekarang kita berharap setelah Agustus nanti September, Oktober kemudian November sampai Desember berangsur-angsur naik. Kemudian asumsi vaksin sudah ditemukan masyarakat sudah tidak merasa khawatir lagi untuk bepergian khususnya dengan transportasi udara. Kita bersyukur karena memang dalam situasi yang masih pandemi seperti ini, pergerakan di transportasi udara khususnya di Angkasa Pura II, itu seperti tadi yang saya sampaikan untuk 19 bandara.

Dengan kondisi yang sudah mulai take off ya harapannya mudah-mudahan walaupun belum pulih seperti sedia kala, pada saat kondisi normal, tapi pergerakannya ini memberikan tanda-tanda positif.

Seberapa besar kerugian yang dirasakan AP II akibat adanya pandemi COVID-19?

Jadi kalau kita bicara dalam konteks kerugian, kita melihat dulu di data produksinya. Jadi data produksi itu tadi kan, produksi di pergerakan pesawat dan pergerakan manusianya atau penumpangnya, jadi memang cukup terasa akibat dari hantaman COVID-19 ini. Karena kan memang yang terdampak dari kondisi ini kan langsung menghantam 3 industri, jadi saya menyebutnya industri 3T, 3T itu adalah travel, tourism, and transportation karena dia saling berkorelasi.

Kita bisa melihat bagaimana efek traffic itu turun dari komposisi pendapatan aero dan non aero AP II, sekarang kita bisa sampaikan ya. Komposisi aero traffic sama di non aero traffic itu di AP II dalam kondisi normal itu posisinya masih kurang lebih sekitar 60% banding 40%.

Jadi di non-aero business kita itu, posisi laporan keuangan terakhir itu sudah kurang lebih di angka sekitar 54%. Jadi di aero business kami itu sekitar 46%.

Jadi komposisi itulah yang kemudian berdampak secara produksi, memang faktanya aero Business maupun non aero business itu saling berkorelasi, karena aero business itu kan dari pergerakan pesawat dan pergerakan penumpang. Kalau non aero business itu seperti business ritel, tenant, kargo dan lainnya termasuk juga mitra-mitra kita yang bekerja di dalam ekosistem bandara, seperti taksi, bis, kerata bandara, taksi online dan lain sebagainya.


Sehingga kalau komposisi yang perbandingan antara non aero kita yang sudah 54% dan aero business kita yang 46%, memang hantaman terbesar kan di komposisi 46% itu tapi kita masih mencoba terus untuk kemudian mengimbanginya.

Kami belum sampai konkret detail karena berdasarkan laporan keuangan kita memang memonitor, kami belum bisa menyampaikan hasil yang non-audited, kalau yang non-audited kita tidak boleh sampaikan, kecuali laporan yang sudah kita submit ke OJK atau ke lembaga-lembaga yang memang kita perlu laporkan.

Kurang lebih seperti itu, tapi paling tidak ada gambaran, komposisi aero business kita itu kebetulan sudah tidak lagi terlalu dominan, kecuali ditahun-tahun sebelumnya dimana aero business kita itu masih sangat dominan katakanlah 60-70% yang aero business yang non aero businessnya katakanlah 30-40%.

Posisi terakhir portofolio AP II di 2019 itu untuk non aero businessnya itu sudah mencapai 54%. Jadi aero businessnya yang sudah tinggal 46%. Jadi memang ke depan AP II perlu memikirkan untuk kemudian terus memperbesar porsi di non aero business. Walaupun tanpa mengecilkan kontribusi atau kue kontribusi dari aero business yang merupakan hubungan AP II dengan maskapai dengan penumpang dan lain sebagainya.

Rencana bisnis apa saja yang tertunda akibat COVID-19?

Sebagian besar rencana business-nya adalah di pengembangan infrastruktur bandara dan itu rata-rata sebagian besar juga adalah di gedung terminal, jadi kalau di Airside Facilities kebetulan projek-projek besarnya alhamdulillah sebelum COVID-19 melanda itu sudah selesai seperti Runway 3 sudah selesai, kemudian east cross taxiway itu sudah selesai.

Kemudian yang cukup besar itu kan pengembangan Terminal 3 dengan penambahan extension di Pier 1, ini juga sudah selesai. Ada beberapa yang memang seperti hotel Terminal 3 kebetulan juga sudah selesai, jadi memang yang cukup berdampak ini adalah beberapa yang memang perluasan atau pengembangan infrastruktur bandara khususnya gedung terminal tapi di luar Soekarno Hatta.

Contoh misalnya di Bandara Internasional Minangkabau, kita sedang perluasan kapasitas, di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru kita juga sedang pengembangan kapasitas, di Bandara Depati Amir di Bangka itu juga sedang pengembangan, perluasan kapasitas gedung terminal. Terus kemudian juga di Bandara Supadio Pontianak kita sedang melakukan perpanjangan runway dari 2.500 meter menjadi 3.000 meter. Kemudian juga ada beberapa bandara-bandara kecil lainnya.

Tapi menurut saya tidak terlalu signifikan dibanding dengan yang tadi saya sebutkan, sehingga hal-hal tersebut, kita memang melakukan rescheduling. Jadi program-program yang kita lakukan itu adalah termasuk dalam fase business survival yang sedang kita jalankan.

