Wawancara Khusus Ketua PPRN

Kisah Pilu Peternak Ayam: Sudah Rugi, Tertimpa Pandemi

Siti Fatimah - detikFinance
Selasa, 28 Sep 2021 06:30 WIB
Foto: Ketua PPRN Alvino Antonio/Dok Pribadi
Jakarta -

Persoalan pakan ternak yang mahal ramai diperbincangkan belakangan ini. Sampai-sampai menarik perhatian Presiden Joko Widodo yang memanggil sejumlah peternak ke Istana Negara beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, peternak di Blitar diamankan polisi usai membentangkan spanduk saat Jokowi melintas dalam rangkaian kunjungannya.

Persoalan mahalnya pakan ternak mulai dari hulu hingga hilir juga dikeluhkan oleh asosiasi peternak. Kepada detikcom, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN) Alvino Antonio buka-bukaan mengenai persoalan tersebut.

Dalam program wawancara khusus detikcom, Alvino juga membeberkan sederet masalah peternakan di Indonesia, mulai dari pemain besar menggilas bisnis peternak kecil sampai-sampai tak sedikit yang gulung tikar, hingga soal gugatan peternak ke Kementerian Pertanian.

Berikut wawancara lengkapnya:

1. Bagaimana kondisi peternak ayam (broiler) selama ini di tengah pandemi saat ini? Banyak yang terdampak?
Ya peternak ayam sekarang dalam kondisi merugi yang disebabkan karena biaya produksi tinggi sementara harga jual ayam hidupnya murah. Dan ini berpotensi peternak bangkrut dan kondisi ini sudah berjalan sejak 3 tahun yang lalu. Sudah rugi sejak pandemi. Pandemi COVID-19 ini hanya memperparah.

2. Apakah ada peternak yang gulung tikar selama pandemi? Berapa dan di mana saja?
Ada. kalau jumlah persisnya kami tidak tahu tapi yang pasti ada sekitar ribuan. Dan itu hampir merata di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa. Karena biaya sarana produksinya, DOC dan pakannya itu yang tinggi sementara harga jual ayam hidupnya murah.

3. Faktor apa saja yang mengakibatkan peternak ayam bangkrut? Kesulitan modal kah?
Karena rugi otomatis kesulitan modal, sehingga kami ini sekarang untuk bisa bertahan ada yang tinggal 40%-60% populasi ayam karena modalnya berkurang.

Jadi kalau ditanya kesulitan modal, pasti. Akhirnya kita mengurangi populasi pemeliharaan ayamnya. Yang dulu kita bisa isi 100 ekor karena uangnya tinggal sedikit, nyusut. Kalau sanggupnya 60 ribu ya segitu. Periode depan rugi nyusut terus. Jadi kita pelihara ayam disesuaikan dengan uang yang ada.

4. Jika gulung tikar, sebagian besar peternak ayam beralih pekerjaan sebagai apa?
Kalau untuk saat ini kan mungkin kalau peternak rakyat yang di kampung-kampung mungkin mereka beralih ke nukang (jadi tukang), petani atau bercocok tanam. Tapi yang jadi masalah ini kan peternak-peternak yang berada di kota-kota besar ini kita nggak bisa meninggalkan usaha ini. Karena mau meninggalkan usaha ini dalam kondisi hari ini kan saat ini tidak mungkin beralih ke usaha lain. Sementara kondisi pandemi gini kan usaha apapun juga lagi drop.

Jadi mau nggak mau kita harus bertahan, karena kita juga punya beban utang yang harus kita bayar dan utang kita bukannya nilai (kalau untuk peternak menengah ke atas) itu utangnya udah mungkin belasan, puluhan bahkan ratusan miliar. Jadi kalau kita mau beralih ke yang lain ya nggak mungkin karena kita punya beban utang itu yang harus kita bayar.

5. Kemarin muncul persoalan harga pakan yg mahal, seberapa besar pengaruhnya ke peternak?
Semua (baik peternak rakyat dan menengah) kena dampaknya, karena akibat bahan baku yang mahal otomatis kan harga pakan jadi naik. Otomatis harga bibit ayamnya juga jadi naik. Nah ini yang menyebabkan akhirnya harga pokok produksi kita jadi makin tinggi. Sementara harga jual ayam hidupnya selalu murah.

Harga di pasar kenapa turun? Jadi gini peternak ini kan menjual ayam tidak bisa langsung ke pasar karena pasar itu sudah ada yang menguasai suppliernya, bakul dan broker. Jadi mata rantainya itu dari kandang dibeli sama bakul/broker yang bisa atau 2 atau 3 tangan lagi barulah sampai ke pasar. Jadi peternak itu mau jual ayamnya di kandang sementara orang yang di pasar itu mau menerima ayamnya di pasar. Di situ dibutuhkanlah pihak ketiga yang bisa menjembatani itu, gimana caranya ayam dari kandang bisa sampai ke pasar. Mungkin mereka nalangin dulu beli ayam ke peternak terus mereka udah sampai di pasar dijual.

Jadi mereka nalangin beli ayam, mereka siapkan ongkos angkutnya. Nah karena akibat over supply ini si bakul/broker ini kan dia bebas membeli ke mana saja cari barangnya yang lebih murah. Makanya kenapa demand, misalnya ayam di kandang itu ada 30 ekor kebutuhan di pasar hanya 15 ekor, nah si bakul/broker ini belanja 15 ekor karena dia harus sesuaikan dengan kebutuhan di pasar. Sementara ayam di kandang ada 30 jadi kan dia bebas mau beli ke mana saja karena ada kelebihan supply, kalau kelebihan supply gitu kan yang terjadi hukum ekonomi. Kelebihan stok harganya jadi murah, kalau di pasar stabil.

6. Kabarnya, harga pakan naik itu masalah yang terus berulang, selama ini bagaimana cara peternak untuk bertahan saat menghadapi masalah tersebut?
Sebenarnya hampir sama, kalau pakan naik yang jadi masalahnya ini kan kerugian ya otomatis mengurangi populasi agar modal pakan berkurang. Misalnya saja dulu awal 100 ribu ekor, per ekornya itu kurang lebih 2,5 kg. Berarti kalau saya 100 ribu ekor belanja pakannya 250 ribu kg. Kalau populasi ayam dikurangi jadi 40 ribu ekor, konsumsi pakan juga berkurang.

Gimana cara kita bisa bertahan, ngurangin populasi atau jual aset yang ada kalau laku. Atau kalau misalnya pinjam uang ke bank atau re-schedule utang dengan pabrik. "Tolong dong kami rugi, tolong ditambah plafonnya yang tadinya Rp 1 miliar jadi Rp 1,5 miliar, tolong dong yang tadinya tempo pembayarannya yang mungkin 30 hari jadi 40 hari" kan seperti itu. Akhirnya kejadian itu berulang dan ga mungkin naik plafon nambah tempo. Akhirnya sisa jual aset yang ada dan pinjam ke bank.

Jadi ada tiga, re-schedule utang, jual aset, atau pinjam ke bank.

Bersambung ke halaman berikutnya




(zlf/zlf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork