Jakarta -
PT Krakatau Steel (Persero) kini telah mengantongi keuntungan sebanyak Rp 800 miliar setelah 8 tahun berdarah-darah. Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengungkap bagaimana dirinya dan tim mencetak untung itu, mulai membenahi karyawan hingga negosiasi ke kreditur atau pemberi utang.
"Ini kan usaha bareng-bareng, bukan usaha sendiri. Ibaratnya tim sepakbola, kita Jose Mourinho, nih. Bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada. Saya sangat atensi dengan yang namanya SDM, kemudian juga struktur business process, business model, jadi fokusnya ke sana. Kemudian apa yang dilakukan harus bikin untung. Kita cari untung. Ada orang cari kerja, kita cari untung," kata dia dalam acara Blak-blakan detikcom.
Dia juga menekankan, dalam pemulihan perusahaan, pola kerja antara direksi, komisaris, dan karyawan harus bersinergi. Terutama, bagaimana pimpinan bisa memenuhi kebutuhan karyawannya untuk bekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan sampai perangkatnya kurang, laptopnya tua, internetnya nggak ada. Itu hal-hal sederhana, kita harus pastikan mereka siap tempur, gimana app-nya digitalisasinya. Supaya mempermudah bekerja. Kalau mereka mudah bekerja, akan lebih produktif, karena lebih banyak mereka daripada pimpinan," ujarnya.
Tidak hanya itu, tim Krakatau Steel juga memiliki cara dalam meyakinkan kreditur terkait utang perusahaan yang besar. Itu dilakukan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Sebab, bank yang memberi utang juga berbeda-beda. Mulai bank pelat merah hingga bank asing.
"Kemudian 10 bank, ada bank pelat merah, swasta, ada asing. Pendekatannya berbeda-beda. Sementara perjanjian titik-koma harus sama 10-10-nya," terangnya
Berikut ini, tanya jawab lengkap bagaimana Silmy Karim mengubah perusahaan yang dulunya buntung menjadi untung:
Bagaimana Membenahi Krakatau Steel hanya dalam tempo kurang dari 3 tahun sudah untung Rp 600-800 miliar?
Ini kan usaha bareng-bareng, bukan usaha sendiri. Ibaratnya tim sepakbola, kita Jose Mourinho nih. Bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada. Saya sangat atensi dengan yang namanya SDM, kemudian juga struktur buseiness process, business model. Jadi fokusnya ke sana. Kemudian apa yang dilakukan harus bikin untung. Kita cari untung. Ada orang cari kerja, kita cari untung. Perlu juga ada satu perubahan pola pikir, mindset, orang bilang mengubah culture itu gampang diomongin tetapi sulit dilakukan. Tidak ada pimpinan CEO menyampaikan kita boros ya, kita semua bilangnya efisiensi, tingkatkan penjualan, efisiensi. Tetapi kuncinya mengeksekusi omongan itu
Untuk supaya bisa optimal, mindset-nya harus ikut diubah. Kita ambil contohnya, struktur organisasi ada 7 layer, pegawai negeri atau ASN 3 layer 4 layer, kita malah lebih tebal. Gimana bisa kompetitif, bagaimana bisa berdaya saing. Kemudian ada istilah, lebih baik satu singa memimpin sepuluh kambing dibanding 10 singa dipimpin satu kambing. Kita sebagai pimpinan melatih sebagian fighter. Saya boleh adu tim KS sekarang dengan tim perusahaan lain, itu kita bisa lebih unggul, karena dalam 3 tahun ini, saya melatih mereka sebagai fighter. Meresponsnya cepat, kita tidak menghindari masalah, kita kan membutuhkan respons, bukan hanya peluang tapi merespons masalah juga harus cepat. Jangan sampai masalah muncul menjadi besar.
Kemudian kaitannya dengan culture structure. Pimpinan biasanya dilayani. Kita harus melayani. Kenapa kita harus melayani, karena nggak bisa, kadang-kadang muncul mendewakan direksi dan komisaris, kebalik. Kita yang harus punya mindset untuk tim kita itu terlayani, jangan sampai perangkatnya kurang, laptopnya tua, internetnya. Itu hal-hal sederhana. Kita harus pastikan mereka siap tempur. Gimana app-nya, digitalisasinya. Supaya mempermudah bekerja. Kalau mereka mudah bekerja, akan lebih produktif, karena lebih banyak mereka daripada pimpinan.
Makanya saya bilang, jangan mendewakan-mengkultuskan pimpinan. Kita sama, beda role aja. Kemudian seorang pimpinan harus bisa melihat lebih jauh, lebih luas, karena kita tujuannya ke mana harus tahu. Bagaimana bisnis baja ke depan, bagaimana kemudian trennya, apa ancamannya, tantangannya apa. Ini harus dijawab semua. Kalau kita tidak bisa melihat itu, kita tidak bisa artinya mengantisipasi, wah itu sudah selesai, kenapa? Karena teknologi berkembang, daya saing semakin kuat. Jangan pernah berpikir bahwa orang lain tidur. Misalnya, 'Udah, Pak, ngapain kita partneran sama dia, kita cut aja perusahaannya, kita bubarin, kita ambil alih bisnisnya'. Terus mereka ngapain, memang mereka tidur? Mereka akan bikin lagi dan jadi pesaing kita.