Jadi business survival period yang sebenarnya kita lakukan sejak 1 April sampai dengan hari ini. AP II dalam strategi business continuity manajemennya itu menjalankan periode business survival. Kami memperkirakan business survival period ini masih akan berlangsung sampai 31 Desember 2020.

Sehingga, jika kita lihat apa saja yang kemudian menjadi strategi AP II setelah COVID-19 pandemic ini melanda kami melakukan rescheduling untuk penyelesaian-penyelesaian pekerjaan-pekerjaan tadi.

Untuk diketahui, AP II capex-nya tahun 2020 ini yang sudah disetujui pemegang saham itu adalah sebesar Rp 7,8 triliun tapi karena COVID-19 ini melanda dengan konteks tadi business survival tadi kita melakukan 3 hal. Pertama, kita melakukan cost leadership. Kemudian kita juga melakukan penataan cashflow, jadi cash flow manajemen kita sangat ketat. Termasuk juga untuk program-program pembiayaan infrastruktur tadi.

Nah yang ketiga itu adalah capex disbursement yang kita lakukan. Nah capex disbursement ini yang kita lakukan ini cukup signifikan.

Sehingga tahun ini merupakan tahun relaksasi untuk pengembangan infrastruktur dari sebelumnya capex kita yang sudah disetujui pemegang saham tadi Rp 7,8 triliun kemudian kita pangkas hampir 90% lebih menjadi hanya sekitar Rp 712 miliar saja, di mana Rp 712 miliar itu lebih kepada bagaimana menjaminkan untuk proyek-proyek multiyears.

Kemudian juga menjaminkan bahwa pengembangan-pengembangan infrastruktur bandara yang membutuhkan jaminan terhadap compliance ke regulasi 3S+1C. Sehingga safety penerbangan, security penerbangan dan juga service penerbangan itu bisa kita jaminkan.

Oleh karena itu, yang kita potong dan pangkas itu adalah benar-benar program di luar prioritas. Yang direalisasikan adalah program prioritas seperti untuk menjaminkan proyek-proyek yang multiyears yang on going

Bagaimana dengan perkembangan anak usaha AP II selama pandemi ini? Apa saja rencana kerja anak usaha AP II yang tertunda akibat pandemi COVID-19?

Anak usaha AP II itu yang tervalidasi dalam laporan keuangan ada 5 jadi ada AP Solusi, AP Kargo, AP Propertindo, AP Aviasi untuk persiapan strategic partnership untuk Bandara Internasional Kuala Namu dan yang terakhir adalah Gapura Angkasa.

Sementara Gapura Angkasa pemegang sahamnya adalah 3 BUMN yaitu AP II, AP I dan Garuda Indonesia.

Jadi kalau kita melihat situasi anak perusahaan, anak perusahaan yang tadi kami sebutkan berkonsolidasi tadi karena kan memang mereka ini adalah kontributor di non aero business nya AP II. Jadi mereka adalah bagian yang mengkontribusi bahwa aero business revenue stream kita itu yang sudah pada angka yang 54% di tahun 2019. Khusus di tahun 2020 ini, seluruh anak perusahaan AP II sudah mencapai total pendapatan sekitar 1,3 Triliun Rupiah dari bulan Januari sampai dengan Juli 2020.

Jadi kalau kita lihat yang memang memberikan kontribusi cukup besar itu adalah AP Solusi dan Gapura Angkasa. Sedangkan untuk AP kargo, AP Propertindo itu kan relatif masih baru, baru berjalan efektif 3 tahun dan kemudian AP aviasi juga baru efektif kurang lebih sekitar 1 tahunan. Karena memang AP Aviasi disiapkan untuk strategic partnership Bandara Internasional Kuala Namu, jadi memang wilayah operasinya adalah di Bandara Internasional Kuala Namu.

Kalau kita lihat masing-masing portofolionya, AP Solusi ini kan portofolionya dia banyak di passenger services, facility services dan kemudian juga di aviation security, retail dan lain sebagainya.

Untuk AP Solusi yang kira-kira terdampak dengan keberadaan traffic tadi karena aero business kita yang pergerakan pesawat dan penumpang yang turun.

Ini cukup terasa khususnya pergerakan penumpang, jadi passenger service dan portofolio lainnya seperti retail dan juga digital services, jadi 2 portofolio di angkasa pura itu cukup terasa yaitu di passenger services dan retail businessnya. Jadi 2 portofolio itu cukup terdampak karena apa, karena tadi pengaruh dari traffic angkutan udaranya yang memang turun drastis.

Tapi untuk portofolio-portofolio seperti di facility services kemudian juga di aviation security dan juga digital services itu tidak terlalu terasa karena dia tidak terlalu related ke traffic. Untuk yang traffic business related itu yang kira-kira tadi passenger services dan retail business-nya yang terdampak


Untuk AP Kargo relatif aman karena memang dia tidak bersentuhan dengan pergerakan penumpang. Jadi kargo cukup menjadi business primadona di situasi COVID-19 sehingga mereka punya performance yang jauh lebih baik.

