Memang kalau kita ingat bedanya yang kita alami sekarang dengan yang di 2008, kalau di 2008 memang agak lebih parah. Kalau sekarang saat pandemi muncul di Indonesia IHSG turun sampai 37%, waktu di 2008 koreksinya bahkan lebih dari 50%. Namun bedanya satu, kalau di 2008 lebih lama proses penurunan IHSG, kalau pandemi ini itu cepat sekali, dalam waktu 1 bulan cepat sekali dropnya dan pada waktu yang sama semua menjual. Jadi kalau kita nggak cepat mengeluarkan kebijakan tersebut ya seperti nggak ada remnya, blong aja gitu.
Saya nggak tau berapa bottomnya, namun kalau misalnya kita lihat grafiknya pada saat 24 Maret itu sempat menyentuh 37%, namun setelah itu berangsur-angsur pulih, tidak lebih jauh lagi seperti di 2008 sampai turun lebih dari 50%. Alhamdulillah sampai sekarang itu kalau misalnya koreksi year-to-date mungkin 4 atau 5%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sederet kebijakan itu bisa digambarkan seberapa efektif kebijakan itu?
Investor juga bisa lihat bahwasanya sejak 4 Maret tersebut ya berangsur-angsur pulih cukup cepat juga. Rasanya mungkin kita salah satu sektor di mana yang pemulihannya itu paling cepat di tempat yang lain ya. Boleh dibilang kalau misalnya kita boleh jujur ya year-to-date itu sekarang koreksinya hanya 4 atau 5% dari pada sebelumnya. Indeks kita sudah 6.000. Jadi alhamdulillah untuk pasar modal itu kita pemulihannya cukup cepat. Ini juga dapat dirasakan oleh investor. Ya sebagai sebagai penyedia pasar kita berupaya agar pasar itu wajar, transparan dan efisien.
Penyebab utama kejatuhan pasar sebenarnya adalah pandemi COVID-19, di Indonesia kasus terus naik tapi pasar sudah pulih. Apa sebenarnya penyebab pemulihan pasar ini?
Kembali lagi kita juga mesti lihat ya ada beberapa faktor yang pasar kenapa bisa positif. Nah salah satunya tentunya ditemukannya vaksin, orang berharap banyak terhadap vaksin tersebut. Dengan adanya vaksin dan mudah-mudahan pandemi ini selesai tentunya perekonomian kita akan cepat berbalik. Dan sifat-sifat dari pada pasar modal biasanya begitu ditemukannya vaksin walaupun vaksinnya belum ada itu pasar sudah bereaksi positif.
Kedua berita dari BPS yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kuartal 3 2020 itu sudah mulai naik 5,05% dibandingkan dengan pertumbuhan di kuartal 2 yang mencatatkan pertumbuhan negatif 4,19% yang ini juga merupakan momentum ekspektasi pemulihan ekonomi kedepannya. Jadi ada berbagai butir-butir yang memang market itu melihatnya ke depan akan positif.
Terkait investor sudah lebih 3,6 juta secara total, itu terjadi di masa pandemi ini. Apa faktor yang menentukannya?
Sebetulnya dengan adanya pandemi ini memang banyak sekali hal-hal positif yang bisa kita temukan. Seperti wawancara ini kan biasanya ketemuan secara fisik, tapi bisa juga kok secara virtual. Dengan virtual tuh banyak juga investor-investor yang mempunyai waktu untuk memperhatikan saham.
Terus belum lagi bunga di bank itu cenderung turun, suku bunga acuan BI reverse repo rate itu sekarang sudah 3,75% dan kecenderungannya turun. Itu pun berdampak juga terhadap bunga di perbankan. Sehingga itu membuat investor itu mulai melirik juga investasi di saham. Saya pikir ini merupakan tahun kebangkitan investor ritel. Sampai dengan Desember jumlah SID sudah mencapai 3,6-3,7 juta. Bayangkan pada saat 2016 itu tuh masih di bawah 1 juta loh, sekitar 800 ribu. Ini kenaikannya luar biasa, dari di bawah 1 juta menjadi 3,6 juga, hampir 4 kali lipat.
Kalau kita lihat dari tahun ini sendiri, sejak adanya pandemi kenaikan dari investor ritel semakin banyak. Tentunya ini tidak serta merta karena pandemi saja, tapi juga kita semua sekarang sudah melek teknologi. Jadi banyak inisiatif yang kita lakukan secara virtual gitu ya sampai saat ini saja kita sudah melakukan sosialisasi, literasi ke berbagai daerah. Itu sudah hampir 8.000 kegiatan edukasi dan sosialisasi, ya melalui virtual. Jadi kalau kita lihat sampai sekarang itu hampir 8.000 kegiatan kita lakukan dan pesertanya itu mencapai 1,23 juta peserta.
