Faisal Basri Bicara soal Kritikannya hingga Disebut Anti Investasi China

Wawancara Khusus Faisal Basri

Faisal Basri Bicara soal Kritikannya hingga Disebut Anti Investasi China

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 01 Nov 2021 09:47 WIB
Jakarta -

Nama Faisal Basri beberapa waktu terakhir ini selalu muncul dalam berita-berita yang menarik perhatian banyak orang. Kritiknya yang tajam dan berani terhadap proyek-proyek besar pemerintah jadi alasannya.

Ekonom Senior ini beberapa waktu yang lalu sempat melontarkan kritik terkait proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Dia bilang 'sampai kiamat pun tak balik modal'.

Dia juga sempat bilang ada kebocoran ekspor bijih nikel sebesar Rp 2,8 triliun ke China.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, dia juga sempat menyinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan memintanya selektif dalam memberikan anggaran untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN), Food Estate atau Lumbung Pangan, hingga Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Menurutnya itu proyek yang tidak perlu.

Kritikan pedas itu menimbulkan pandangan di publik bahwa Faisal Basri masuk dalam golongan anti investasi China. Sebab dia juga pernah bicara mengenai TKA China di pabrik pemurnian (smelter) milik China yang ada di Indonesia.

ADVERTISEMENT

Kepada detikcom, Faisal Basri menjawab tudingan itu. Dia juga mengupas lebih jauh kritikannya terhadap sederet proyek penting pemerintah, mulai dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Food Estate hingga proyek mercusuar Ibu Kota Negara (IKN).

Dia juga bicara pandangan pribadinya terhadap sosok Presiden Joko Widodo. Berikut wawancara lengkapnya:

Pak Faisal belakangan ini vokal melakukan kritik terhadap beberapa proyek, hingga muncul tanggalan Anda anti investasi China, apakah itu benar?
Saya sama sekali tidak anti investasi China, sama sekali tidak, bahkan saya yang menyampaikan menjelang pemilu bahwa investasi china di Indonesia itu tidak seberapa, investasi China itu hanya nomor 22, sebagai penerima investasi asing china di seluruh dunia, walaupun naik dari urutan 44 atau 46 menjadi ke 22, jadi kita kalah dengan Malaysia, Singapura, Thailand untuk meraup investasi dari China. Itu saya sampaikan, jadi tidak benar kalau kita dikuasai oleh china, sampai sekarang pun kita tidak dikuasai oleh China. Pinjaman dari China pun tidak besar, pinjaman terbesar adalah dari Singapura, jadi kita tidak dibeli oleh China.

Tapi kita harus mengatakan, bahwa investasi China itu memang agak unik karena dia banyak bawa tenaga kerja. Saya bandingkan berapa uang yang dibawa, berapa pekerja yang dibawa, nah keluar koefisien, china itu koefisiennya 3,4. Jadi kasarnya untuk 1 juta dolar yang masuk ke Indonesia dia bawa 3,4 orang. Nah kalau Singapura bahwa 0,1 orang, kan jauh sekali. terbesar kedua adalah kore 1,6, tapi China jauh 3,4. Jadi kita harus waspadai memang, jangan kita gampang mengiyakan apa keinginan China, itulah gunanya negosiasi. Karena ada konsekuensi geopolitik konsekuensi geostrategis, geosecurity dan sebagainya

Kedua, keberatan saya adalah kalau kita obral kepada China sebagaimana terjadi pada kasus smelter nikel, di Morowali, di Bantaeng, di Halmahera, di Konawe, itu kan China semua. Coba bayangkan kalau pengusaha China punya smelter di China itu beli bijih nikelnya US$ 80 per ton, tapi kalau pengusaha china yang punya smelter di Indonesia beli bijih nikelnya US$ 20 per ton, kan bodoh kita. Jangan diobral begitu.

Sudah itu mereka bebas bawa pekerjanya bukan yang ahli, kalau ahli kita nggak keberatan, tapi kalau bawa tukang kebun, yes tukang kebun, saya datanya ada semua. Insya Allah saya bicara dengan data selalu. Kemudian satpam, lantas juru masak. Ya boleh 1-2 orang juru masak, tapi jangan semua dong. Pengemudi forklift, dumptruck, itu pernah melindas pegawai dulu meninggal, heboh, kan jadi sensitif. Justru kita ingin meredam yang sensitif itu. Jadi tidak benar kalau mereka bawa tenaga ahli semua, tidak. Dan di tengah pandemi pun masuk terus, bulan Juli 685, Juni seribuan, total masuk semasa pandemi aja masuk puluhan ribu.

