Realisasi ekonomi Indonesia sepanjang kuartal III-2020 lalu kembali mencatatkan pertumbuhan yang negatif 3,49%. Sebelumnya, pada kuartal II-2020, realisasi ekonomi Indonesia juga minus hingga 5,32%.
Capaian minus dua kuartal berturut-turut itu, membuat Indonesia resmi resesi. Ini adalah pertama kalinya Indonesia masuk jurang resesi sejak 1998 lalu.
Lalu, apa sih kira-kira yang menjadi pemicu jatuhnya RI ke jurang resesi?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Komite PC-PEN) Raden Pardede, salah satu pemicunya karena sekelompok masyarakat kalangan menengah ke atas sejak awal pandemi COVID-19 itu pada mengerem belanjanya. Hal itu berpengaruh pada konsumsi secara menyeluruh, hingga akhirnya membuat RI resmi resesi.
Namun, ada banyak faktor-faktor lainnya yang juga turut mempengaruhi hal tersebut. Untuk itu, simak wawancara eksklusif detikcom dengan Raden Pardede di bawah ini.
Bagaimana pandangan Raden Pardede terhadap realisasi ekonomi RI kuartal III-2020 itu?
Memang mengenai penurunan ekonomi kita sudah kita expect, penurunan ekonomi artinya kontraksi yang terjadi ini bukan sesuatu yang mengejutkan, karena memang sejak pandemi COVID-19 ini dilakukan, jelas pertama adalah pemerintah secara khusus waktu itu di kuartal kedua contohnya membuat satu aturan-aturan supaya jangan bepergian, ya namanya lockdown PSBB kan dampaknya tidak ada kegiatan, kalau tidak ada kegiatan ya kita mengalami penurunan kegiatan secara signifikan. Nah pemerintah melakukan itu adalah dalam rangka memang niatnya baik untuk melindungi rakyat supaya tidak terpapar.
Itu satu, jadi akibatnya memang kalau kita lihat dampak dari itu, itu sangat signifikan memukul perekonomian kita, kegiatan tidak ada, kalau kita lihat di kuartal kedua memang minus 5,3% kan. Jadi kontraksinya sangat luar biasa dan kalau kita lihat lebih jauh lagi sebetulnya adalah bahwa tempat-tempat wisata, tempat-tempat kita bepergian itu mengalami kontraksi jauh lebih hebat lagi. Contohnya kalau kita ke Bali itu okupansi rate nya dia di hotel itu tinggal 3% an - 4% bahkan banyak hotel yang sudah tutup. Banyak restoran yang sudah tutup di sana sekarang ini, jadi hotel pun tidak berfungsi tutup sudah kemudian restoran tutup, kemudian seluruh yang men-supply ke sana juga tutup.
lanjut ke halaman berikutnya
Itu karena memang lockdown itu. Jadi itu saya katakan pemerintah melakukan pelarangan PSBB contohnya di Jakarta dan beberapa tempat di Indonesia ini. Tentu kegiatan drop. Kedua adalah karena ketakutan daripada si rumah tangga itu sendiri, kita-kita ini takut bepergian juga. Ke mall pun juga berkurang. Gamau ambil risiko. Itu namanya precautionary motive, jadi motif berhati-hati. Untungnya tidak belanja.
Nah itu yang kita lihat sekarang ini, kelompok-kelompok yang terutama yang berpendidikan, kelompok yang berpendidikan yang sekolahan, yang elite-elite ini, yang punya uang pada saat yang sama, mereka tidak belanja, mereka mengerem belanjanya. Akibatnya memang tabungan mereka naik, kalau kita lihat dana pihak ketiga di bank itu naik. Sementara kredit turun. Kredit turun tabungan naik. Nah itu yang terjadi, jadi belanja tidak ada. Menurun sangat tajam, itulah yang berpengaruh saya pikir dan itu kita expect di kuartal II. Di kuartal III kalau kita lihat kemudian masih terus berlanjut. Kenapa? Karena kembali kelompok menengah ke atas yang punya uang ini juga belum belanja.
Jadi kalau kita lihat kenaikan tabungan di bank itu naiknya luar biasa. Bisa dibayangkan kenaikan tabungan di bank itu hampir Rp 300 triliun dalam tempo beberapa bulan dan mereka itu tidak belanja baik itu tidak belanja artinya belanja barang konsumsi maupun mereka tidak berinvestasi dulu sekarang ini. Mereka menunggu sampai dengan masa pandemi ini bisa diatasi sepenuhnya.
Jadi maksud saya di situ kalau di kuartal II kita sudah pahami itu akan drop luar biasa karena kita melakukan lockdown dan kemudian pandemi ini masih berlangsung jadi kita tau bahwa kita belum akan pulih sepenuhnya sampai pandemi ini, tapi kita sudah melihat memang kuartal III karena sudah mulai ada pengalaman kita sudah mulai tau mengatasinya.
Ada learning process, proses belajarnya. Karena pemerintah juga di manapun kebingungan bagaimana mengatasi pandemi ini di awalnya. Jadi nggak ada kita yang bisa sok tau bilang oh saya bisa ngerti ini mengatasi ini, wong terakhir kejadian seperti ini adalah tahun 1918, itu pada saat disebutkan dengan Flu Spanyol. Jadi kita itu belajar, negara lain belajar, apa yang kita lihat sekarang seperti Eropa, Amerika pun kan sudah babak belur juga, Brazil, Rusia babak belur juga.