Jadi, jangan sekali-kali pertama dalam agama, jangan zalim, kedua jangan mikir mereka tidur, mereka terus bekerja. 'Ah untuk itu, kita kita mesti juga bisa mengimbangi, jadi partneran menang 5-0, masing-masing harus merasa menang, itu yang top. Namanya berpartner itu harus setara. Kalau udah nggak setara, udah akhirnya memakan dan itu tidak sehat, dan banyak lagi hal lain yang dibangun di KS agar sustainable yang namanya turn around itu bisa dilanjutkan terus. Kemudian jangan kita merasa bisa katak dalam tempurung, kan ada misalnya 'Saya sudah 30 atau 20 tahun, saya loyal terhadap perusahaan.' Nanti dulu, bapak ini loyal atau nggak keterima di tempat lain? Nggak laku? Jangan sekali-kali hal-hal yang kayak gitu, nggak laku buat saya. Kalau lu bagus, nggak happy, daftar tempat lain. Terima apa nggak? Tapi kalau memang dia jago, akan gampang. Selain dia daftar, dia sudah ditarik.
Artinya, bahwasanya kita sudah termakan suatu bluffing, kebanyakannya nih posisinya paling tinggi, takut turun. ini juga nggak boleh. Saya selalu bilang, kan anak usaha KS banyak. Total itu bersama afiliasi hampir 60. Saya bilang, jangan sekali-kali kalian takut posisinya hilang. Ketika takut posisi hilang, di situlah kita mulai bias, pengin popularitas dong? Baikin anak-anak buah, bikin perjanjian kerja bersama, bagaimana supaya mereka happy, kenapa? Takut didemo, nggak bisa untuk kompetitif, kita harus memilih mana yang memberikan nilai tambah, optimal. Karena perusahaan lagi sakit, bukan lembaga sosial. Dalam lembaga sosial membuat sesuatu aktivitas sosial.
Namanya perusahaan harus untung. Kalau mau untung, harus siap dengan segala macamnya. Tetapi kita harus masuk dengan melihat keadaan di dalam seperti apa, kita harus juga minta trust dari mereka, keikhlasan dong. Untuk dipimpin saya, harus ikhlas dulu, apalagi relatif saat saya masuk usianya relatif lebih muda. Jangan merasa kita lebih dari yang lain. Jadi kita membangun kesetaraan dan membangun kebersamaan, dan itu tidak mudah, karena kebanyakan ada juga perasaan banyak nih insecure. Kalau sudah mempunyai insecure, itu jadi biasa lagi. Saya sudah berapa kali bilang bias ini, karena ini untuk menunjukkan nggak mudah menjadi pimpinan.
Tadi Bapak bilang ada 7 layer gemuk banget dan 60 anak usaha. Dalam rangka efisiensi dipadatkan, dirampingkan, efisiensi, meskipun meminta keikhlasan tapi kan bisa ada yang nggak ikhlas. Tidak ada gejolak sama sekali?
Boleh dibilang smooth, gejolak pasti ada. Sebagai pimpinan, jangan sampai berpikir bahwa 'Wah tidak ada yang sebel sama saya. Saya adalah pimpinan yang dicintai.' Itu bohong, nggak ada. Namanya pimpinan, itu harus siap juga dibenci, dimaki, tetapi kan lihat hasil akhirnya. Ketika saya masuk, posisinya minus ratusan juta dolar, triliun. Tetapi kan sekarang sudah untung. Tadi saya sempetin interview beberapa direksi anak perusahaan dan calon manajer. Saya sampai ke sana, saya harus memastikan siapa-siapa yang duduk itu buat ke depan.
Oleh sebab itu, yang tadi bahwasanya tentu harus bisa mengkaji apa apa yang kiranya yang berpotensi juga menjadi titik kembali menjadi seperti dulu. Nah, ini yang harus kita pastikan. Dengan pembinaan dan pola pikir, 7 layer 60 perusahaan. Bagaimana? Diklaster, bahkan kita banyak melakukan cost to profit center. Yang tadinya biaya, kenapa kalian melayani KS saja, misalnya water treatment plant, waste water treatment. Kenapa melayani KS, kenapa nggak melayani perusahaan lain. Ya sudah deh spin off, gabung dengan anak perusahaan waste water management, kenapa nggak digabung? Gabung. Kalau perusahaan yang bisnis, satu dibubarkan atau cari bisnis yang lain yang bisa menghasilkan.
Yang dilarang bikin perusahaan kemudian jadi rugi, bermain di tataran yang tidak optimal. Kita BUMN mesti ada kekhususan dong. Kalau memang bisa dijalankan, swasta tidak punya ada kontribusi, bisnis induk yang menang, strategis ataupun memperkuat, manage cost, dan berbagai macam alasan itu, saya udah nggak usah. Bahkan di awal kita bikin kuadran itu gampang saja kok. Core business untung, core business tidak untung, tidak core business utang, tidak core business tidak untung, ya disikat duluan itu. Gampang kuadran 4. Kita lihat lain core business tidak untung, oh kebanyakan orang. Nah, orangnya bisa nggak kita pindahkan, kita pilih busnya yang lebih baik.
Kan ada juga sebelum pandemi mereka ngerasa, 'Ah, gue bisa kerja di tempat lain'. Saya tawari dulu pensiun pada usia 56. Saya tawari pensiun dia 40. pensiun dipercepat. benefitnya, kita berikan sesuai. Buat KS apa? Daripada nggak produktif. Mau rugi terus? Akhirnya 100 persen hilang karena didiamkan atau pilih 40 persen, 60 persen bertahan. 'Tapi kan Bapak lebih dari 60 persen tuh ngilanginnya'. Ya kan ada juga pensiun normal, saya tidak ganti, masuk 56 posisinya ada gabungin, gabungin-gabungin. Dari beberapa anak usaha, berkurangnya tidak banyak tetapi orangnya.
Kalau ditanya apakah seorang Silmy Karim mem-PHK dalam konteks restrukturisasi? Jawabannya, kalau dalam konteks KS, tidak. Tetapi saya men-spin off kemudian, yang tidak optimal tidak diperpanjang kontraknya. Kalau misalnya gini, prinsip sapi menyusui, kalau sapinya kurus, susunya pasti sedikit. Ya sapinya dibikin gemuk kemudian baru dinikmati susunya. Jangan kebalik. Kadang-kadang pengin populer bukan ke karyawan, ke lingkungan. Kita harus bisa bilang tidak. Susah loh biang tidak itu. Apalagi yang datang itu menggunakan tekanan embel-embel ini-itu. Tetapi kita kan bisa menyampaikan dengan fakta, dengan suatu keadaan. Tidak mudah bilang tidak. Kalau seorang pemimpin tidak bisa bilang tidak, itu juga siap-siap lewat.
Sebenarnya bukan suatu hal yang baru, tetapi bagaimana kita menjalankan atau mengeksekusi itu secara baik dan secara optimal. Kemudian melibatkan banyak pihak yang mana ownership-nya dimiliki oleh saya. Tetapi dimiliki oleh tim saya. Kadang-kadang pimpinan itu dalam rapat, ujungnya sudah tahu, notes yang disimpulkan. Cuma kan kita harus berproses selama satu jam. Membiarkan rekan kerja kita memiliki ide. Kalau idenya dipakai, dia akan jagain itu. Coba kalau misalnya, perintahkan A dan B perintahkan C bisa 5 menit selesai rapatnya. Tetapi ownership-nya tidak ada tidak melatih mereka untuk berpikir, tidak melatih mereka untuk menghadapi persoalan, kelar! Ini saya ngomong berdasarkan perjalanan panjang atau istilahnya bukan asal-asalan atau teori bangun tidur.
Lanjut ke halaman berikutnya
Bagaimana saat ditawari ke Krakatau Steel dengan kondisi utang yang begitu besar, penyakitnya juga banyak, ya?
Masalahnya, saya nggak tahu kalau utangnya begitu besar. Saya itu kan menjalankan tugas. Pimpinan kan yang paling tahu. Tugas apa yang cocok, Jose Mourinho juga punya Jose Mourinho juga. Kalau dalam hal ini saya ada Pak Menteri. Kalau dulu Bu Menteri, di atasnya ada Presiden. Ya sudah kita nurut aja, mau dikasih apa ya kita jalankan yang terbaik.
Sempat shock dengan pembukuannya (Krakatau Steel)?
Ya tentu kaget. Kalau saya, kalau masalah utang tidak terlalu kaget. Yang repot itu masalahnya cashflow-nya negatif. Bayar utang pakai utang, bayar gaji pakai utang. Nah makanya saya selalu bilang EBITDA penting, karena itu riil uang yang dihasilkan. Kenapa? Bahkan saya sekarang ini punya program semangat EBITDA harian. Tidak mudah. Paling tidak membawa tim saya itu menjadi fighter, apa yang dilakukan harus menghasilkan uang.
Balik lagi, utang gede. Kaget. Apalagi kita hitung tiap hari bertambah utangnya. Hitungan saya bertambah Rp 7 miliar per hari bunganya. Itu anget dong. Kita sudah kompres berkali-kali dong kepala. Kemudian, sampai pada yang paling khawatir itu cashflow karena EBITDA-nya negatif. Jadi lebih susah. Kalau besar EBITDA-nya masih positif, apalagi monopoli, itu relatif lebih mudah. Jadi isunya tidak terlalu banyak. Kalau Krakatau Steel, parameternya terlalu banyak yang harus di-manage, termasuk kebijakan. Kebijakannya berubah, kena ada satu hal misalnya terjadi sesuatu di dunia, harga berubah, pasti kena. Kita harus membuat satu lapangan baru.