Oleh karena itu saya menyanggah apa yang dikatakan pak Luhut katanya hanya 3.500 orang, tidak benar, puluhan ribu. Saya tidak mengatakan 6 juta orang, apalagi 60 juta orang, di media sosial kan seperti itu. Mereka datangnya dari Sam Ratulangi, tidak semua dari Jakarta. Kan di jakarta ramai terus, karena yang mengamati banyak, kalau di Sam Ratulangi senyap beritanya.

Mereka datang ada yang resmi dengan status bekerja, tapi sebagian besar datang dengan status kunjungan. Dan itu diakui sendiri oleh Pak Luhut Pandjaitan, kok dikasih status kunjungan. Lantas diumbar fasilitas buat mereka itu. Bebas bayar pajak keuntungan perusahaan 20 tahun.

Kemudian, jadi bijih nikel ini kan diolah di smelter itu menjadi antara lain nickel pig iron yang tingkat pengolahannya 10-15%. Kemudian feronikel kira-kira 25% pengolahannya. Selevel itu saja hampir 100% diekspor ke China. Jadi tidak benar bahwa smelter china itu mendukung industrialisasi di Indonesia, yang betul smelter China mendukung industrialisasi di China. Masa kita diam saja, harusnya itu sudah dipansus-kan di DPR, karena merugikan ratusan triliun rupiah dalam 5 tahun ini. Setidaknya Rp 200 triliun dalam 5 tahun ini, coba bayangkan. Dan sampai sekarang tidak ada lembaga pemerintah yang menyanggah ucapan saya itu. Mereka malu, mereka pun tahu tapi mereka tidak berdaya. Nah pasti ada kekuatan yang besar sekali di balik itu yang membacking. Saya mengatakan juga mereka tidak perlu PR, karena PR-nya Pak Luhut dan kantornya sendiri.

Kabarnya tenaga kerja diambil dari China karena keuletan dan ketekunan mereka dalam bekerja?
Loh pekerja kita di luar negeri juga gigih sekali, luar biasa. Jadi janganlah merendahkan bangsa sendiri. Ini kan mentalitas budak kalau begini. Kita tidak ingin perbudakan modern ada di negeri ini. Ini ada lembaga pemerintah bekerjasama dnegan China juga, ada MIND ID yang merupakan holding BUMN tambang itu bekerja sama dengan Pertamina dan PLN mengembangkan proyek baterai nasional, itu kerjasamanya dengan perusahaan China yang jempolan. Jadi saya tidak anti China, saya mendukung, orang baik bekerja sama dengan orang baik. Nah China yang ada sekarang itu bisa dikatakan harus di-tanda tanya. Alhamdulillah kasus ini ditindaklanjuti oleh lembaga-lembaga pemerintah yang berkepentingan untuk menegakkan kedaulatan di Indonesia. Saya tidak boleh menyebut lembaganya apa, tapi saya sudah berdiskusi, datang ke lembaga itu, data mereka sudah memadai, bahkan mereka memberikan informasi yang luar biasa kepada saya yang saya tidak mungkin dapat keculai dari mereka.

Pak Luhut disebut selalu hadir sebagai pembela kritik terhadap investasi China, dia juga sempat mengajak debat untuk para pengkritik, apakah Pak Faisal pernah diajak berdiskusi dengan Pak Luhut?
Harusnya hari Sabtu sore akhir bulan ini saya berjumpa dengan Pak Luhut. Namun kita tahu semua dan saya memaklumi, Pak Luhut harus mendampingi Pak Jokowi dalam kunjungan penting G20, Indonesia akan menjadi tuan rumah sehingga ada semacam serah terima dari Italia. Kemudian ada COP26 di Glasgow, lantas memfollow up rencana investasi dari Uni Emirate Arab, akhirnya di-reschedule, saya terima untuk berjumpa. Karena saya tidak punya agenda, tidak punya partai politik, organisasi, tidak ada.

Pak Faisal sempat bilang Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung itu tidak akan untung sampai kiamat, namun pemerintah sudah menepis dan mengklaim ada hitungan dalam 40 tahun bisa balik modal, apakah itu masuk akal?