Kita okelah, kita mungkin tidak terlampau baik dibandingkan dengan China, tidak terlampau baik dibandingkan dengan Taiwan, karena mereka itu kenapa? Mereka sudah terbiasa mengalami hal seperti ini. SARS kan di sana. Mereka sudah terlatih. Kemudian sistem manusianya juga beda. Pemerintahan beda. Kalau di sana dibuat dengan cara otoritarian bisa.
Jadi kita jangan bandingkan, kita dengan China, kita dengan Vietnam. Kalau tadi Taiwan itu mereka sudah sangat disiplin, manusianya disiplin. Korea juga begitu. Jadi kita maksud saya, kita harus menyadari kita itu beda, nggak sama dengan negara lain tidak bisa disamakan.
Tapi yang bisa dibandingkan mungkin dengan negara-negara Eropa. Eropa parah juga. Kita lihat negara-negara di Amerika Latin, India, AS pun parah. Itu dia. Jadi yang saya maksudkan pertanyaannya adalah bagaimana Anda melihat kuartal III ini? Jelas ada perbaikan dibanding kuartal II. Jadi kita sudah rock bottom artinya kita sudah hit yang paling dasar itu di kuartal II.
Itu akan naik lagi di kuartal IV. Karena kita lihat data-data indikator itu, kita lihat itu lebih baik di kuartal IV jadi kita lihat misalkan belanja mulai. Orang kan mulai lama-lama juga ini 'eh jangan-jangan saya mulai bisa atasi nih' kalau dia disiplin dengan pakai masker, kemudian jaga jarak, oh ternyata saya bisa mulai melakukan kegiatan. Intinya sebetulnya kalau tidak ada kegiatan tidak ada pergerakan ekonominya ya ekonominya akan kontraksi. As simple as that sebetulnya.
Pola belanja masyarakat kini sudah mulai beralih ke sistem online? Apakah itu tidak membantu peningkatan ekonomi RI?
Enggak. Artinya begini, ada pengereman berarti turun kan dia. Pengereman orang untuk belanja. Karena ada berhati-hati, ada ketidakpastian ini sampai kapan. Jadi itu yang saya sebutkan tadi orang yang mengerem belanja itu mengakibatkan tabungannya naik terutama yang upper income group, middle ke atas.
Kalau yang menengah ke bawah itu mereka masih bisa. Artinya mereka itu apa yang dilakukan oleh pemerintah, terutama kalau kita lihat pemerintah itu sudah lebih baik lagi menangani COVID-19 ini di kuartal III- IV makin disiplin makin tau menanganinya. Ini yang saya sebut learning by doing. Karena tidak ada yang bisa mengklaim dia pengalaman mengatasi krisis seperti ini.
Saya sudah ketiga kali ikut mengatasi krisis. Krisis yang ini sekarang totally different. Jadi saya harus belajar lagi bagaimana ini. Karena krisis itu ternyata berbeda. Krisis kali ini. Jadi yang saya maksud di situ adalah kemudian tadi kita mulai bisa mengatasi kesehatan ini. Tidak sepenuhnya berhasil seperti Singapura. Tidak sepenuhnya berhasil katakan seperti Taiwan.
Tapi kita sudah jauh lebih confident sekarang mengatasinya. Masyarakat juga akhirnya lebih confident dia mulai berani. Berani itu penting untuk dia kemudian melakukan kegiatan untuk misalkan sudah mulai jalan-jalan, ke Bogor, ke apa itu lho, sudah mulai kan. Kalau dulunya awalnya kita sama sekali tidak berani. Tidak ada kegiatan. Nah kalau tidak ada kegiatan ekonomi tidak jalan juga. Demikian juga di dalam program pemerintah.
Di awalnya kalau kita lihat program pemerintah itu perlindungan sosial, program-program pemulihan ekonomi nasional itu sangat lambat sekali. Kenapa seperti itu, karena data-datanya pun belum ada. Belum beres data kita.
Kita belum pernah mengalami krisis yang sebesar ini yang kita harus berikan bantuan sosial secara masif. Oleh karena itu, kemudian di kuartal III-IV kita makin bagus.
Sekarang kalau kita lihat bagaimana pencapaian kita untuk penyerapan perlindungan sosial itu 85%-90% (sampai akhir Oktober). Jadi sampai akhir Oktober kemarin itu perlindungan sosial itu 86-87% Jadi ini sangat baik sekali gituloh.
Jadi maksud saya di situ adalah kita artinya pemerintah pun makin lama makin bisa mengatasi ini kemudian masyarakatnya pun sudah mulai lebih yakin dan kemudian mereka sendiri pun makin bisa melindungi sendiri. Apapun alasannya itu kan berpengaruh seperti yang kita sebutkan tadi. Jadi itulah yang menjelaskan kenapa ada perbaikan di kuartal III dan bahkan akan lebih baik lagi kita lihat di kuartal IV.
Bagaimana kondisi ekonomi di Kuartal IV-2020 nanti? Apa saja yang akan dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi sebelumnya?Nah, ada dua hal. Pemerintah akan tetap melakukan stimulus fiskal ya kan. Itu sudah jelas itu. Kemudian yang kita lihat kenapa kita lebih optimis juga kalau kita lihat juga adalah kepercayaan dari si rumah tangga tad yang mulai dia bisa keluar. Mulai berani dia bepergian. Itu sebetulnya menciptakan momentum untuk menggerakkan ekonomi. Yang ketiga kalau kita lihat like it or not bahwa ternyata sektor pedesaan kita, sektor pertanian kita, kemudian sektor komoditas, kita lihat itu cukup baik.