AP Propertindo ini juga terdampak karena AP propertindo ini kan portofolionya kan adalah di building management services dan juga di property business di dalam kawasan bandara. Jadi property business di kawasan bandara kan relatif declining karena tadi pergerakan-pergerakan bisnis yang men-support di luar traffic ini kan sangat terpengaruh karena traffic-nya sehingga penundaan-penundaan itu bisa terjadi.

Yang cukup terasa juga di Gapura Angkasa, karena Gapura Angkasa ini kan ground handling operatornya dan bisnis utamanya dia adalah yang berkaitan dengan ground handling pesawat untuk layanan di ground, passenger services dan beberapa unit usahanya seperti kargo dan lain sebagainya. Tapi kalau di kargo sama persis seperti AP Kargo, Gapura itu tidak ada issues yang mereka masih bisa running business nya cukup baik.

Jika kita lihat tadi, apa yang kemudian dijadikan faktor yang kemudian menunda pergerakan bisnis di AP Solusi, AP Kargo, Propertindo, Aviasi termasuk Gapura Angkasa itu termasuk yang pengembangan-pengembangan usaha atau rencana pengembangan usaha yang related ke traffic business.

Jadi yang related traffic kita cukup lakukan penundaan. Seperti contoh AP propertindo ini kan harusnya sudah mengoperasikan hotel itu sejak bulan Juli yang lalu atau Agustus ini harusnya sudah beroperasi, tapi karena dalam situasi pandemi COVID-19 ini dan traffic masih kecil belum terlalu besar, pengoperasian hotel nya terpaksa ditunda dan walaupun secara infrastruktur facility sudah siap. Sehingga lebih kepada untuk menekan biaya operasi. Karena kan kalau dilakukan uji coba sementara traffic masih kecil nanti malah memperburuk situasi keuangan AP Propertindo.

AP kargo relatif tidak ada yang ditunda karena mereka jalan seperti sedia kala, karena traffic kargo masih cukup bagus. AP solusi mereka melakukan penundaan di segmen-segmen portofolio yang related dengan traffic tadi seperti passenger service dan retail.

Jadi mereka berkaitan dengan pengembangan usahanya itu juga cukup hati-hati sekarang seperti passenger service yang mereka lakukan adalah pivoting business mereka melakukan switch business dengan menyiapkan business model yang baru karena business model yang sekarang mungkin dirasa sudah harus disesuaikan. Salah satu contoh pivoting business yang mereka lakukan untuk passenger services dari yang sebelumnya tidak pernah mengelola passenger health services, sekarang mereka masuk ke situ.

Contohnya adalah semua pelayanan rapid test di bandara-bandara AP II itu dilakukan oleh PT AP Solusi dan itu kan sesuatu portofolio baru yang dikelola oleh AP Solusi. Karena sebelumnya passenger service-nya tidak memuat unsur untuk pelayanan passenger health services itu yang bersifat layanan kesehatan untuk penumpang.

Jadi upaya untuk apa yang disebut survival dan juga upaya-upaya untuk melakukan perubahan di business modal maupun produk portofolio service-nya dilakukan.

Gapura Angkasa juga melakukan yang sama, mereka sekarang karena traffic angkutan udaranya cukup turun ya mereka kemudian berpindah untuk memperbesar kontribusi di kargo dan lain sebagainya.

Apa saja upaya AP II untuk bertahan hadapi COVID-19?

Jadi upaya yang paling strategis yang kami lakukan adalah kita menjalankan business continuity management kita secara konsisten dan itu kita berlakukan sejak 1 April 2020 dan skenario itu memuat 3 unsur tadi yang saya sebut pertama adalah cost leadership, kedua capex disbursement dan ketiga adalah cash management.

Upaya-upaya yang kita lakukan dalam konteks cost leadership adalah bagaimana kemudian bandara yang punya fixed cost yang sangat besar ini bisa kita manage dengan baik, jadi fix cost ini cukup berdampak. Kenapa? Karena berapa fasilitas bandara, personil dan kemudian gedung terminal dan lain sebagainya itu kan sudah memberikan sebuah kepastian terhadap biaya-biaya tetap. Kita melakukan penataannya dengan sangat cepat. Itu salah satu di cost leadership kita.

Di cost leadership kita sampai Juli alhamdulillah kita bisa saving sekitar Rp 1,4 triliun dari alokasi biaya yang dialokasikan di anggaran RKAP 2020. Jadi sampai Juli itu kita tidak menggunakan alokasi biaya sampai Rp 1,4 triliun. Sampai bulan Juni, saving fix cost ini sampai sekitar Rp 1,2 triliun dimana per bulan rata-rata savings Rp 200 miliar, sehingga sampai Juli itu Rp 1,4 triliun.

Kemudian dari cash flow manajemen kita lakukan dengan sangat ketat. Capex juga kita lakukan relaksasi sehingga kita bisa fokus hanya di program yang sangat penting saja. Dalam hal ini adalah program-program yang carry forward dan juga jaminan terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan.

Secara umum dalam corporate level strategy kita ada 3 strategy nya, ada directional strategy, ada portofolio strategy dan ada parenting strategy karena kita adalah group company. Pada directional strategy kita ini adalah tahun pertama kali kita tidak menetapkan pertumbuhan sebagai strategy, jadi kita mengubah dengan sangat cepat, per 1 April kita switch dari growth strategy jadi stability.

Apa yang dimaksud dengan stability? yang dimaksud dengan stability adalah kita berusaha semaksimal mungkin tidak terjadinya pertumbuhan negatif yang sangat besar. Kita berupaya untuk menjaga level dari going concern company ini adalah pada level stability. Kita sudah tidak bicara growth strategy karena growth strategy nya kita harus tunda pada saat nanti setelah pandemi COVID-19 selesai kita masuk ke fase recovery kita akan bisa tumbuh lagi dan kemudian kita masuk ke sustainability period.

Kemudian di portofolio strategy kita juga sebelumnya mengkombinasikan portofolionya Angkasa Pura II itu adalah core business. Kemudia Sejak 1 April kita sepakat untuk shifting to the core jadi back to the core business itulah yang tadi saya sebutkan kenapa kami sampai dengan Desember akan mati-matian untuk back to the core.

Jadi program-program dengan maskapai dengan 3 hal yang tadi saya sebutkan, satu adalah memaksimalkan utilisasi slot penerbangan, dua kemudian menghidupkan kembali rute-rute atau destinasi yang sementara di non operasikan itu diaktifkan kembali dan ketiga adalah kita mendorong maskapai untuk meningkatkan frekuensi terbang, itu adalah upaya-upaya untuk back to the core tadi.

Jadi shifting to the core, sebelumnya kita mengkombinasikan antara portofolio core business dengan portofolio adjecent business tapi kita sadar situasi pandemi ini yang kita perlu lakukan adalah fokus kepada core business kita yaitu aero business.

Yang terakhir itu adalah di parenting strategy karena AP II ini secara group company dia punya anak perusahaan yang tadi saya sampaikan. Sehingga sebelum COVID-19 pandemic ini terjadi parenting strategy kita itu adalah strategic guidance kita kepada anak perusahaan dimana AP II lebih memberikan guidance dengan kemudian membuat rencana pertemuan dan lain sebagainya. Tapi dengan situasi pandemi COVID-19 ini kita tidak bisa lagi melakukan itu. Kita melakukan perubahan untuk di parenting strategy adalah kita melakukan strategy financial control jadi pengendalian keuangan yang sangat ketat.

Pergerakan-pergerakan financial di anak perusahaan itu dimonitor secara daily, harian, mingguan, bulanan control nya dilakukan sehingga kita bisa menjaga bagaimana tujuan kita dalam minimal EBITDA positif, misalnya net incomenya tidak bisa positif tapi EBITDA positif harus kita jaga dengan baik.

Apa strategi ke depan untuk pulih dari pandemi COVID-19, baik dari core business AP II itu sendiri maupun keempat anak usaha AP II tersebut?

Sebenarnya strategi secara besarnya, yang telah saya sebutkan sebelumnya di bulan April kita menjalankan business continuity management skenario dan ini framework kita, jadi framework business continuity management kita pertama adalah business survival, business recovery sampai kemudian business sustainability. Periode business survival ini sampai kapan akan berlangsung? tadi saya sebut sampai 31 Desember 2020, asumsinya adalah pada saat vaksin ditemukan status skenario kita itu masih menjalankan business survival. Pada saat vaksin sudah ditemukan asumsi kita adalah di awal tahun atau paling lambat Q I-2021 itu kita sudah masuk di fase business recovery.

Di situ kita sudah membedakan fokus kita, fokus kita sudah beda, kalau fokus kita di business survival itu ada survival tahap 1 ada survival tahap 2, jadi di survival tahap 1 kita fokus ke perlindungan tenaga kerja kita kemudian kita fokus untuk cashflow ketiga kita fokus ke Profit and Loss, laporan laba rugi kita

Kemudian masuk ke new normal, kita bikin komite yang kedua, jadi komite yang pertama itulah business survival inisiatif komite di komite yang kedua di survival tahap kedua di era adaptasi kebiasaan baru kita punya komite namanya new normal initiative committee. Jadi yang pertama business survival inisiatif committee , yang kedua adalah new normal inisiatif committee yang secara konsisten kami akan jalankan secara disiplin sampai dengan akhir Desember nanti.

Harapan kita awal tahun depan kita sudah masuk fase business recovery, fase inilah yang kemudian akan mengubah cara-cara kita dan harapannya traffic sudah mulai membaik karena vaksin sudah ditemukan dan treatment kesehatan sudah bisa berbeda. Kekhawatiran orang untuk terbang itu sudah sangat kecil, jadi mereka sudah bisa seperti biasa untuk terbang dan hal-hal itu akan bisa kami pastikan dapat mendorong traffic.

Di situlah business recovery terjadi. Sampai pada waktunya nanti kalau kemudian situasinya sudah sangat berubah ya kita harapkan sustainability dari business kita bisa berlanjut kembali seperti semula dan kita harapkan itu sudah bisa terjadi di awal 2022.

Kurang lebih seperti itu, ini upaya kita untuk mempercepat. Karena kita yakin industri transportasi udara nasional khususnya di AP II itu kita bisa recovery dengan cepat kalau skenario tadi sudah ditemukan di awal 2021. Kenapa? karena memang traffic kita ini kan sangat didominasi oleh traffic domestic.