Kalau hitungan saya terakhir yang rada realistis 133 tahun, makanya saya katakan kiamat, saya tidak tahu kapan kiamat, tapi artinya sedemikian lamanya. Kalau 40 tahun tidak make sense, saya sudah bicara dengan orang yang lebih kompeten dari pada Arya Sinulingga, saya tidak usah sebut namanya, orang yang ikut bertanggung jawab untuk mengembangkan ini. Arya Sinulingga ini kan ndak jelas, ini tim sukses Erick Thohir jadi Presiden atau apa, jadi jangan terlalu dipercaya lah. Namun saya bersedia dipertemukan dalam forum diskusi, namun yang bersangkutan menurut sang pengundang itu membatalkan.

Lanjut ke halaman berikutnya

Pak Faisal juga mengkritik sejumlah proyek infrastruktur yang dibangun Pak Jokowi, dianggap sia-sia, kelewat mahal dan tidak punya efek langsung. Tapi ada yang membela bahwa pembangunan ini mirip dengan pembangunan era Bung Karno, pada saat awal dikritik tapi bertahun-tahun kemudian dipuji. Bagaimana menurut Pak Faisal?

Bung Karno memiliki visi yang panjang, Bung Karno punya ilmu yang memadai. Misalnya prinsip Bung Karno itu tanah subur tidak boleh dijadikan lahan industri, tidak boleh dijadikan ibu kota. Zaman Bung Karno telah dipancangkan Palangkaraya sebagai ibu kota, tiang pancangnya masih ada. Karena Palangkaraya gersang, gambut, tidak bisa ditanami, jadi yang tidak bisa dikomersialisasikan itulah jadi ibu kota, itulah jadi jalan dan macam-macam. Soalnya tidak boleh diganggu gugat lahan yang subur.

Kemudian Bung Karno memandang Indonesia harus kuat dan rakyatnya tidak mengandalkan luar negeri untuk urusan perut. Maka dibangunlah bendungan Jatiluhur. Tidak ada yang menolak, Juanda yang mewujudkannya lewat perencanaan yang canggih dan ada 2 negara yang membantu. Itu pinjaman, sangat lunak dan itu kunci menggerakan sektor pertanian. Kemudian dia kembangkan ITB untuk menopangnya dari segi pendidikan, kemudian dia lengkapi dengan sekolah menengah pertanian. Jadi visinya luar biasa.

Kemudian kita dapat uang rampasan perang dari Jepang, bagaimana kalau ada tamu negara dulu nginapnya di Istana, di Wisma Negara di komplek Istana. Repot menyiapkan macam-macam, akhirnya kita harus punya hotel yang representatif. Maka uang rampasan perang itu dimintakan untuk membangun Hotel Indonesia. Perkantoran juga tidak ada, akhirnya dibangun Wisma Nusantara. Lalu ada mistik-mistiknya Pelabuhan Ratu, Nyai Roro Kidul, dibangun hotel juga di sana. Kemudian Sanur di Bali. Itu rampasan perang semua, jadi bukan utang.

Terlepas dari pro dan kontra, Bung Karno kan ingin menjadi pemimpin negara non blok, dia mengedepankan poros ketiga, jangan timur dan barat saja. Dia bikin Ganefo, dia terima sebagai tuan rumah Asian games, dia ingin menjadi pemimpin negara-negara yang berjuang menghadapi kekuatan-kekuatan besar di dunia ini. Maka dimintalah bantuan dari Rusia untuk bangun Stadion Utama Senayan itu yang sampai sekarang masih dimanfaatkan.

Jadi visinya panjang memang, kemudian tentu saja ada simbol-simbol, dibangun patung-patung di lapangan banteng, patung pembebasan Irian, mengedepankan tokoh petani ada Tugu Tani. Simbol-simbol itukan diperlukan juga.

Lalu bedanya dengan Pak Jokowi?

Kalau Pak Jokowi perencanaannya kurang baik dan asal tiru. Jadi misalnya di era Pak SBY kan ada jembatan Selat Sunda. Nah itu untuk memfasilitasi keinginan Tomy Winata, satu paket dengan jalan tol Sumatera. Nah jembatannya dibatalkan, tol Sumateranya jalan terus. Padahal di sepanjang Sumatera itu sudah ada yang namanya Trans Sumatera Highway, dan terbukti sekarang Pak Jokowi sadar itu tidak realistis maka dipotong separuhnya. Tidak lagi 2 ribuan km tapi cuma seribuan km. Pak Jokowi juga menerima kritik kalau kritiknya berdasar, argumennya kuat, terima kok.