Pertanyaan kita pedesaan itu sebetulnya tidak terlampau berpengaruh banyak. Ada dampaknya tapi pengaruhnya tidak seperti di perkotaan. Kita lihat saja misalkan dari PDB itu sektor pertanian masih tetap bisa bertumbuh.Karena kalau sektor-sektor di perkotaan memang mengalami penurunan. Yang berikutnya juga kalau bisa kita lihat datanya bagaimana harga dari CPO yang membaik.
Orang yang bekerja di CPO dan juga turunan-turunannya itu yang bekerja itu sekitar kalau kita lihat dampak keseluruhan dari palm oil itu, saya pernah hitung antara 15-20 juta rumah tangga, pekerja mungkin sekitar 5 jutaan tapi kan kali 4 itu menjadi segitu.
Jadi berdampak sangat signifikan. Dan kalau kita lihat harga CPO sekarang itu di atas 700. Itu yang jelas membuat kita lebih yakin di kuartal ke-4 ini baik karena stimulus fiskal yang terus dilakukan oleh pemerintah, kemudian juga penyerapan dari anggaran pemulihan ekonomi nasional juga yang terus lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya karena kita learning by doing seperti yang saya katakan tadi itu.
Kemudian ada keyakinan daripada konsumen-konsumen tadi itu, rumah tangga tadi itu baik terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah dan juga ada kenekatan-kenekatan tadi. Itu kenekatan itu baik kalau orang sudah takut dia menjadi pesimis ya dia tidak belanja ya ekonominya ya sudah akan kontraksi. Nah itulah yang menjelaskan kenapa di kuartal IV ini kita lihat lebih baik.
Lanjut ke halaman berikutnya
BMKG mengingatkan Desember ini akan terjadi puncak La Nina sehingga akan mengancam khususnya di sektor ketahanan pangan. Bagaimana pemerintah mengantisipasi kemungkinan itu?
Ini memang kalau sudah La Nina ini is another problem lagi. Yang saya katakan tadi adalah tren apa yang akan kita usahakan, kita lakukan untuk melihat bahwa ke depan ini pemulihan ekonomi nasional ini bisa lebih baik. Kalau La Nina nanti terjadi apa yang kita lakukan, ya kita mungkin juga harus melakukan perbaikan di sana sini di dalam sektor pertanian ini walaupun nanti terjadi artinya persoalan iklim yang sangat ekstrem yang menjadi persoalan adalah biasanya maka kita bisa kekurangan bahan pangan sementara.
Ya seperti hal kalau sudah seperti itu mungkin kita terpaksa harus melakukan impor terhadap barang bahan utama kita untuk sementara. Tapi disisi lain sekarang ini pemerintah sudah merencanakan untuk yang lebih jauh. Di mana pemerintah sekarang ini kalau kita lihat apa yang dikatakan oleh Pak Presiden, pak Menko juga mengatakan bahwa mulai mengarah kita membuat food estate. Jadi supaya kita memang memodernisasi juga sektor pertanian kita yang bisa memproduksi lebih banyak secara produktif. Jadi nggak bisa lagi kita hanya mengandalkan petani-petani tradisional ini. Kita harus lebih memodernisasikan sektor pertanian kita supaya lebih produktif.
Itu akan kita lakukan mulai tahun depan dan ke depannya lagi. Kita lihat apa yang sudah mulai dicoba di Kalimantan Tengah. Apa yang juga sudah kita lihat di Toba Hasundutan di kampung kami itu. Nah itu adalah membuat lahan pertanian yang dikelola secara besar-besaran. Tetapi itu adalah tanah mungkin yang satu dua hektar atau lima hektar tapi karena dikelola secara bersama-sama itu menjadi seperti industri jadinya tidak dikelola sendiri-sendiri tapi dikelola secara bersama-sama. Hal-hal inilah yang mungkin yang harus terus dilakukan karena tanah kita sangat subur kok.
Tinggal kita mengelolanya secara produktif lebih modern. Itu sebetulnya yang kita harus lakukan untuk mengantisipasi hal-hal seperti La Nina ini.
Kuartal IV-2020 kabarnya untuk stimulus fiskal tetap akan diberikan, berupa apa saja selain yang sudah dilakukan?
Masih akan sama. Jadi sama itu adalah satu seperti yang sudah kita lakukan selama ini adalah yang kita sebutkan perlindungan sosial. Jadi perlindungan sosial itu awalnya kita rencanakan 203 triliun. Jadi ini ingat bahwa pagu awalnya itu Rp 203 triliun ini dibuatkan PEN ini adalah di bulan 5. Jadi baru bulan 6 baru dilaksanakan ini.
Jadi jangan dibandingkan dengan bulan Januari ya, karena bulan Januari belum ada ini. Yang awalnya itu kita buatkan itu adalah Rp 203,9 triliun sekarang kita tambah dia menjadi Rp 233,9 triliun jadi hampir Rp 240 triliun. Rp 232 triliun bahkan mungkin Rp 242 triliun ini. Nah ini akan terus. Kenapa? Karena kita tahu yang paling terkena dampak ini adalah kelompok yang menengah ke bawah. Kelompok yang paling miskin. Kalau kelompok yang kaya tadi, yang disebutkan di awal, ya ga perlu ditolong, malah mereka tabungannya masih ada.
Nah kelompok-kelompok yang ini, kelompok menengah ke bawah ini mereka sama sekali tidak punya tabungan. Jadi kalau dia tidak bekerja ya sama sekali tidak punya pendapatan. Bahkan untuk membeli kebutuhan yang sangat esensial untuk kebutuhan sehari-hari pun kurang. Nah itu lah yang benar-benar ditolong oleh pemerintah secara masif. Itu masih terus dilakukan.