Kalau kita pecah-pecah lagi, dari 8.000 kegiatan tersebut sekitar 6.000-nya kita lakukan secara online dan pesertanya itu sebesar 1,17 juta peserta. Kita juga dengan aktivitas tersebut itu membuka SID baru itu sekitar 60 ribu SID baru. Dan investor ritel ini menyambut baik inisiatif-inisiatif kita. Di samping itu juga kita mempunyai 30 kantor perwakilannya dan juga 502 galeri investasi. Ini kita kerjasama dengan universitas, kaum milenial dan disitu juga kita lakukan sosialisasi.
Oleh karena itu perkembangan daripada kaum milenial ini itu luar biasa besarnya. Sampai saat ini itu kaum milenial dengan usia sampai 40 tahun SID-nya sudah sampai 70%. Jadi sekarang ini kebangkitan investor ritel dan investor milenial.
Apa yang membuat generasi milenial saat ini begitu besar minatnya investasi di pasar modal?
Karena mungkin teknologi. Kita bisa lihat ya bahwasanya sekarang kaum milenial itu segala macam bisa lewat handphone. Kita pun begitu. Jadi dalam hal sosialisasi, edukasi dan pembukaan rekening kita juga sudah melakukan secara online. Pembukaan rekening yang biasanya dilakukan mungkin butuh waktu 2 minggu paling cepat, sekarang dalam waktu berapa jam saja sudah bisa dilakukan. Dan kaum milenial dari satu HP saja bisa sekarang bisa beli dan mungkin pagi beli, sorenya atau siangnya bisa jual. Semuanya dari HP. Jadi kemudahan-kemudahan tersebut disukai oleh kaum milenial sehingga meningkatkan minat milenial untuk untuk terjun di pasar modal.
Sebagai Dirut BEI apa pesan Anda untuk investor milenial agar tetap menjadi investor yang berada di jalan yang lurus?
Tentunya ini semua tergantung dari masing-masing individu, ini nggak bisa dipungkiri. Jadi ada individu yang memang dia risk taker itu dia mau direct investment, atau ada yang mempertimbangkan risiko itu dia nggak akan ke saham, tapi ke obligasi, ORI dan segala macam. Itu memang masing-masing daripada milenial atau individu itu berbeda-beda. Namun tentunya pendidikan pasar modal perlu, oleh karena itu kita terus melakukan sosialisasi, edukasi terus melalui sekolah pasar modal. Agar supaya temen-temen milenial bisa mempunyai analisis mengenai pasar modal mana yang kira-kira yang apa cocok bagi mereka.
Di negara-negara besar pasar modalnya kebanyakan berisi perusahaan teknologi, tapi tidak di Indonesia, apa sebenarnya yang menjadi penghalang perusahaan teknologi melantai di bursa efek Indonesia?
Kembali lagi, di pasar modal kita ada beberapa syarat emiten seperti harus untung berturut-turut selama 3 tahun, dan kalau rugi nggak bisa. Salah satu yang berat untuk perusahaan teknologi ya itu, karena awal-awal mereka masih merugi. Jadi untuk masuk ke dalam pasar modal juga nggak mudah kalau parameternya masih seperti itu.
Oleh karena itu kita juga sudah berkoordinasi dengan OJK untuk bagaimana mensiasati agar supaya perusahaan teknologi ini bisa go public di pasar modal kita.
Kemudian kedua ada persyaratan untuk go public harus badan hukum PT. Sementara ada beberapa perusahaan teknologi badan hukumnya bukan PT. Belum lagi misalnya founder itu tetap ingin memiliki peran yang signifikan kepada perusahaannya. Padahal dia tuh karena banyak angel investor kepemilikannya dia sudah minimum. Makanya dia mengharapkan adanya multiple vote, jadi one share one vote nggak berlaku buat mereka.
Nah ini semuanya sedang kita diskusikan dan tentunya kita lihat pelaksanaan dari negara-negara yang lain dan tentunya juga kita mempertimbangkan perlindungan dari investor. Karena bagaimanapun juga ini ada risiko, karena dari sekian banyak perusahan startup juga tidak semuanya untung. Ada kalanya startup ini mempunyai harapan yang bagus tapi setelah dijalankan ternyata enggak, itu juga banyak. Itu hal yang juga masuk dalam pertimbangan kita diskusi kita dengan OJK.
Dalam waktu dekat apakah ada perusahaan teknologi yang akan melantai di bursa?
Bersambung ke halaman selanjutnya.