Kemudian tiba-tiba dibangun Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumut, kan itu dekat Belawan, mau apa gitu. Kan kita harus membangun tuh fokus, kita perkuat sehingga fokusnya mengintegrasikan Indonesia yang terdiri dari 17 ribu pulau supaya ongkos logistiknya turun. Jadi kita benahi ini domestic sea transportation itu, maka keluar dulu tol laut, kita sudah seneng, tapi setelah itu tidak pernah lagi dibicarakan tol laut. Sehingga ongkos sekarang ini, ongkos 1 kontainer dari Jakarta ke Belawan itu jauh lebih mahal dari Guangzhou ke Belawan. Oleh karena itulah dari pada orang Medan beli barang dari Jawa, lebih baik beli barang dari China, karena ongkos angkutnya jauh lebih murah. Ini kita nggak pernah denger lagi, kita ingatkan.

Ada yang buat video saya, judulnya apa kabar tol laut Pak Jokowi, itu akhirnya di-follow up dalam satu sidang kabinet terbatas. Paginya saya ditelepon sama kawan saya di Istana, 'mas Faisal tolong dong dioret-oret catatan mas Faisal untuk sidang kabinet'. Tapi saya melihat Jokowi masih mau dengar. Mungkin sekelilingnya lebih sering ketemu Pak Jokowi punya agenda sendiri-sendiri.

Kritik itu sekadar dibahas atau ada tindak lanjutnya?
Jonan pernah kena semprot Pak Jokowi waktu jadi Menteri ESDM, itu karena ada memo kami, bukan saya saja, bahwa pemerintah harus betul-betul waspada kemungkinan krisis energi. Tapi responsnya tidak seperti yang kita harapkan. Jadi waktu itu impor BBM kan tinggi sekali, lantas swasta tidak boleh impor BBM, jadi Shell diperbolehkan jualan BBM di Indonesia tapi BBM-nya harus beli dari Pertamina, itukan nggak bener. Responsnya yang kacau. Tapi Pak Jokowi kan tidak ngurusin sampai sedetil itu. Harusnya menterinya paham apa yang harus dilakukan untuk menindaklanjuti hasil Sidang Kabinet Terbatas itu.

Program Food Estate juga banyak yang mempertanyakan, terkait pangan tapi yang mengurusi Menteri Pertahanan. Bagaimana tanggapannya?
Lebih parah lagi menghasilkan singkong. Om saya di Jambi sudah hampir 80 tahun usianya itu mengkonversi sebagian lahan sawitnya untuk menanam singkong sebesar-besar paha. Rakyat sudah paham menanam singkong. Prinsip proyek itu adalah ongkosnya harus lebih murah dari pada hasilnya. Nah ini lahan gambut yang dua pemerintahan gagal mengembangkannya diulang, ongkosnya mahal, berbagai kementerian keroyokan membangun infrastrukturnya hasilnya singkong. Jadi singkongnya mahal sekali, 1 kg bisa Rp 50 ribu, padahal di pasaran singkong 1 kg paling tidak sampai Rp 10 ribu. Jadi mau diapakan singkongnya? maka dibikinlah oleh kelompok Pak Prabowo itu mie instan dari singkong, harganya 1 bungkus Rp 9 ribu, Indomie hanya Rp 2.500. Jadi bukan hanya bisa, harus pakai otak, olah otak bukan olah tenaga. Karena sudah dicoba tanam beras juga gagal.

Alasan nasionalisme dan adanya ancaman krisis pangan berarti juga nggak masuk akal?
Itu mengada-ada, kalau betul ada ancaman pangan, ayo didesain, serahkan kepada Bappenas, diuji secara akademis, baru jalan. Ini sekarang semua lepas tanggung jawab.