Yang kedua adalah kelompok UMKM. Kelompok UMKM itu diberikan bantuan sosial atau bansos produktif. Diberikan kepada mereka, memang belum terlampau besar ya diberikan Rp 2,5 juta gratis untuk modal awal mereka itu jadi buat ibu-ibu rumah tangga, ya untuk misalkan buat gorengan, masakan di rumah kan dengan modal itu, itu bisa bergulir lah kita harapkan begitu. Kita sekarang akan berikan itu untuk 11 juta UMKM bahkan mungkin diperkirakan dari tempatnya pak Teten bisa sampai 12 juta UMKM. Bahkan ini juga akan di-pairing dengan KUR yang bunganya juga rendah.
Itu akan terus dilanjutkan. Itu dua hal itu yang paling besar sebetulnya. Ada lagi program-program berikutnya adalah sebetulnya program yang kita sebut padat kerja. Cuma kan program padat kerja ini belum bisa sepenuhnya kita lakukan karena memang kita khawatirkan juga kalau melakukan itu secara masif, akan ada infeksi kan.
Jadi program padat karya ini baru bisa kita lakukan itu secara signifikan secara masif nanti kira-kira semester pertengahan tahun depan sesudah kita bisa melakukan vaksinasi, dan sudah cukup signifikan baru kita bisa menggulirkan lagi program padat kerja ini. Jadi bantuan-bantuan yang sangat-sangat sederhana yang esensial, itu yang bisa kita lakukan. Yang bisa dilakukan sendiri oleh rumah tangga atau UMKM tadi itu.
Kemudian juga ada program yang kita berikan program restrukturisasi perusahaan. Memang jumlahnya tidak terlampau besar, mungkin belum banyak yang memakai ini. Ini akan terus kita pakai terutama ini untuk kelompok juga bukan kelompok yang kaya sekali. Tapi kelompok yang relatif dia menengah ke bawah juga.
Untuk kelompok yang atas yang diberikan sebetulnya adalah program biasa. Di mana kita berikan mereka itu bersama-sama dengan OJK mencoba merelaksasi supaya lebih mudah melakukan restrukturisasi dan juga kemudian pemerintah menempatkan dananya di bank. Pinjaman dari bank Indonesia, kemudian ditempatkan di bank-bank supaya bank-bank ini bisa menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Ini yang kita lakukan untuk sampai dengan Desember ini.
Terkait relaksasi kredit, beberapa perusahaan pemberi pinjaman sempat tak mengikuti perintah Presiden terkait pembebasan kredit buat masyarakat terdampak misal ojol. Ini bagaimana realisasinya sekarang?
Memang di lapangan berbeda lagi tentunya. Itu berupa himbauan. Pada akhirnya kan ujung-ujungnya pengusaha itu leasing company juga kan berhitung. Yang menjadi persoalan sekarang di kita ini memang adalah konteks moral hazard. Jadi kalau dibuat seperti itu kan ada kriterianya sebetulnya. Dia katakan disebutkan orang yang tidak mampu, orang yang terkena dampak. Yang menjadi problem mungkin buat si dunia tadi itu yang memberikan kredit itu, itu memilah-milah ini sangat sulit sekali dan juga mungkin banyak juga yang moral hazard yang sebetulnya dia tidak terpengaruh tapi ikut juga kan ini masalah manusiawi juga kita ini kadang-kadang. Pokoknya kalau ada fasilitas meskipun saya tidak butuh saya ambil saja.
Ini yang mungkin, itu yang mungkin kita kembalikan tadi ke awal kita bicara bagaimana mengatasi COVID-19 ini. Memang kita harus akui masyarakat kita ini juga belum begitu disiplin. Dalam hal etika juga kita harus perbaiki diri kita.
Apa upaya pemerintah untuk menggugah kesadaran kelas menengah supaya mereka mau mulai berbelanja lagi?
Jadi menurut saya himbauan (himbauan pengamat menyarankan masyarakat mengerem belanja) itu himbauan yang salah. Ini kan dalam situasi begini kalau biasa kita sebutkan itu hemat pangkal kaya. Kalau situasi begini, kalau kelas menengah ke atas itu terlampau berhemat maka kita akan jatuh kepada resesi yang sangat panjang. Nah ini yang perlu saya ingatkan mungkin teman-teman saya para pengamat kalau mereka mengimbau mereka tidak belanja untuk jangka waktu yang panjang maka yang terjadi adalah kalau bayangkan, kita bisa bayangkan sekarang kita tidak belanja. Kalau kita tidak belanja. Perusahaan itu akhirnya rugi.
Kapasitas utilisasi penggunaan daripada kapasitas dari perusahaan ini pun turun terbatas. Kemudian apa yang terjadi, mereka tidak akan melakukan ekspansi dan tidak akan melakukan penambahan tenaga kerja. Boro-boro menambah tenaga kerja malah mereka mengurangi jumlah tenaga kerja. Kalau itu yang terjadi maka banyak sekali kelompok rumah tangga yang terjadi penurunan income dia. Ya seperti yang kita lihat sekarang lah. Kemarin itu kita lihat sendiri bagaimana data orang yang tidak bekerja itu naik. Dari 6,88 juta menjadi 9,77 juta yang tidak bekerja.
Nah kita bisa bayangkan kalau siklus ini terus terjadi karena dia mengurangi belanja, kemudian makin banyak yang miskin. Ujung-ujungnya tidak ada lagi belanja karena tidak ada pendapatan. Nah itu sebetulnya itu namanya kita masuk kepada pesimisme yang melingkar ke bawah. Dan itu berbahaya kita bisa bukan hanya resesi tapi depresi dalam waktu yang cukup lama.