Kayak sekarang, klaster yang baja. Saya bikin subholding baja konstruksi. Baru terbentuk 31 Agustus. Saya gabungin perusahaan-perusahaan yang urusannya baja. Dari trading pipa, sibu, besi, beton, dan lain sebagainya. Termasuk hilirisasi, baja ringan, itu semua. Di situ kenapa jadiin satu, supaya lebih optimal. Kedua, dari sisi SDM-nya bisa saling memperkuat, tidak melemahkan. Kemudian, banyak hal bisa kita lakukan dengan nilai tambah. Kalau jualan komoditas harganya sudah komoditas per ton. Berapa sih baja? Posisi HRC 1.000 dolar misalnya, itu sudah ketaker semua harga-harganya. Akan beda kalau misalnya besi betonnya. Misal bikin tower, saya jualan tower misalnya, marginnya lebih banyak. Bikin gudang yang sudah tinggal dipasang seperti Lego. Luasnya berapa, tingginya berapa, bentangan ruangannya berapa, kita itungin pakai software.
Kemudian buat kita pembeli tidak usah beli potongan misalnya tingginya 5 meter, ukuran bajanya 12 meter, kan ada sisanya. Bagi lima-lima jadi 10, sisanya 2 mubazir. Kalau itu customer nggak usah ikut beli. Beli yang udah siap pasang, lebih mahal boleh dong. Tetapi kan dia nyenyak tidur, nggak dibohongin kontraktor. Murah-mahal jadi relatif, nah itu business model.
Soal terkait utang, tanpa background di industri baja dihadapkan dengan setumpuk utang. Bagaimana meyakinkan para kreditur supaya bisa merestrukturisasi utang itu?
Kalau kaitan background bisnis baja atau tidak, kalau posisi CEO itu, teknis itu tinggal 5 persen itu, satu bulan kekejarlah. Yang paling penting itu manajemen, kemudian bagaimana kita mengatur arah. Melihat opportunities dan threats atau challenge. Nah, jadi satu bulan, 'Oh ini masalahnya'. Saya datangi dirut satu-satu yang gede dulu, itu Himbara. Karena waktu itu 65 persen pinjaman dari bank pelat merah. Yang paling gede lagi swasta dari siapa. Basicaly saya datangi semua. Saya bilang 'restrukturisasi' dengan harapan bisa cepat. Tetapi ini ternyata yang terbesar di Indonesia saat itu.
Kemudian 10 bank, ada bank pelat merah, swasta, ada asing. Pendekatannya berbeda-beda. Sementara perjanjian titik-koma harus sama 10-10-nya. Gimana meyakinkannya? Setiap bank berbeda meyakinkannya. Saya menyesuaikan yang bank pemerintah seperti apa, bank asing seperti apa. Kita semua turun. Saya turun, direktur keuangan turun, di working level turun. Itu rapat setiap hari dan itu sangat melelahkan.
Mungkin yang terbesar dari tercepat satu tahun itu selesai. Bahwasanya membutuhkan sekian tahun kita nego bunga, jangka waktu, dan lain sebagainya, itu bagian proses negosiasi, dan bargaining position. Kita itu kan tidak bagus. Saya juga berseloroh juga sih walaupun tidak bagus. Yang lebih takut default itu banknya. Kalau misalnya besar utangnya relatif kecil. Misal bicara mengenai utang kartu kredit yang disebut KTA. Yang datang itu debt collector. Kalau utangnya di atas Rp 10 triliun, yang datang itu direksi bank. Jadi sangat santun datangnya. Nggak gebrak-gebrak meja.
Cuma kadang-kadang itu dimanfaatkan, karena supaya sustain dikasih pinjaman lagi supaya sustain, yang penting muter. Saya nggak mau begitu. Kita udah nih, kita pembayar, kita nggak pernah sesen pun nunggak. Kita minta stainsteel, baru pada cepet. Tadinya kita ngomong negosiasi ini-ini, 'Oh iya iya', tetapi nggak pernah close. Akhirnya kita minta stainsteel. 'Sori nih, kita nggak mau bayar lagi sebelum ini beres". Nah, itu mulai percepatan.
Dan tidak semua bank pengalaman dengan yang namanya kredit korporasi, misalnya mereka ahlinya retail. Kalau bermasalah itu kena rugi-laba harus dicadangkan pendekatan akuntansi. Ya akhirnya cari solusi bagaimana supaya dua-dua bisa jalan. Kita nggak bisa menang-menangan. Bank juga mesti juga agak mundur sedikit. Supaya dicapai suatu kesepakatan. Baru tanda tangan 12 Januari 2020. Saya mulai restrukturisasi surat pertama saya kisaran November-Desember 2018.
Selesai Januari restrukturisasi, Maret pandemi, April PSBB. Nah, itu bagaimana? Itu ibaratnya bertubi-tubi baru napas sedikit, sudah dihajar lagi itu.
Tetapi saya sudah kurangi cost-nya sudah dari 2019. Jadi 2020 cost sudah turun lumayan. Kalau OPEX saja saya turun itu Rp 160 sekian juta dolar, operation cost. Jadi turunnya itu dua koma triliunanlah. Terus kemudian juga market juga kita sudah tempel engagement. Kita kan kalau jualan tidak memperlakukan optimal. Padahal kita perlu memuliakan customer. Saya tidak heran di KS kurang optimal. Karena dulu yang datang pembelinya, mohon-mohon. Kenapa? Sampai reformasi KS itu satu-satunya yang pegang tata niaga, monopoli. Karena kultur monopolinya masih tinggi. Makanya, pas lagi menghadapi market nggak siap. Masih pakai kultur yang lama. Istilahnya masih 'belagu' sama customer.