Tugas Menteri Keuangan itukan rem, yang pegang uang biasanya kan mengerem. Itu waktu proyek Kereta Cepat Bu Sri Mulyani minta diyakinkan berkali-kali, baru keluar keppres kemarin pakai APBN itu, walaupun saya tetap tidak setuju. Tapi ya itu tugas menteri keuangan mengerem, menguji apa benar nih proyeknya, apa feasible, kalau feasible berapa lama, apa uangnya sebesar itu, apa risiko-risikonya. Ini proyek Kereta Cepat proyek transportasi atau proyek properti, tengok di Tegal Luar ada siapa, kenapa lewat Walini, kemudian belakangan ini Walini dilewati. Mampir di Padalarang, dari Padalarang Anda naik kereta lagi, ya mana mau orang naik kereta cepat kalau ganti kereta segala. Kan pakai akal sehat.

Ada ajaran di dalam Islam berdoa kepada Tuhan itu 'Ya Allah masukkanlah aku dengan cara yang benar dan keluarkan pula aku dengan cara yang benar.'. Kalau masuknya nggak bener, keluarnya susah, nah ini sekarang karena masuknya nggak bener, keluarnya susah. Misalnya kalau kereta cepat ini katakanlah tidak feasible, lantas dibatalkan ongkosnya mahal, pemerintah malu, jadi susah keluar nih sekarang, jadi dipaksalah diteruskan.

Kalau berkaca dari kasus proyek Kereta Cepat, lalu bagaimana dengan proyek mercusuar berikutnya, pemindahan ibu kota negara?
Pemindahan ibu kota juga dari informasi yang saya dapat dari orang dalam, itu tidak akan dikebut selesai di era Pak Jokowi. Jadi paling di era Pak Jokowi pemancangannya lah. Selesainya tidak dipaksakan lagi, kalau Kepala Bappenas Pak Suharso menginginkan ibu kota selesai sehingga upacara 17 Agustus 2024 masih dipimpin Pak Jokowi di sana, nah itu juga ngawur. Ya begitulah kualitasnya.

Kalau dengan Ibu Sri Mulyani masih intens berkomunikasi langsung?
Tidak pernah, dengan Pak Jokowi juga tidak pernah.

Tapi kritik soal Tol Laut didengar?
Ya mungkin Pak Jokowi juga tahu saya tidak punya agenda dan saya memilih 2 kali Pak Jokowi. Dan saya tidak menyesal sebagai bentuk pertanggung jawaban saya sebagai pemilih, maka saya harus berusaha agar yang saya pilih itu berada di jalan yang benar.

Dengan waktu yang tersisa 3 tahun era Pak Jokowi, apakah proyek-proyek yang sudah berjalan akan sesuai yang diharapkan?
Pak Jokowi sendiri sudah menyadari, kok banyak bandara yang sudah kita bangun tapi penumpangnya tidak ada, pesawatnya tidak ada, atau jalan ke bandaranya belum selesai. Pak Jokowi sendiri mengakui. Kedua, tol Sumatera, itu tidak ada yang mengkritisi dari dalam, saya takutnya Pak Jokowi ini diblokade, dilindungi oleh sekelilingnya sehingga hanya mendengar apa yang Pak Jokowi senang, itulah bahayanya seorang penguasa kalau dikelilingi oleh orang-orang yang selalu membuat tuannya senang.

Di periode kedua ini kan ada Pak Prabowo dan Sandiaga yang merupakan lawan politik beliau sebelumnya?
Tanya Pak Sandiaga berapa kali ikut sidang kabinet, dia kampanye untuk dirinya sendiri. Ya salahnya sendiri ya, kenapa pilih Sandiaga Uno yang punya agenda politik. Kalau mau memberikan kesempatan ya silahkan, tapi jangan harapkan kinerjanya baik, mendukung harapan Pak Jokowi. Saya rasa di dunia ini hanya ada di Indonesia calon wakil presiden dan presidennya ditarik ke kabinet.

Kan dipuji itu sebagai langkah jenius?
Ya antara memuji dan menyindir, bedanya tipis. Atau dia ingin dapat proyek barangkali dari pemerintah.

Pak Faisal sempat berkiprah di politik, ada yang bilang Pak Faisal berani mengkritik pemerintahan tapi tidak berani mengkritik Pak Amin Rais. Apa itu benar?

Tugas kita adalah memastikan yang berkuasa menjalankan pemerintahannya dengan benar. Pak Amin Rais tidak masuk hitungan, jadi buat apa mengkritik Pak Amin Rais? Apa urgensinya buat bangsa ini? Ndak ada urgensinya. Buang-buang tenaga. Yang saya kritik kan kebijakan publik, Pak Amin bukan pembuat kebijakan publik.