Itu sebabnya ini sedikit saya kasih background aja, ini sebabnya sebetulnya itu yang dilakukan oleh dulu di tahun 1930 di mana John Maynard Keynes seorang ekonom dari Inggris yang menyatakan, dalam situasi seperti ini kita justru harus melakukan ekspansi. Pemerintah pada saat mereka melakukan stimulus, ekspansi sekarang ini harapannya adalah itu akan membangkitkan juga. Namanya stimulus. Stimulus itu kan untuk merangsang men-trigger supaya dunia usaha. Supaya tadi si rumah tangga yang punya uang itu juga ikut. Kalau enggak ya kita gagal.
Jadi kalau himbauan seperti itu berlawanan, kita sudah melakukan stimulus, harapannya tadi dunia yang kelas menengah atas itu akan belanja. Itu satu. Tetapi kita juga tau bahwa kelompok menengah atas ini adalah kelompok-kelompok yang memang elite. Seperti yang saya katakan tadi itu. Yang lebih takut terhadap masalah kesehatan ini. Makanya buat teman-teman kita ini, itu bahwa masalah kesehatan nomor satu. Masalah bagaimana kita mengatasi COVID-19 itu nomor satu gitu loh.
Nah saya tidak menyatakan kita sudah bisa benar-benar mengatasinya tapi di dalam konteks yang lebih luas saya mencoba mempelajari sekarang COVID-19 ini, saya bukan ahli COVID-19 tapi mempelajarinya. Saya banding-bandingkan itu. Ya jangan bandingkan kita dengan Singapura, jangan bandingkan kita dengan Malaysia, bagaimana kita mengatasinya. Jangan bandingkan kita dengan katakanlah Selandia Baru. Tapi bandingkanlah dengan yang saya sebutkan tadi, bandingkan dengan India, Brazil, Meksiko, Eropa, Amerika, itu perbandingan kita, Rusia gitu loh. Nah kalau kita lihat itu, we're not bad. Terus terang kalau kita lihat perbandingan itu, bukan berarti kita sudah puas. Kita ada learning by doing nya.
Justru itu yang kita himbau sekarang ini, kelompok menengah atas ini jangan juga terlampau berhemat. Bahaya. Jadi saya himbau bahwa teman-teman yang punya uang ini jangan sampai berhemat. Kalau berhemat atau tidak belanja itu dalam situasi begini itu pangkal depresi. Jadi artinya secara rasional saja melihat data-data yang ada, yakinkan eh ternyata kalau kita mengikuti protokol kesehatan kita masih bisa travelling kok, kita masih bisa belanja. Tapi ikuti saja protokol kesehatan. Itulah menurut saya yang bisa menggerakkan ekonomi kita.
Lanjut ke halaman berikutnya
RI bisa tidak meniru langkah Turki yang tengah gencar sekali mempromosikan wisatanya. Apakah pemerintah telah menyiapkan semacam pilot project-nya agar menarik turis mancanegara ke Bali atau ke Lombok lagi?
Sebetulnya kita sudah punya gagasan yang cukup lama mengenai itu ingat bahwa sebetulnya paling terdampak ini adalah travelling kan. Jadi kalaupun kita lihat data-data yang dikeluarkan oleh BPS kemarin yang paling masih terkontraksi itu adalah hotel, kemudian restoran, travelling, transportasi. Nah itu sudah terdampak sebetulnya dari bulan Januari tahun ini. Turis asing itu langsung drop bulan Februari, Maret dan seterusnya.
Kalau kita ke Bali itu banyak hotel-hotel yang tutup dan juga restoran yang tutup dan dampaknya itu sangat signifikan. Bali mengalami kontraksi yang sangat besar sekali mulai kuartal II dan juga kuartal III ini. Sangat-sangat menyedihkan. Kalau kita lihat situasi. Nah waktu itu sebetulnya sudah digagas seperti itu, bagaimana memberikan semacam insentif kepada 2 hal ini kepada si customernya atau calon pelancong ini dan juga yang kedua adalah kepada si para pengelolanya.
Itu jelas adalah subsidi pemerintah kalau yang dilakukan di Turki itu. Nah kita juga sebetulnya sediakan sekitar Rp 3,7 atau Rp 3,3 triliun untuk itu. Nah ini harapan kita nanti, ini harus digabung menurut kami dengan vaksinasi. Jadi nanti vaksinasi ini kita juga akan berikan kepada mereka yang melakukan travelling ini. Mungkin bisa saja dilakukan 1 paket kalau mereka bepergian keluar negeri dan mau melakukan vaksinasi silahkan. Mereka tetap bayar. Jadi berbayar mereka tapi kan lebih yakin orang mungkin kalau sudah divaksinasi kemudian mereka travelling. Itu paket itu yang mungkin sekarang lagi digodok gitu.
Terkait vaksinasi ini kan sempat berubah-ubah jadwalnya, sebetulnya barangnya sendiri sudah ada belum?
Ini harus kita pahami, vaksin untuk COVID-19 ini kan sebetulnya, kalau mengembangkan vaksin itu biasanya waktunya sangat lama sekali, bisa 5 tahunan. Kali ini kan memang karena ekstraordinary ini, mereka sudah ditagih-tagih. Kita lihat saja bukan hanya kita seluruh negara kita lihat saja, Trump dia selalu cerita mengenai vaksin-vaksin terus, semuanya memang melihat bahwa vaksin ini adalah game changer yang akan merubah semuanya. Begitu kita dapat vaksinasi kita lebih yakin untuk beraktivitas, bertraveling seperti yang kita katakan tadi.