Kita ubah, saya turun langsung namanya program customer engagement. Datengin teman-teman, kita juga edukasi, 'Bapak kalau impor, modal kerja tinggi, beli lokal, tetapi Bapak bisa ngecer. Kaya beli rokok eceran dua-tiga batang. Tapi kalau beli satu slop, modal kerja banyak. Belum lagi Bapak harus cari gudang. Kalau misalnya rusak bagaimana?'
Jadi mereka hanya melihat unit cost-nya, diadu. Tidak melihat cost secara komprehensif. Mereka mulai berpikir. 'Oh bener juga ya'. Yang tadinya KS 50 persen impor jadi 75 persen. Sudah bagus dong? Nambah. Lalu PPKM atau zaman dulu PSBB. Tutup segala macam. Kita jangan langsung kaget. Kurs bergejolak, orang impor ngeri. Cost-nya jadi tinggi, dia impor jadi buntung. Ini saya masukin pasar. Kita yakini.
Terus kemudian ke luar negeri, banyak pabrik tutup. Nah kita kirim karena ada mix match karena di luar negeri kan lebih cuek. Mereka nggak takut pandemi, nggak pakai masker, gaya hidup normal, kumpul, kongko, otomatis rate-nya tinggi. Banyak pabrik di luar negeri tutup, sementara kita WFH dari sebelum diperintahkan WFH di KS. Orang belum bilang WFH, kita latihan duluan. Kita nggak pernah ngerti video conference. Saya bikin sistem, dijalani sudah pakai aplikasi. Akhirnya kebiasaan itu kita ukur produktivitas. Nggak ada perjalanan dinas, nggak ada biaya-biaya lucu yang nggak perlu.
Saya selalu kumpulin ada town hall meeting. Kalau dalam militer, jam komandan. Itu saya hampir setiap hari ngomong, sebentar saja 15 menit sampai setengah jam, confidence. 'Level harus kita jaga, kita harus lebih kompak, kita harus bisa mengalahkan ini, kita kasih optimisme'. Masuk 2021 lebih bagus lagi alhamdulillah.
Mulai merugi sejak 2012, padahal 2014 dengan pemerintahan baru, fokus utamanya di infrastruktur. Ini kan menjadi sebuah pasar yang sangat potensial untuk KS memasok baja. Atau memang tidak terpenuhi oleh KS?
Banyak yang salah, dipikir baja itu cuma besi beton doang yang dicor. Sementara market terbesar itu ada default product. Salah satunya plat baja, yang bisa jadi mobil, elektronik. Elektronik pakai baja, Pak? Itu yang mesin cuci, lemari es, kerangka kotaknya kan sudah itu baja. Itu jauh lebih besar dibandingkan besi beton buat jalan.
Kita main di situ, tetapi di situ marginnya sangat tipis, yang di besi beton. Saya sudah mendapatkan given bahwa bisnis utamanya flat product. Flat product itu jadi kapal, mobil, elektronik, elevated tol road, pipa, saya perkuat bisnis itu dulu. Baru saya masuk ke bisnis besi beton. Kebetulan bisnis besi beton mesin yang kita punya zaman Uni Soviet dulu, tahun 60-an. Zaman itu kan harga energi relatif murah. Baru setahun kemarin ini, untuk yang produksi long product itu bisa efisien. Makanya tahun lalu sudah mulai untung untuk anak perusahaan.
Itu yang cikal bakalnya KS dibangun 1962, awalnya itu proyek baja Trikora dengan Uni Soviet. Kemudian mulai ternyata membangun industri. Akhirnya dibangun flat product. Nah flat product inilah yang menjadi bisnis utama Krakatau Steel. Oleh sebab itu, ketika bicara mengenai pembangunan infrastruktur yang banyak laku ya besi beton. Di mana saat saya masuk, salah satu kontributor negatif. Nah, ini harus bikin untung. Alhamdulillah sudah untung.
Buat saya, kadang-kadang kita harus mengorbankan volume supaya untung. Nggak apa-apa volume turun dulu tapi untung. Daripada kita bikin besar, untungnya memang tipis. Nanti dulu, kalau meleset, ruginya berdampak besar. Sehingga realistis, ketika untung bisnis model dan bisnis prosesnya udah bener, duplikasi. Tetapi business model dan bisnis prosesnya nggak bener, ini nggak akan beres. Termasuk layer, struktur organisasi. Kalau terlalu banyak akhirnya andal-andalan.
Jadi ada istilah dalam ekonomi itu, dalam suatu ruangan ini 6x6 diisi 6 mesin diisi 6 orang. Itu titik optimal. Ketika saya masukin jadi 10 orang, mesinnya cuma 6, yang 4 ngobrol. Kalau iya dia ngobrol hanya berempat, kalau ngajak yang 6 lagi kerja. Bukannya produktivitasnya naik, malah turun.