Di sisa waktu jabatan Pak Jokowi, saran apa yang bisa pak Faisal berikan?

Saya tidak hanya bicara tapi sudah berbuat semaksimal yang saya bisa. Jadi sempat ikut menyusun konsep ekonomi Indonesia pasca pandemi. Kan harusnya berbeda, mindsetnya berbeda, pendekatannya berbeda, yang disebut sebagai transformasi ekonomi. Kita harus mentransformasikan ekonomi kita, walaupun di benak saya kita harus transformasi politik juga, tapi itu ya di luar. Walaupun saya tidak tahu, saya sudah tidak pernah dihubungi lagi, sudah seberapa jauh konsep itu berkembang, rencananya dulu akhir tahun ini akan diselesaikan.

Nah saya baru berjumpa dengan salah seorang yang terlibat dalam sekali dalam menyusun konsep ini, tapi dia sudah pindah dari Bappenas, dia jadi staf khusus Pak Jokowi. Kayanya nggak berlanjut tuh pak, kata dia, aduh sayang bener. Ini produk negara, yang menyusun Bappenas, jadi Bappenas mengundang 3 orang dari luar Bappenas. Profesor Arif Anshori Yusuf, Guru Besar dari Unpad, kemudian Teguh Danarto, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, dan saya yang ketiga, saya datang belakangan. Itu kritis-kritis sekali, diskusinya luar biasa. Kan teman-teman Bappenas harusnya keluar dari boks, jadi sudah tercipta itu situasi yang baik. Sebagian konsepnya sudah disampaikan kalau tidak salah ke Pak Presiden dan kesannya positif, lanjutkan. Jadikan buku karena ada 4 pilar untuk transformasi. Setiap pilar dijadikan 1 buku. Nah follow upnya ndak tahu, kalau jalan itu gagal kita harus cari jalan lain.

Jalan lainnya antara lain, walaupun agak pahit, saya rasa semakin banyak yang direncanakan dan telah dibuat oleh Pak Jokowi terbukti ngawur, Pak Jokowi mulai ngeh, oh di sekeliling saya ada masalah.

Ada yang bilang Pak Faisal cuma jago kritik, tapi kalau terjun langsung akan sama saja. Jika Pak Jokowi menarik Pak Faisal ke kabinet, apakah akan bersedia?

Yang paling tahu kelemahan saya adalah saya sendiri, yang paling tahu kemampuan saya adalah saya sendiri. Saya mengukur diri dan saya memandang saya tidak cocok untuk menduduki posisi-posisi di dalam pemerintahan. Oleh karena itu saya tidak pernah mau ditawari apapun walaupun sudah sering ditawari. Diminta jadi Dirjen Bea Cukai saya tolak. Diminta jadi staf khusus Menko saya tolak. Diminta jadi komisaris juga saya tolak. Jadi tidak saja di pemerintahan tapi di BUMN juga saya tolak, perusahaan swasta juga banyak yang minta saya. Tapi ndak.

Saya mengingat sahabat saya yang sudah tidak ada, Riswanda Imawan. Saya kelihatannya sama setidaknya dengan prinsip dia. Saya ingin jadi burung yang bisa terbang kemana saja dan hinggap di pohon apa saja yang saya maui. Jadi saya cuma mau tim ad hoc, yang sifatnya sementara, oleh karena itu saya menerima tata kelola migas waktu ditawarkan oleh Menteri ESDM, itupun setelah berkonsultasi dengan dengan Buya Syafii Maarif. Saya deg-degan juga, maksudnya bukan takut sama mafia migas, tapi ini saya kompeten tidak, tapi saya diberikan kewenangan penuh untuk memilih anggota tim. Diberikan kewenangan penuh untuk melaporkan, jadi hari ini jam segini saya melapor ke pemerintah, lalau hari yang sama jam berbeda saya lapor ke publik tanpa ada yang ditambah dan dikurangi. Itu saya diberikan kewenangan penuh.

Nah kalau anda jadi menteri anda tidak bisa begitu saja berbeda pandangan dengan menteri lain. Karena anda harus patuh kepada Pak Jokowi, jadi repot. Kalau saya jadi menteri pertanian saya nggak boleh ngomong tentang transportasi. Itu bukan karakter saya, saya lintas sektor.


Hide Ads