Jadi memang vaksin ini memang sudah di artinya, apakah barangnya belum ada, sudah diuji, tapi barangnya itu benar-benar belum siap untuk dipakai. Itu loh. Jadi bukan seperti kita membeli apa namanya ini membeli tas, tas itu sudah ada baru kita beli. Jadi tas itu sudah kita lihat baru kita beli kan. Ini belum masih tahap pengujian vaksin ini kita sudah harus beli di depan. Satu karena rebutan yang kedua karena memang diperlukan biaya untuk melakukan pengembangan ini sendiri. Jadi sebetulnya ini berbeda dengan kita membeli barang yang sudah ada. Ini barang belum ada tapi kita bersama-sama calon pemakainya ini bersama-sama membiayai ini lho. Itu bedanya ini. Supaya masyarakat luas paham akan ini. Kita bukan membeli barang yang sudah ada. Tapi kita membeli barang yang belum ada yang kita kembangkan bersama-sama, jadi kadang kala di situ harga atau biaya untuk mengembangkan melalui vaksin misalkan vaksin A dengan vaksin B itu berbeda-beda.
Karena cara kita mengembangkannya mungkin dengan jalur yang berbeda-beda. Nah ini juga harus dipahami bahwa kita melihat nanti ada vaksin Sinovac nanti dll yang mungkin sekali harganya berbeda-beda. Jangan curiga dulu, karena tadi yang saya katakan itu, itu mereka mengembangkan itu dengan mungkin strategi yang berbeda-beda. Strategi dalam arti kemampuan mereka melakukan kemudian jalurnya apakah dia, saya bukan ahli kesehatan, apakah dia lewat vaksin yang dimatikan atau itu pengujiannya berbeda-beda. Itu menjadi biaya cost nya mereka itu menjadi berbeda-beda pula. Sehingga harganya nanti akan berbeda.
Jadi yang saya mau mengatakan di sini, apakah vaksinnya sudah ada, belum ada yang sudah jadi, tapi sudah diuji yang diperkirakan itu hasil pengujiannya itu nanti uji klinis ketiga itu akan selesai di bulan November ini. Tapi sesudah bulan November ini selesai diuji kan harus ada lagi emergency use jadi intinya kita harus dapat license lah dari BPOM kita. Nah itu butuh waktu lagi. Jadi kalau saya itu amannya mengatakan pokoknya kita akan melakukan vaksinasi tahun depan. Kalau soal minggu ketiga keempat itu bonus aja, kalau bisa kita lakukan lebih cepat lebih baik.
Tapi intinya kira harus melihat vaksinasi ini baru efektif menurut kami adalah tahun depan lah Ini pun sebetulnya vaksin ini yang kami katakan dikembangkan selama 10 bulan ini sudah percepatan, makanya dilakukan pengujian di mana-mana di kita di Bandung dilakukan, di Brazil di banyak tempat di Turki. Di Uni Emirat Arab, di China, dilakukan pengujian di mana-mana, dengan harapan vaksin yang diuji di mana-mana itu akan bisa efektif terhadap manusia secara keseluruhan.
Jadi supaya efektif kita harus pastikan bahwa diuji dimana-mana diuji klinis vaksin ini ujungnya bisa efektif nanti untuk meningkatkan imunisasi kita.
Taruhlah kita jadi memakai izin penggunaan darurat dulu, apakah pemerintah sudah membahas terkait hal tersebut, kira-kira berapa banyak targetnya? Berapa juta jiwa dulu dan kalangan mana saja?
Oh iya sudah dibahas, kalau untuk yang itu sudah cukup matang. Jadi memang akan ada vaksin yang awal itu dari Sinovac yang sudah jadi. Begitu sampai di sini nanti itu kemudian dapat clearance yang tadi saya katakan dari BPOM itu bisa disuntikkan. Dan sekarang sudah dikumpulkan nama-namanya. Jadi memang tenaga nakes dulu, tenaga medis dulu karena mereka yang di frontliner. Kalau mereka tidak di depan bagaimana mereka menyuntikkan, mereka tidak akan berani. Jadi langkah awalnya itu yang tersedia itu untuk 750 ribu.
Jadi nakes ini karena jumlahnya banyak dan bahkan mungkin keluarganya harus ikut nantinya, berikutnya, kalau hanya mereka yang disuntik keluarganya tidak ikut terus di rumah mereka terkena kan sama juga. Jadi memang itu sudah dibuat namanya addressnya di mana saja di seluruh Indonesia itu sudah dipetakan. Sudah ada mapingnya sesudah itu nanti tentu yang di depan misalkan para polisi, militer, satpol, yang begitu-begitu karena merekalah yang juga nanti mengawal nakes ini pada saat vaksinasi kan.
Jangan pula mereka kena dan tidak yakin dengan bantu si nakes ini. Maka mereka didahulukan. Itu sudah ada, nanti detailnya itu akan diumumkan oleh Menteri Kesesatan. Karena merekalah yang bertanggung jawab mengenai detailnya itu. Kami tidak mau mencampuri detail kalau sudah masalah kesehatan. Tapi strategi besarnya seperti yang kami katakan tadi di PEN itu kita tau.
Upaya sosialisasi apa yang akan dilakukan pemerintah terkait vaksinasi tersebut?
Untuk sosialisasi tanggung jawab kita bersama. Artinya intinya kan kalau boleh sebetulnya kita semua itu harus cukup banyak yang harus divaksinasi supaya dapat imunitas yang cukup besar. Kalau yang divaksinasi nanti hanya 10% ya tetap yang kita bicarakan dari tadi itu ada kelompok yang tidak percaya untuk pergi jalan-jalan, tidak percaya beli untuk belanja, maka ekonominya tidak akan pulih lho. Jadi harapan kita tentu harus sesudah habis pengujian nanti ini perlahan ini makin lama kelihatan misalnya nakes disuntik tentu mereka itu lebih sudah mengerti mengenai vaksin ini karena mereka sudah biasa untuk memvaksinasi orang.