Begitu juga dalam kita menjalankan bisnis. Bukan berarti orang banyak produktif. Kita nolin dulu. Maksudnya titik optimalnya di mana, 'Oh di sini. Oke'. Udah dapet duplikasi, perbanyak. Otomatis jadi untung. Di ruang kecil ini misalnya ada 25 orang, kita berharap produksinya naik. Nggak ada ceritanya kita melakukan hal yang sama berharap hasilnya beda. Nah, itu kebanyakan kita begitu. Makanya saya bilang ke anak-anak. 'Kalian ini melakukan hal yang sama berharap hasilnya beda. Lakukan yang berbeda, baru hasilnya berbeda. Nggak cukup ayo kita berjualan tetapi pola bisnis tidak dibenerin."
Dari sisi kualitas, tingkat impor kita tinggi.
Baja KS masuk ke Eropa, artinya apa? Kalau kita bilang baja KS top, ya yang ngomong dirutnya. Baja kita dipakai di Eropa, dipakai di Australia. Artinya apa? Bagus dong memenuhi kualitas. Kalau bisa dibilang kualitasnya prima.
Kalau dikaitkan dengan impor bagaimana, ini ada produk bagus dijual ke luar. Tetapi orang kita malah beli di luar?
Impor itu perang lain, makanya menjadi Dirut KS itu tidak mudah. Di dalam ada pertempuran, di luar juga ada pertempuran. Di luar, kebijakan pemerintah misalnya, bisnis global di baja. Di India, baja ditangani oleh seorang menteri, kementerian baja. Di China kalau nggak salah sampai 2007 masih ada. Tetapi kan dia harus membuat 1 miliar kapasitas. Sudah cukuplah tugasnya, sudah menguasai dunia baja China. Sangkin strateginya. Waktu zaman Pak Tungki, Menteri Perindustrian merangkap Dirut KS. Saat ini bisnis baja bisnis kebijakan. Ditambahkan kreativitas pengimpor tinggi. Kenapa kreativitasnya tinggi. Misal bunga lavender dan bunga mawar bea masuknya beda.
Begitu banyak baja, dia mengaku saja bunga mawar nih, lavender nih, siapa yang mau membuktikan? Bentuknya sama harus dibawa ke lab. Sementara itu 20 ton itu lab mana yang bisa masuk 20 ton. Kalau sampel, ngamuk dipotong. Akhirnya dokumen. Nah dokumen ini adalah dokumen ini sudah nggak cocok, dia mengaku barang lain kalau lavender-mawar kelihatan. Kalau baja? Mirip, sama. Harus masuk lab, tidak bisa dilihat secara visual.
Nah mereka ngebohongin, nomornya HS Scootnya dari 73 menjadi 72, secara dokumen masuk. Kedua, China hebat yang ekspor dapat tax rebate, besarannya sampai 30 persen. Bisnis apa yang untungnya dikasih negara langsung 30 persen. Lah kita? Tidak efisien, longgar. Gimana nggak masuk itu semua ke sini. Yang ekspor dapat tax rebate. Udah gitu mengatasnamakan UKM. UKM yang mana? Udah gitu membawa surat, 'Kami membeli sekian ribu dikhawatirkan yang akan PHK'. PHK yang mana? Saya ketua asosiasinya. Jangan mengelabui, itu yang menurut saya harus diberantas. Karena itu sudah menipu, mengatasnamakan tetapi ternyata bermain di kualitas tidak sesuai SNI. Kalau lebih tipis pasti lebih murah.
Jadi, makanya waktu Pak Jokowi datang ke KS. 'Pak, SNI untuk baja harus wajib hulu hingga hilir'. SNI ada dua itu, sukarela dan wajib. Kalau sukarela kan nggak ada sanksinya, kalau wajib harus tertib. Kenapa hulu sampai hilir dijaga? Kalau hilirnya bolong, hulunya pasti kena. Dan industri itu berkaitan. Oke, HRC tidak dikasih impor, tetapi baja lapis dikasih impor, otomatis kena. Baja lapis itu dilapisi oleh aluminium, timah, seng, atau warna. Jadi produknya banyak, ratusan ribuan bahkan. Bagaimana kita mengontrolnya?
Sejak Pak Silmy memimpin Asosiasi dan KS sudah mulai ada pembenahan dari pemerintah?
Salah satunya adalah postborder. Baja diperiksanya setelah masuk, setelah border Bea-Cukai. Kalau nggak salah 3-5 tahun. Ya itu sudah dicor, sudah jadi mobil masa kita mau periksa? Nggak mungkin. Saya bilang kembalikan ke border lagi. Wah, banyak yang nyumpahin kita, sudah banyak. Masih saja bertahan di KS. Itu salah satunya di postboder-nya. Saya datengin Bea-Cukai, akhirnya diubah akhirnya balik lagi border.