Traffic domestic kita ini 78%, traffic internasional kita overall itu hanya 22%. Jadi kalau kita bisa menggerakkan traffic domestik yang 78%, skenario shifting to the normal atau shifting to the core nya tadi itu bisa lebih cepat karena kita traffic yang besar yaitu domestic traffic. Kalau international traffic mungkin kita belum bisa berharap banyak karena sangat tergantung dari maskapai internasional dan negara origin yang menuju ke Indonesia.

Sedikit berbeda dari topik sebelumnya, kali ini soal wacana penetapan 8 bandara Indonesia jadi hub internasional. Bagaimana tanggapannya pak? Kabarnya Bandara Soekarno Hatta dan Kualanamu sudah dibidik jadi hub internasional ya pak?

Jadi yang pertama, AP II secara prinsip sangat mendukung penataan konsep hub internasional itu. Jadi hub internasional itu di AP II kan ada 2, secara geografis menurut kami itu sudah sangat ideal ada di wilayah barat Indonesia itu ada Bandara Internasional Kualanamu dan di Indonesia tengah itu ada di Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Kondisi-kondisi ini membuat penataan konsep hub dan spoke itu lebih tertata kembali, jadi mana bandara yang menjadi bandara hub, bandara penghubung dan bandara yang jadi bandara spoke atau bandara pengumpan. Sehingga jika kita bicara bandara hub dia punya kriteria sendiri dan bandara hub tentu saja tidak perlu banyak. Itulah kenapa untuk AP II dengan 19 bandaranya dengan akan ditetapkannya menjadi 2 bandara hub untuk Bandara Internasional Kualanamu dan Bandara Internasional Soekarno Hatta, kemungkinan besar ke depan kita akan bisa lebih mem-balancing atau mengidealkan pergerakan traffic internasional.

Jadi kalau sekarang kan traffic internasional semua fokus dan tujuannya adalah ke Bandara Internasional Soekarno Hatta. Sehingga dengan adanya penataan hub internasional di Kualanamu itu kita bisa manage tidak semuanya membebani Bandara Internasional Soekarno Hatta. Sebagian traffic internasional bisa kita atur akan menuju atau transit ke bandara internasional Kualanamu. Jadi hal-hal seperti ini memang perlu ditata kembali setelah pergerakan traffic ini di Indonesia cukup tinggi baik pergerakan internasional maupun domestik khususnya. Sehingga program-program inilah yang perlu kita dukung sehingga konsep penataan ruang udara dan pergerakan pesawat bisa menjadi lebih efektif.

Apakah ada rencana perpanjangan landas pacu atau perluasan terminal? Lalu, perkembangannya sekarang sudah seperti apa?

Untuk Bandara Internasional Soekarno Hatta sudah sangat siap karena Bandara Internasional Soekarno Hatta saat ini didukung oleh 3 terminal dengan kapasitas yang sangat besar dan 3 landasan pacu atau 3 runway jadi untuk Bandara Internasional Soekarno Hatta sangat siap dan layak menjadi hub internasional dan itu sudah berjalan bertahun-tahun.

Dan walaupun Bandara Internasional Soekarno Hatta bukan menjadi tourism hub atau penerbangan hub pariwisata tapi lebih kepada penerbangan bisnis dan travelling orang. Tapi dengan kondisi ini secara menyeluruh bandara internasional soekarno hatta siap menampung traffic berapapun artinya traffic nya yang sebesar apapun, soekarno hatta sudah sangat siap karena tadi, sebentar lagi kita juga akan membangun terminal 4 dan lain sebagainya sehingga nanti secara pergerakan traffic angkutan udara baik pergerakan traffic penumpang maupun traffic pesawat khusus untuk di Bandara Internasional Soekarno Hatta sudah tidak ada issues lagi.

Bagaimana dengan Bandara Internasional Kualanamu, Kualanamu sekarang untuk sisi udaranya tidak ada issues karena secara capacity dan facility di airside Bandara Internasional Kualanamu itu dengan cukup 1 runway dan dengan runway yang cukup panjang dengan fasilitas yang baik itu masih mampu menghadapi untuk pergerakan di sisi udara. Bandara Internasional Kualanamu hanya perlu untuk peningkatan kapasitas di sisi terminal karena maksimum traffic yang pernah terjadi di Bandara Internasional Kualanamu itu adalah di tahun 2018 hampir mendekati 11 juta pergerakan penumpang sementara kapasitas terminalnya di bandara internasional Kualanamu itu hanya kurang lebih sekitar 8 sampai maksimum 9 juta.

Jadi ada lack of capacity atau shortage capacity yang memang harus ditanggulangi. Oleh karena itu kembali lagi dalam konteks kriteria bandara hub, saya rasa Bandara Internasional Kualanamu dan Soekarno Hatta sudah sangat dipersiapkan, jadi penetapan oleh pemerintah itu menurut kami sangat layak tinggal mengatur nanti bagaimana bandara-bandara spoke-nya.

Jadi konsep hub and spoke ini kan sudah diatur di dalam peraturan regulasi penerbangan nasional dimana kemudian pemerintah meminta untuk ditata ulang kembali sehingga pengaturannya menjadi lebih baik. Jadi mungkin berapa hal yang tadi kami sampaikan untuk Bandara Internasional Kualanamu dan Soekarno Hatta secara umum dan secara prinsip sangat siap dan layak untuk menjadi bandara hub.