Tapi sesudah itu kemudian polisi, dilihat beberapa minggu beberapa hari kemudian ternyata mereka tidak ada masalah. Ini keyakinan itu yang saya lihat akan timbul terakumulasi. Jadi kalau tidak banyak yang divaksin, katakanlah hanya 10% ya tetap juga susah kita. Jadi jangan kita berdua tidak ada yang divaksin.
Nah tadi mengenai sosialisasi terutama ini mungkin untuk kelompok agama. Tolonglah kita sama-sama melihat ini, saya bukan ahli agama, tapi kita harus melihat bahwa niatnya ini adalah niat baik semuanya. Artinya persoalan apa namanya mengenai halal tidak halal silahkan didiskusikan itu dengan kesehatan. Orang kesehatan jauh lebih paham kalau sudah soal itu dan juga dengan ahli-ahlinya di sana.
Terkait pilpres AS kaitannya dengan kondisi krisis kita dan kemungkinan masa depan perekonomian kita, seperti apa? Kalau Trump bertahan ada sisi plus buat kita, kalau Biden yang menang itu bagaimana?
Begini saya melihatnya antara si Trump dengan Biden itu sebetulnya bedanya di mana. Kalau saya lihat satu sebetulnya yang utama dampak daripada AS ini sekarang yang secara tidak langsung dampaknya sangat besar dengan kita sebetulnya adalah bagaimana hubungan mereka dengan China. Karena apapun dampaknya itu, itu secara tidak langsung kalau China terpengaruh, kita akan terpengaruh juga. Kalau kita lihat bagaimana volume perdagangan kita ini sudah saling satu dengan lainnya.
Nah saya melihat dari sisi republik maupun demokrat itu tidak ada bedanya melihat China. Bedanya adalah kalau Biden itu tentu dia lebih diplomatis, lebih lembut. Itu yang lebih utama perbedaannya. Jadi tadi rewel, kita sudah direwelin dari tahun ke tahun oleh dunia internasional misalkan masalah lingkungan yang paling sering. Tapi so far kita bisa tanggapi dan perbaiki dengan baik, jadi kalau dalam hal ini, saya tidak melihat akan signifikan dampaknya itu. Tapi memang di dalam hal diplomasi mereka itu ya berbeda, ya lebih lembut, lebih diplomatis, satunya lagi lebih kasar dan apa adanya bahkan sering menekan. Nah yang paling sebetulnya kita harus pahami apapun, siapapun nanti presidennya dari Demokrat atau dari Republik, hubungan antara AS dengan China ini itu akan terus menjadi rival.
Ini yang kami sebut dengan seperti pesaing. Ini seperti Thucydides Trap, jadi Thucydides Trap ini adalah cerita zaman di Yunani dulu, di zaman Yunani itu ada kerajaan Athena dan ada kerajaan satu lagi. Tapi intinya ada persaingan di mana ada negara baru yang muncul yang dulu lu siapa lho nggak ada apa-apanya, kira-kira begitu. Ibarat seorang kita di sekolahlah, kita sudah cukup lama, senior dan mungkin agak pinter pula di situ, jadi kita dihormati di situ. Tiba-tiba ada anak baru yang baru masuk sekolah itu, dan dia ternyata hebat juga, nah rivalry itu akan terus menjadi. Dan Amerika itu tidak bisa memahami bagaimana orang yang dulunya sangat di bawah sana kok tiba-tiba sangat melampaui saya.
Nah di sini bedanya, China itu, dia tidak mem-build militernya seperti halnya terjadi perang dingin antara AS dan Rusia. Rusia waktu itu pada saat terjadi mereka rivalry juga, yang terjadi Rusia itu salah, dia itu tidak membangun ekonominya tapi membangun persenjataan. Yang akhirnya habis uang dia untuk senjata itu. Dan dia akhirnya jatuh miskin gara-gara itu. Nah China tidak melakukan itu. Dia pokoknya dagang aja. Sehingga resources dia itu dimasukkan untuk hal-hal yang produktif, sedangkan AS dipakai untuk senjata.
Nah yang saya mau katakan di sini, kita harus di tengah antara dua negara ini, itu aja. Jangan kita terlampau pro AS atau sebaliknya. Kita harus menjaga hubunganlah.
Menurut saya, bahwa the future market kita bukan AS tapi China. Jadi kita harus menggunakan China itu, ingat China dengan 1,3 billion penduduknya dengan income yang naik luar biasanya, sekarang ini, sekarang mereka sudah 12-14 ribu dolar per kapita itu. Dengan sebesar itu, itu sudah lebih besar dari penduduk AS. Yang mungkin produk-produk kita lebih cocok jual ke mereka ketimbang AS. Jadi intinya kalau ditanya tadi itu, lebih senang mana, buat saya itu apakah Biden atau Trump itu tetap kita lebih suka Biden. Lebih manusiawi lah. Lebih diplomatik. Dan kita masih bisa diskusi dengan mereka.
Terkait UU Cipta Kerja yang baru disahkan seperti apa?
Saya melihat UU Cipta Kerja ini bukan sesuatu yang instan yang dampaknya itu langsung besok. Ini adalah UU Cipta Kerja, menurut saya adalah bagian daripada usaha transformasi ekonomi kita yang berdampak cukup lama, jadi dampaknya ini akan long lasting, artinya bisa 10-20 tahun ke depan. Karena kalau kita lihat, spiritnya ini, roh nya UU ini adalah memudahkan, dimudahkan semuanya, dipercepat semuanya, disederhanakan, kan itu intinya sebetulnya.