Kemudian di beton itu ada dua SNI. Ada SNI baja keperluan umum, ada baja tulangan beton. Sekarang saya tanya, kita ada renovasi rumah, yang beli ke toko besi kan orang di rumah, kita kerja. Nih si ibu ke toko bangunan, nanya 'SNI nih nggak Pak?' Ya SNI, barangnya sama. Yang satu bukan buat beton, yang satu beton.
Gilanya lagi, kalau di proyek, saya kasih tahu. Saya ke Kementerian PUPR, 'Mas, ini ada dua loh SNI-nya, ini bahaya'. Saya bilang, 'Ini bisa dioplos, kualitas infrastruktur kita bisa kacau loh'. Katanya, 'Kita harus apa?' Akhirnya beliau bikin surat edaran. Surat edaran proyek pemerintah harus pakai SNI BJ TB. Tapi yang di lapangan siapa yang mau tahu. Makanya saya mengusulkan yang BJ KU dihapus.
Apakah sudah ada dampaknya, penurunan nilai impornya sudah berkurang?
Ada, tetapi naik-turun. Waktu pandemi turun, saya nggak tahu karena sulit mendapatkan izin impor atau mengajukan izin impor turun. Tadinya saya pikir bahwa izinnya lebih ketat, mudah-mudahan. Sekarang cenderungnya meningkat. Saya sudah komunikasikan bahwa ini bahaya nih, kalau meningkat utilisasinya rendah. Baja itu kan produk strategi, mother of industry. Nggak ada negara besar yang baja lemah. China 1 miliar ton per tahun. Kalau Indonesia itu 15 juta per tahun. Amerika saja diporteksi habis. Kita bicara pasar bebas, rajanya pasar bebas itu Amerika, tetapi baja mereka proteksi. Harga baja di Amerika itu bisa 1 kali sampai 2 kalinya. Gila nggak? Dia jaga. Itu kenapa? Kepentingan perang. Kalau dia tidak punya pabrik baja sendiri, kalau terjadi sesuatu, dia mau bikin kapal perang, mau pakai apa?
Sementara tidak hanya untuk perang, untuk memproduksi kepentingan ekonomi. Satu untuk perang, kedua national interest karena harus menjaga buruh-buruh di pekerja di Amerika. Kenapa industri Amerika selalu bagus? Jangan dipikir di Jepang ekspor gelondongan di mobil. Dia bikin aturan main, kenapa bajanya maju. Bahwa local content itu dia spesifik berapa persen baja yang digunakan, tidak dari sistem. Kalau sistem itu kan local content-nya bisa kena macam-macam. Kalau dia dilihat dari bajanya. Bajanya 1 ton, berapa persen, local content berapa persen. Makanya bikinnya di Amerika, kalau nggak, kena gede.
Bapak berhasil meyakinkan restrukturisasi, kalau untuk pengembangan, kerja sama mencari investasi. Apa pabrik yang diresmikan Pak Jokowi bagian dari kreasi Bapak?
Saya datang pabrik itu sudah dimulai. Saya memastikan itu selesai dan ini selesainya pada zaman pandemi. Keistimewaan yang dipilih juga technology provider-nya Jerman, topnya baja ini Jerman. Makanya Pak Jokowi bilang ada dua di dunia, memang punya keistimewaan nih pabrik. Terus kemudian, di produk ini ditujukan untuk nanti turunnya di otomotif, karena kualitasnya bagus, efisien, memenuhi syarat produk baja masa depan, dari sisi kualitas dari sisi juga cost.
Kalau saya ditanya, Bapak investasi apa? Saya penganut pemikiran milenial. Sharing ekonomi, bagaimana nih sharing ekonomi? Tokopedia punya nggak tokonya? Nggak punya toko tapi ada barangnya. Begitu juga di KS, kalau saya masuk ke hilir, harus bikin pabrik baru jadi 3-4 tahun ke depan.
Makanya begini, itu pabrik-pabrik ini yang idol dan pelanggannya KS, yang hulu-hilir itu, kita rapikan, standar kita, bahan baku kita, merek kita. Daripada bahan baku kita di gudang, mendingan kirim ke dia, jadi produk turunan. Kemudian ngisi pasar supaya impor nggak masuk. Jadi sharing ekonomi jalan.
Kaya iPhone, dia nggak punya pabrik, di macam-macam negara. Yang penting bagaimana me-manage-nya, brand-nya kita, nilai tambahnya. Bukan berarti kita anti-investasi. Tetapi harus realistis, KS itu masih masa restrukturisasi kalau mau investasi, banyak yang teriak. "Utang masih Rp 30 triliun lebih, mau investasi."
Jadi cocok nih pakai sistem ini (sharing ekonomi), jadi menambah revenue, tanpa kita investasi. Everybody happy, si pelanggan utilisasi pabriknya naik, KS daripada produknya di gudang karatan, lebih baik diproduksi jadi produk turunan. Negara juga happy, kenapa? Pasarnya keisi, impornya juga susah. Kemudian juga kita tidak perlu kehilangan waktu untuk menunggu pabriknya jadi.
Dari semua yang sudah dilakukan, efisiensi sudah sesuai harapan?