Apa saja kriteria yang bisa membuat sebuah bandara dikatakan layak jadi hub internasional?

Beberapa kriteria yang bisa ditetapkan menjadi sebuah bandara hub satu itu yang sangat menentukan adalah lokasi. Jadi lokasi yang strategis yang dipertimbangkan bisa men-generate traffic dan menjadi tempat transit dari traffic pergerakan itu menjadi satu faktor kriteria penentu.

Tadi saya sampaikan Bandara Internasional Soekarno Hatta layak menjadi hub karena dia ada di ibu kota negara. Jadi aktivitas pergerakan angkutan udara di mana-mana di seluruh dunia ke ibu kota negara itu pasti tinggi. Terus yang kedua dari titik yang berkaitan dengan lokasi secara geografis, Bandara Internasional Kualanamu menjadi layak yang kedua karena dia ada di bagian barat Indonesia.

Internasional Soekarno Hatta. Jadi untuk penerbangan-penerbangan katakanlah misalnya selama ini orang dari sumatera utara dia mau terbang ke Eropa maupun middle east itu sebagian besar pesawatnya ada di Jakarta, di Soekarno Hatta. Sehingga orang-orang di Sumatera dari mulai Sumatera bagian tengah ke utara untuk terbang internasional baik ke Eropa maupun Middle East ataupun China, dia harus terbang dulu ke Jakarta. Itu kan backtrack, dia mundur dulu ke Jakarta terus dari Jakarta baru terbang lagi.

Sementara kalau nanti Bandara Internasional Soekarno Hatta membalancing trafficnya dengan Bandara Internasional Kualanamu dan Kualanamu diberi peran yang cukup besar untuk pergerakan traffic internasional karena sebagai Banadara hub berarti daya dukung dan kesiapan dengan kondisi yang tadi itu lebih optimal. Jadi justru orang yang akan menuju Jakarta dia cukup landing di bandara Kualanamu dan kemudian selesai lanjut dengan penerbangan domestik dari Kualanamu ke Jakarta.

Kalau sekarang kan semua traffic internasionalnya masuk Jakarta. itu yang pertama, yang kedua dari sisi fasilitas catchment area di bandara itu juga menentukan, jadi semakin besar bandara semakin tertata, serta semakin memberikan dukungan catchment area itu berdasarkan kriteria nya adalah yang memberikan fasilitas pendukung. Sarana hotelnya, kargonya kemudian juga pergerakan kegiatan kemasyarakatan di sekitar bandara, adanya komersial area dan lain sebagainya. Jadi saya rasa lokasi strategis itu juga perlu didukung oleh catchment area.

Kemudian sebagai bandara hub kriterianya tentu saja dia memberikan atau memiliki pilihan penerbangan yang cukup banyak, Itu tadi yang saya sampaikan sekarang semuanya orang ke Soekarno Hatta karena Soekarno Hatta memberikan pilihan untuk rute penerbangan yang cukup banyak. Sementara bandara-bandara lain itu masih harus terbang ke Soekarno Hatta dulu untuk terbang ke lokasi-lokasi tadi. Karena dari tempatnya mereka tidak banyak pilihan, sehingga nanti kalau sudah ditetapkan oleh pemerintah menjadi bandara-bandara hub internasional berarti bandara hub itu dia bisa memiliki penerbangan lanjutan yang cukup banyak.

Kriteria seperti fasilitas terminal yang berkaitan dengan layanan penumpang dan layanan transit khususnya layanan transit, karena apa? hub itu kan dia akan melanjutkan penerbangan, menjadi titik pengumpul dan berlanjut ke bandara spoke atau bandara pengumpan. Fasilitas terminal yang mendukung layanan transit itu juga harus dimaksimalkan termasuk juga kapasitasnya jadi jangan kemudian orang transit jadi tidak layak karena berdesak-desakan karena gedung terminalnya tadi tidak memiliki keleluasaan untuk pergerakan penumpang.

Lalu, selain itu, bandara hub itu rata-rata dia harus punya fasilitas untuk mendukung layanan maskapai. Yang paling penting itu salah satunya adalah MRO. MRO itu adalah maintenance, repair and overhaul. Jadi kayak bengkel pesawat, jadi kebetulan kami saat ini sedang menyiapkan untuk pembangunan MRO di Bandara Kualanamu. Itulah yang kami rasa sangat tepat sekali pada saat nanti pemerintah menetapkan Bandara Internasional Kualanamu sebagai Bandara Hub Internasional fasilitas pendukung untuk layanan pemeliharaan dan perawatan pesawat itu sudah siap. Sekarang kan fasilitas MRO di Indonesia kan hanya terbatas ada di Bandara Internasional Soekarno Hatta dan sebagian kecil ada di Bali atau di Batam.

Targetnya nanti kalau bandara itu resmi jadi hub internasional seperti apa?

Ya jadi kalau kita bicara tentang bandara hub itu pasti kan bandara hub itu adalah hub internasional, sebagai bandara hub internasional tentu saja yang disasar itu peningkatan adalah ekspansi traffic internasional. Jadi yang terjadi adalah international traffic expansion. Ekspansi traffic internasional inilah yang kemudian yang bisa berkaitan dengan peningkatan konektivitas dari satu negara ke negara lain.