Termasuk untuk misalkan UMKM kalau dia bikin PT bisa sendiri sekarang bikin PT tidak perlu notaris. Kan begitu. Tidak perlu biaya. Dulu bikin PT selalu disebutkan modal minimumnya berapa? Rp 50 juta, pakai notaris berapa, kenapa begitu mahal. Jadi mereka akhirnya semuanya tidak formal. Akhirnya mereka itu tidak punya status, itu loh. Nah kita buat sekarang ini, kita mudahkan semuanya, dengan status sehingga nanti dengan punya status seperti itu dia tercatat. Kalau dia tercatat saja, kalau misalkan, eh tidak semua, jangan kita pandang enteng terhadap UMKM. Ada juga UMKM ini yang benar-benar sebetulnya bisa menghasilkan uang.
Tapi karena status mereka, mereka tidak punya akses ke bank. Karena mereka tidak tercatat. Nah dengan mencatatkan ini, ya, warung-warung pun sebetulnya kalau kita lihat cash flow-nya, saya sudah pernah bicara dengan pemilik warung itu kita lihat cashflownya, ini sebetulnya cukup bagus, kenapa nggak kalian punya akses ke bank? Statusnya nggak ada. Nah itu adalah contoh yang bisa kita lihat untuk yang paling sederhana kenapa UU Cipta Kerja akan menolong UMKM. Itu yang pertama.
Yang kedua, kalau kita lihat akibat daripada pandemi ini sekarang, begitu banyak orang yang tidak bekerja, pada saat yang sama, pandemi ini sebetulnya kita lihat justru terjadi percepatan adopsi teknologi. Tadi yang sudah dikatakan itu orang ujung ya beli itu nggak ke pasar lagi, istri saya semuanya mau belanja apapun sudah selalu online dan sampai dirumah. Mau beli sayur pun yang fresh bisa sampai di rumah.
Nah jadi terjadi perubahan kan, perubahan-perubahan ini dengan model Cipta Kerja itu memudahkan dia membuat usaha seperti itu, tetapi tentunya yang mungkin kita harus lakukan, bukan mungkin tapi diamanatkan sebetulnya dalam UU cipta kerja itu bahwa kita harus menambah keterampilan daripada tadi itu. Yang UMK itu harus ditambah keterampilannya. Misalkan minimum tadi itu kalau bisa bukan hanya kring-kring lewat telpon tapi mungkin bisa bikin aplikasi yang sangat sederhana.
Kemudian juga dia bisa mungkin mem-packaging-nya lebih bagus, supaya packagingnya kalau misalkan kita beli fresh food, artinya makanan yang masih segar begitu, terus asal-asalan dia mempaketkannya. Kan kita tidak mau kan. Takut juga.
Hal-hal seperti itu yang kelihatan sederhana tapi karena terjadi perubahan yang sangat signifikan akibat daripada COVID-19 ini, ini yang harus disadari. Termasuk sebetulnya menurut saya kartu pra kerja itu nantinya yang sekarang masih online akan menjadi offline juga nantinya.
Dan kita harapkan itu akan lebih banyak lagi dilakukan di tahun-tahun depan ini. Nah inilah yang saya lihat yang membuat nanti UKM ini maju. Yang berikutnya, kita itu jangan selalu berfikir kita mau menjadi pekerja. Kita menunggu pekerjaan. Masih begitu banyak lulusan universitas, tolong cari pekerjaan dong saya, sekarang sebetulnya bagaimana kita menjadi pencipta kerja.
Sebetulnya yang kita sebutkan tadi, ibu-ibu sekarang di rumah tangga ada saudara saya, yang sekarang dia jadi aktif menjual kue, makanan dari rumah. Dia kan pakai online aja. Gituloh. Bisa juga ternyata. Itu mulia juga dan menghasilkan uang juga, dan sekarang dia bisa rekrut dua orang yang membantu dia. Itu kan menambah pekerjaan. Jangan kita anggap enteng dengan 1 atau 2 orang. Kalau kalikan berapa rumah tangga yang melakukan itu kan banyak juga. Jadi kita harus berpikiran sekarang itu bahwa dunia sudah berbeda. Dan kita tidak bisa lagi model yang tradisional, konvensional itu.
Harapan kita tentu adalah UU Cipta Kerja ini khusus klaster UMKM itu akan meng-create yang seperti itu. Itu akan menyebabkan makin banyak orang yang mau melakukan seperti itu. Dan kelompok milenial ini juga begitu semuanya. Bahkan mereka itu tidak mau diatur-atur lagi bekerjanya. Jadi perubahan ini kita tidak boleh tahan. Bahkan kita harus lebih cepat menyongsong mereka itu, menyiapkan diri. Nah apalagi dengan COVID-19 ini saya lihat terjadi percepatan perubahan.
Apa yang kita lakukan sekarang ini Video Conference, Zoom Seminar, apakah nanti masih harus ada seminar-seminar besar di masa yang akan datang. Mungkin nggak akan ada lagi. Berarti tidak perlu lagi ruangan yang besar, makan, nginap dll. Kalau kayak gini bisa kok murah kok. Jadi kita harus meng-embrace menyongsong perubahan itu tidak bisa kita tahan itu. Kita ikutin bahkan harus lebih cepat di situ. Nah itulah mungkin himbauan kita kepada masyarakat kita semua. Kita harus ikut dengan perubahan ini semua harus cepat kalau nggak ya kita tertinggal, kita bisa masuk ke middle income trap yang disebut-sebutkan itu.