Dari total inisiatif restrukturisasi dan transformasi 90% sudah. Saya kan realistis, penugasan itu kan 3-5 tahun. Ya sudah saya anggap 100%. Kemudian, ini ukurannya sudah 90%, jadi paling tinggal 10% lagi. Ada beberapa inisiatif strategi yang mesti selesaikan. Kita optimis di Q4 ini selesai, Oktober-November.
Salah satunya subholding Krakatau Sarana Infrastruktur yang sedang mencari investor. Ini kan di-handle Mandiri Sekuritas melakukan proses penawaran biding, kita nggak mau ikut-ikut. Kita serahkan ke pihak ketiga. Ini kan duitnya masuk ke KS sebagai untuk pengembangan subholding dan sebagiannya untuk utang. Kalau dengan ini tahun ini bisa bayar utang 200 juta dolar, Rp 3 triliun lumayan kan.
Inisiatif kedua, proses ini kan mengubah kepemilikan di Krakatau Posco. Kalau sekarang Krakatau Steel 30%, Posco 70%. Nanti masih negosiasi dan ini win win kita juga saling mengisi dalam partnership ini. Indonesia kan ingin 10 juta ton di Cilegon.
Kalau tahun depan berpindah untuk mengobati perusahaan lain yang lagi sakit, KS siap ditinggal?
Salah satu kawan baik saya yang sering jadi teman diskusi itu menyampaikan, 'Lo sukses kalau ketika lo tinggal ketika itu perusahaan masih bagus'. Saya terima tantangan itu. Kalau masih sukses ketika masih di sini didiskon 50%. Kalau ditinggal masih bagus, nilainya optimal. Kalau ditanya siap nggak? Saya sudah mempersiapkan. Kapan pun transisi, itu sudah siap menerima.
Di tengah mengobati KS, di tengah pandemi jarang ke kantor, bagaimana Pak Silmy menyegarkan untuk kembali manusia sebenarnya manusia?
Saya lagi senang main bola sama naik sepeda. Saya Sabtu kemarin Widodo Cahyono Putro. Dia dulu tim nasional. Pemain tengah Aji Ridwan Mas itu juga pemain nasional, Ashari Rangkuti dan juga yang lain lain. Menariknya, tim di atas 40 tahun, jadi bikin kompetisi di atas 40 tahun. Bolehlah buat nyemangatin.
Kemudian, saya naik sepeda seminggu lima kali, pagi start 5.15-5.30 selama satu jam. Hampir tiap hari kecuali Senin-Kamis. Rutenya di dalam kota saja, yang cepat selesai saja karena biasanya jam 7.30 biasanya sudah mulai meeting.
Jadi saya cepat saja, satu jam. Satu jam itu kan kalau kecepatan 40 km, berarti 40 km. Hari-hari itu segar, badan relatif lebih sehat. Karena pandemi ini. Kalau malam saya senang nonton dengan baca. Nonton Netflix Prime Movie. Saya sebenarnya senang komedi, kedua thriller bisa masuk lebih yang faktor intelegensinya. Walaupun antara film kenyataan beda.
Gimana ceritanya bisa sekolah ke NATO?
Saya dulu cita-cita pengin jadi tentara. Tetapi Tuhan itu memang luar biasa bekerja. Akhirnya ke Kementerian Pertahanan selama 8 tahun. Sempat juga ke BIN tugas. Otomatis sekolahnya jadi defense, intelligence, sempat ke NATO School. Kalau nggak salah lulusan pertama. Karena kita bukan anggota NATO. Sehingga kita harus meyakinkan dan saya harus ngarang bagaimana bisa diterima.
Begitu juga hal yang menarik itu, security bukan saja konteksnya pertahanan militer. Tetapi bagaimana national interest salah satunya ekonomi, dibedah lagi ada industri, perdagangan, kalau Indonesia ada BUMN, ada juga dalam hal pangan memberikan makan satu Indonesia, dan lainnya sebagainya.
Jadi yang kita pelajari adalah kebijakan. Otomatis di kelas ada dari FBI, jadi saya tanya-tanya. Ada yang di lapangan, ada yang di analis. Hampir setahun kita di sana, jadi teman, jadi ngerti juga bagaimana policy yang update, bagaimana me-manage sistem pertahanan.
Saya sekolah macam-macam, salah satunya di US Navy itu, defense management. Setiap sore kita ada simulasi satu jam perang-perangan. Kita seolah-olah sebagai pemutus dalam kebijakan pertahanan, investasi pertahanannya berapa, operasional berapa, belinya apa saja, diadu, yang menang si A atau si B. Itu simulasinya dibikin ada petanya, ancamannya ini, bermacam-macam.
Misal di laut, pulau, atau gurun. Dibikin simulasi seolah-olah sebagai Menteri Pertahanan atau Kebijakan Kementerian Pertahanan di bawah kita. Ya fun. Kita belajar teorinya, juga belajar simulasinya. Itu di Monterey, AS. Kalau NATO School di Jerman. Alhamdulillah dapat kesempatan langka. Waktu saya di AS, ada rekan saya wakil kepala polisi Australia, ada Kepala Staf Angkatan Udara Malaysia. Mereka juga berkembang juga.