Kalau diukur terhadap peningkatan bisnisnya tentu saja peningkatan bisnisnya karena tadi sasaran atau objektif utamanya adalah ekspansi traffic, berarti kita akan meningkatkan kapasitas traffic internasional yang ada di bandara tersebut. Saya kasih gambaran umum saja ya, yang tadi saya bilang Bandara Internasional Soekarno Hatta saat ini traffic internasionalnya hanya 28%, jadi 72% domestik dan 28% internasional. Jika kita bandingkan dengan berapa besar yang dimaksud dengan 72% dan 28% itu, kita ambil saja data tertinggi yang pernah terjadi di Bandara Internasional Soekarno Hatta itu adalah 66 juta pergerakan tahun 2018, berarti nanti bisa dihitung sendiri 72% dari 66 juta itu berapa juta jadi 28% dari 66 juta itu berapa juta.

Artinya apa? Artinya kelayakannya idealnya Bandara Internasional Soekarno Hatta sebagai hub itu dia harus paling tidak 40%. Jadi kalau diasumsikan 40% dari 66 juta itu akan ketahuan berapa dengan kondisi sekarang. Hal yang sama itu seperti di Bandara Internasional Kualanamu.

Bandara Internasional Kualanamu itu yang tadi saya sebut, trafficnya itu maksimum sudah mendekati hampir 11 juta di tahun 201, tapi yang terjadi di Kualanamu itu 90% domestic traffic dan hanya 10% traffic internasional, jadi bisa terbayang kalau tadi benchmarknya adalah sebagai bandara hub minimal 40% traffic internasional berarti 10% tadi harus di-upgrade menjadi 40% terhadap 11 juta dan domestik trafficnya kemudian kita bisa maintain tidak lagi sangat dominan 90% tapi sudah mulai turun menjadi kurang lebih sekitar 55 atau 60% Tapi secara kue tetap besar itu kan komposisi rasionya saja, secara kuenya akibat fasilitas dan pergerakannya meningkat ya tentu saja volume traffic-nya juga meningkat.

Berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk menjadikan masing-masing bandara itu jadi hub Internasional?

Kalau bandara internasional tidak ada issues, semua sudah siap tinggal tadi pengaturan saja. Sudah tinggal diatur secara regulasi sehingga nanti pergerakan dan ruang udara termasuk pengaturan traffic itu kemudian diatur atau ditata ulang itu lebih kepada bagaimana regulasi atau instrumen aturan yang akan dibuat oleh regulator dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Udara.

Tapi kalau untuk Bandara Internasional Kualanamu biayanya yang kita sedang concern itu adalah di pengembangan untuk kapasitas terminal dan itu kita lakukan melalui program-program cukup strategis namanya program strategic partnership. Melakukan kemitraan strategis untuk pengembangan tadi.

Manfaat apa saja yang bisa dinikmati negara dan masyarakat nanti dengan adanya hub internasional ini?

Pertama tentu saja kegiatan keekonomian kita jadi jauh lebih baik karena kan traffic internasional ini memberikan nilai pemanfaatan secara bisnis jauh lebih besar dari nilai traffic di penerbangan maupun pergerakan penumpang domestik karena spending power dari penumpang internasional itu boleh dibilang 3x lipat spending powernya penumpang domestik. Jadi kalau kita tadi increase hub internasional itu dengan ambil benchmark kita sekitar 40% dari traffic berarti itukan akan sangat besar, terjadi lompatan secara keekonomian karena traffic internasionalnya dan transit itu jadi lebih besar. Nanti tinggal dihitung saja berdasarkan kalkulasinya tapi paling tidak gambaran umumnya secara keekonomian.

Kedua adalah dalam konteks penataan ruang udara dan pergerakan transportasi udara secara nasional sehingga yang diharapkan fleksibilitas atau movement dari pesawat itu bisa menjadi lebih efektif. Konektivitas antar daerah itu bisa menjadi lebih tertata.

Ketiga saya rasa bagaimanapun terhadap dua hal tadi, reputasi negara menjadi jauh meningkat karena apa? Karena efektivitas dan pengaturannya kan jadi lebih baik ya. Sehingga dapat dihitung bahwa pemanfaatan bandara-bandara ini menjadi lebih optimal dan juga layanan pelanggan atau layanan terhadap pengguna jasa di bandara dengan pemisahan antara hub internasional dan domestik itu menjadi lebih tertata dan lebih rapi lagi.

Strategi khusus apa yang disiapkan agar hub internasional di Indonesia bisa bersaing dengan negara tetangga bahkan jadi nomor 1 di ASEAN?

Konsepnya sih menurut saya harus Indonesia incorporated ya, karena tidak bisa tugas itu hanya ditugaskan kepada bandara saja. Jadi seperti tadi ekosistem transportasi udara nasional ini kan harus bergerak semua pada saat pengaturan dan penataan regulasi itu dijalankan, bagaimana kemudian maskapainya? Maskapai juga harus kemudian tidak hanya berpikir untuk menerbangkan dari titik originasi di Indonesia keluar saja, tapi bagaimana juga membawa traffic dari luar negeri ke Indonesia atau yang kita sebut traffic inbound.

Jadi kombinasi antara traffic inbound dengan kombinasi traffic outbound. Terus yang kedua, karena ini bersifat kolaborasi, jadi berfikirnya harus secara ekosistem sehingga bagaimana kemudian kolaborasi antara airlines dengan airport misalnya. Kalau sekarang airlines dan airport itu masih bekerja dengan kacamata sendiri, ini sudah tidak bisa lagi, karena apa dia harus jadi satu kesatuan.

Titik-titik destinasi pun juga harus menjadi produk pariwisata yang baik. Jadi kalau kita bicara inbound traffic tadi, mendatangkan turis dari luar, bagaimana kesiapan Bali? bagaimana kesiapan Jogja? bagaimana kesiapan Danau Toba? bagaimana kesiapan Lombok atau Manado? dan lain sebagainya. Jadi memang kombinasi-kombinasi secara ekosistem secara bersama-sama. Jangan sampai kemudian aksesibilitasnya bagus, penerbangannya bagus, tapi tidak ditunjang oleh dua hal yang lain yaitu amenitasnya dan juga attraction-nya.

Belum lagi nanti menghubungkan antar daerah pariwisata itu, bagaimana menghubungkan Bali dan Jogja? strategi apa? bagaimana menghubungkan Bali dan Lombok? dan bagaimana menghubungkan Jakarta dan Manado? Jadi ini suatu yang harus disinkronkan bersama.

Kira-kira ada kendala khusus nggak dalam menyiapkan bandara-bandara itu jadi hub internasional? Apa saja? Bagaimana AP II menangani kendala-kendala tersebut?

Saya rasa kendala secara prinsip tidak ada karena tadi berdasarkan lokasinya saja sudah sangat tepat. Bandara Internasional Soekarno Hatta sudah berpuluh tahun menjadi hub internasional karena ada di Ibu Kota Negara kan. Kemudian secara facility dan capacity Bandara Internasional Soekarno Hatta sudah sangat siap, karena Bandara Internasional Soekarno Hatta saat ini sedang dipersiapkan untuk sampai 110 juta pergerakan penumpang dan itu masih punya ruang yang sangat luas di mana sebentar lagi kita juga bangun terminal 4 dan lain sebagainya.

Untuk Bandara Internasional Kualanamu saya rasa secara letak geografis sudah sangat strategis dan dia bisa compete langsung dengan bandara di sekitarnya ada 3 bandara di dana yang bisa langsung direct compete satu adalah Changi kedua adalah KLIA, dan ketiga adalah Suvarnabhumi di Thailand.

Bagaimana kemudian memposisikan Kualanamu semenarik itu dan kemudian bisa bersaing dan memberikan layanan-layanan yang bisa memiliki nilai tambah. Kalau tadi tentang perluasan kapasitas terminal yang masih terbatas saya rasa itu hanya persoalan untuk mengembangkan infrastruktur bandara.

Seperti apa perkembangan pembangunan terminal 4 sekarang?

Terminal 4 sekarang sedang penyelesaian untuk proses design planning. Desainnya ada 3 kategori desain satu adalah Conceptual Design, yang kedua adalah Basic Design, yang ketiga adalah Detail Engineering Design.

Kami sedang memproses untuk menyelesaikan itu dan harapannya itu di sekitar Februari 2021 seluruh 3 kategori desain tadi sudah selesai dan rencananya untuk pembangunan dan pembiayaan terminal 4 itu juga menggunakan konsep atau pola strategic partnership atau kemitraan strategis.

Targetnya rampung kapan?

Sebelumnya kan kami menargetkan itu bisa dipercepat selesai di 2023, tapi karena dengan situasi pandemi COVID-19 ini ada pergeseran, karena kita mendiskusikan bahwa kemungkinan untuk proses pembangunannya agak sedikit tertunda, karena kan sebelumnya dengan konsep self financing, kemudian kami rubah menjadi project financing atau partnership strategies jadi kemitraan strategis.

Itu yang kemudian ada penundaan dan agak mundur sedikit, jadi kurang lebih kita akan bisa mulai di Januari di 2022 dan akan selesai di pertengahan 2024.

Kendalanya apa saja?

Kendalanya apa saja? Pertama adalah adanya penurunan traffic, penurunan traffic itu kemudian kita harus kalkulasi ulang. Yang kita kalkulasi ulang seberapa besar capacity atau kapasitas yang layak, karena terminal 1 sedang dilakukan revitalisasi, terminal 2 pun sekarang sedang berjalan juga revitalisasi, jadi projek revitalisasi di terminal kita ini kan ada di terminal 1C dan terminal 2 F.

Pada saat itu sebelum pandemic, sebelum Corona kan memang kita paralelkan kegiatannya karena trafficnya sudah sangat besar. Tapi karena adanya penurunan traffic, ya kita akan tata ulang dan kemungkinan untuk terminal 4 akan kita bangun secara bertahap. Inilah yang kemudian kita konsolidasi ulang untuk bagaimana kemudian perencanaan itu bisa optimal dalam situasi di tengah



Simak Video "Momen Cium Tangan dan Kawal Bahar Smith Bikin 3 Petugas Bandara Dipecat"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads