Blak-blakan Bos Garuda, Menolak Kebangkrutan

Blak-blakan Irfan Setiaputra

Blak-blakan Bos Garuda, Menolak Kebangkrutan

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 22 Nov 2021 12:28 WIB

Kalau dengar jawaban Pak Irfan kayaknya sangat optimis walaupun dengan background yang saat ini dihadapi itu masalahnya kayaknya impossible membalikkan keadaan saat ini. Kita tahu bahwa kalau saya bisa jabarkan utang Garuda saat ini US$ 9,75 miliar betul ya? itu kalau dirupiahkan nyaris Rp 140 triliun?

Tapi itu utang buku. Anda mesti tahu kenapa angka itu muncul dan semua orang wow. Sebenarnya angka itu real-nya US$ 4 koma sekian, kalau kita ngomong utang ya kan sesuatu yang menjadi kewajiban kita di masa lalu. Nah PSAK 73 ini aturan akuntansi yang ikuti IFRS (International Financial Reporting Standards) di seluruh dunia menyatakan bahwa kewajiban masa mendatang Anda itu juga perlu masuk ke dalam utang. Jadi dari US$ 9,7 (miliar) itu, US$ 5,5 (miliar) sebenarnya utang masa depan, makanya muncul angka US$ 9,75 (miliar) angka utangnya, besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Besar ya dan kondisi ekuitas juga saat ini sudah minus dengan angka yang bukan sedikit sehingga saat ini opsi yang sedang diupayakan adalah melakukan restrukturisasi dengan berbagai cara strategi yang dilakukan Garuda. Boleh share apa saja opsi yang saat ini sedang ditempuh Garuda?

Sebelum saya jawab opsi ini saya mau share beberapa prinsip saya kalau Anda tadi bilang ini kan masalah. Dalam bahasa Inggris masalah itu problem kan, saya kalau lihat problem ada dua filosofi yang saya pakai. Pertama, the problem is not the problem, the problem is how you see the problem. US$ 9,75 miliar how you see? saya tadi sudah kasih sinyal bahwa US$ 9,75 miliar itu utang di buku, jadi utangnya US$ 4 koma sekian (miliar). Pada waktu saya masuk berapa utang yang saya terima? Yang diwariskan? Terus utang yang menambah ini apakah saya utang ke bank pinjam duit? Kan enggak, utang tambahan itu karena pandemi. So how the problem is not the problem? the problem is how you see the problem. Falsafah yang kedua, how can you face the problem? If the problem is your face. Artinya mayoritas problem itu haruslah Anda cari jawaban dan selesaikan karena nggak ada gunanya nyalahi siapa pun, nggak ada gunanya nyalahi pandemi. Jadi ketika Anda nggak nyalahkan siapa pun, Anda hadapi problem itu.

ADVERTISEMENT

Kita kemudian ngomong soal restrukturisasi, memang orang yang berutang sama kita terus kemudian Garuda tidak bayar tentu bertanya terus utang saya bagaimana? Di situ lah proses yang sudah kita lakukan, komunikasi, negoisasi, ada yang ngambek, ada yang marah, ada yang baik hati 'udah nggak usah dipikirin utang Anda', macam-macam lah ragamnya karena kita punya 800 kreditur. Kalau ada satu-dua yang ngomong masukkan ke pengadilan di Landon itu termasuk kelompok yang sini, tapi banyak yang 'sudahlah nggak usah dipikirin nanti kalau sudah ada kita ngomong'. Tapi kan kita mesti datang dengan proposal, nah itu sudah kita masukkan. Menurut saya sih kalau dalam bisnis, proposal yang kita masukkan memang sadis artinya utangnya dipotong. Tapi dalam bisnis rasional, kan orang yang memberikan utang ke kita atau tagihannya nggak dibayar sama kita kan lihat juga 'kenapa Garuda ya?', dia tanya dan ketika kami menawarkan kalau diselesaikan gini gimana, menurut saya sih mereka akan melihat itu sebagai sebuah proposal yang rasional dan bisnis itu kan rasional.

Kedua, bisnis itu masa depan, kita nggak ngomongin masa lalu. Artinya tentu saja nanti dalam pembicaraan ke depan teman-teman kreditur yang kemudian mengikhlaskan walaupun nggak rela 100% tapi menerima proposal itu, tentu saja kita akan bekerja sama di masa mendatang. Nah untuk mereka bisa menerima proposal kita, itu kita mesti cerita dulu plan kita ke depan seperti apa dan itu sudah kita sampaikan business plan kita Garuda ke depannya mau gimana, apa yang akan kita lakukan di Garuda, supaya meyakinkan mereka bahwa oh it's worth kok saya terima proposal Garuda karena Garuda akan seperti ini. Di situ memang story-nya mesti meyakinkan, masuk akal, story telling-nya juga mesti benar, saya ketemu dengan banyak pihak dan saya cerita ini lho Garuda ini. Jadi business plan kita ke depan Garuda itu basisnya fundamental nomor satu, menjamin Garuda bisa profit. Kenapa saya bisa begitu optimis ngomong bahwa Garuda bisa profit? Karena kita punya kemampuan menciptakan profit sebelum-sebelumnya, tapi kita ini juga senang bikin keputusan bisnis atau melakukan bisnis model yang rugi diteruskan saja rugi terus. Jadi itu saja, bukan sesuatu yang fantastis. Misalnya kita menyederhanakan tipe pesawat, sudahlah bukan waktunya lagi gagah-gagahan dan cerita kita punya tipe pesawat a b c d karena implikasi itu back end-nya kan beda-beda, supporting system-nya kan beda-beda. Kita sederhanakan setelah itu kita pilih rute yang menguntungkan. Garuda ini sering sekali sebelumnya itu menerbangkan pesawatnya ke rute yang sudah tahu rugi, besok di terbangkan lagi. Keputusan bisnis kan sederhana, rugi terus diselesaikan. Sebenarnya sudah dilakukan juga tetapi hari ini saya dalam posisi karena pandemi juga lebih nggak punya beban untuk menyampaikan itu, kenapa rute itu dibuka yang rugi? Pertama kita mungkin bikin prediksi yang salah, kayaknya pengin gaya juga masa Garuda Indonesia flight carrier nggak terbang ke sini? Tapi di beberapa rute juga di bawah tekanan, kita mesti terbang ke sini ke sini.

Artinya saat ini dan ke depan Garuda akan menurunkan gengsinya sedikit?

Enggak, persoalannya mendefinisikan gengsi. Saya di DPR bilang kita mesti shifting cara berpikir kita soal national flight carrier yang membanggakan, bukan yang begitu banyak punya pesawat. National flight carrier yang membanggakan adalah yang menguntungkan.

Saya orang yang sangat bergengsi tapi bukan begitu cara kita merepresentasikan harga diri kebanggaan kita sebagai sebuah perusahaan dan maskapai, kan kita merepresentasikan Indonesia. Apakah terbang ke mana-mana kosong, rugi tetap terbang, ini membanggakan atau bebel?

Tadi Bapak sudah sampaikan dipangkas rute-rute yang tidak untung, inefisien, kemudian memangkas jumlah pesawat juga, negosiasi. Apalagi untuk efisiensi lainnya? Kemarin juga sempat ada pembicaraan mengenai pemindahan pilot Garuda ke Citilink itu gimana? Itu juga salah satu kah cara yang ditempuh?

Tentu saja perubahan bisnis dan restructuring utang mewajibkan kita melihat operasional dan organisasi. Apalagi misalnya jumlah pesawat berkurang, kenapa jumlah pesawat berkurang? Ini yang orang nggak pernah tanya ke saya, karena jumlah penerbangan atau penumpang yang naik nggak banyak. Jadi kita adjusting di market, bukan berandai-andai bahwa masa sebelum pandemi akan datang besok terus kita menyiapkan pasukan seolah-olah (penerbangan banyak). Kita adjust, ketika nanti jumlah penerbangan makin meningkat, kondisi makin meyakinkan orang balik lagi ke masa sebelum pandemi, tentu saja kita akan tambah terus pesawat. Nah pesawat yang jumlahnya lebih sedikit dari yang sebelumnya tentu membutuhkan organisasi yang lebih kecil, jadi kita melakukan penawaran-penawaran atau upaya mengurangi jumlah karyawan. Tapi tolong, sebelum kita kurangi jumlah karyawan kan kita juga kurangi jumlah direksi dan komisaris. Jadi jangan dianggap mengurangi jumlah karyawan itu dengan satu-satunya cara PHK, Garuda nggak pernah bikin PHK tapi kita duduk sama-sama dan cari solusi yang win-win jadi kita ada tawaran pensiun dini yang waktunya belum pensiun tapi pengin pensiun kita tawarkan, kita tawarkan juga ada yang mau sekolah, ada yang mau mengikuti keluarga segala macam kita tawarkan cuti di luar tanggungan untuk jangka waktu yang biasanya 1-2 tahun sekarang bisa 3 tahun karena kita percaya nanti akan rebound kok, tapi kalau organisasinya sudah disiapkan untuk masa depan, penting buat kita hari ini kan.

(Soal) pilot (Garuda) yang mau pindah (ke Citilink) saya juga heran kenapa ribut, mungkin dapat bocoran-bocoran ya hasil rapat katanya? Makanya saya bilang sama teman-teman lain kali rapat panggil aja deh wartawan karena nggak enak juga kan bocor-bocorin. Tapi itu kan hasil rapat internal dan one sided, padahal yang namanya rapat bukanlah keputusan final, ini kan masih proses diskusi. Kan wajar ketika pesawat berkurang kita punya lebih banyak pilot dan ini kan bukan salah mereka.

Yang pasti Garuda tidak menempuh opsi PHK?

Belum, mudah-mudahan tidak perlu, tolong diluruskan. Kenapa saya katakan, kita masih banyak jalan kok sebelum sampai ke situ.

Negosiasi dengan lessor terkait utang yang jadi kewajiban Garuda, sejauh ini gimana? Tadi Bapak bilang beberapa ada yang respons positif, mau direlakan utangnya dipotong begitu, terus ada juga yang mungkin sulit. Pak Tiko sendiri bilang karena utang Garuda saat ini berbeda, kalau BUMN lain negosiasi dengan lokal sedangkan Garuda harus berhadapan dengan asing juga?

Kita sudah lama, dari tahun lalu kita sudah negosiasi sama lessor. Banyak orang nggak tahu bahwa Garuda itu sudah saving Rp 2 triliun setahun hasil negosiasi tahun lalu. Hanya saja kedua belah pihak kita maupun lessor itu beranggapan bahwa 2021 kondisi membaik, ternyata kan tidak dan utang jadi menumpuk. Tetapi tolong dipahami kasus Garuda kan nggak unik, si lessor itu kan nyewain pesawat bukan cuma ke Garuda dan kayaknya diskusi kita dengan mereka ini bukan sesuatu yang aneh, buat mereka bukan extraordinary sehingga saya punya keyakinan bahwa mereka sudah persiapkan possibility-possibility ini. Tapi banyak diskusi-diskusi yang terlibat dengan mereka waktu saya ketemu dengan mereka di luar negeri, kita bicara sensing gitu ya yang bisa jadi nggak tepat, tapi saya ini bisa bertahan kadang-kadang harus main feeling-feelingan. Kayaknya dalam pembicaraan itu mereka lebih concern 'saya dipakai lagi nggak sama Garuda setelah restrukturisasi?' Artinya kan kalau in the back of the mind orang-orang yang seperti itu kadang oke lah kita bicara masa lalu, tapi Anda bisa yakinkan saya nggak bahwa Anda tetap menyewa sama saya? Saya bilang iya, saya bisa jamin selama pesawat Anda menguntungkan. Ini kan bukan soal jenis pesawat, bukan mau dipakai ke mana tetapi ini alat produksi yang harus menguntungkan.

Berarti Garuda tidak merasa dalam posisi tertekan oleh lessor pada saat negosiasi?

Oh nggak bisa bilang gitu, kita tertekan sih pasti. Negosiasi pasti harus ada rasa tertekan tapi kan kita mesti punya jawaban dan solusi. Artinya begini, kedua belah pihak kan sudah bekerja sama lama dan selama kondisi normal kan Garuda bayar terus, ketika pandemi ini Garuda nggak mampu bayar. Rasanya kami tahu posisi mereka, mereka juga tahu posisi kita tinggal dicari formula, kata-kata dan kesepakatan apa yang bisa dicapai, itu aja.

Berarti progresnya positif ya di PKPU?

Saya selalu melihat positif. PKPU belum diputuskan tapi terlepas mau diputuskan apa enggak kita mau menghargai proses hukum. Tetapi kita sudah mulai bicara sekarang sama mereka, kita sudah kasih business plan kita, banyak yang mempertanyakan detail kita layani, kita jawab. Nampaknya mereka percaya (tapi) nampaknya lho karena kalau nggak percaya kan, pesawat yang beberapa masih kita pakai kan pasti ditanya. Kedua, kita sudah taruh proposal, mereka sedang pelajari sudah mulai banyak pertanyaan 'kenapa kok gini? Kenapa gini?' Kami menjawabnya tolong dikumpulkan dulu concern Anda jadi satu.

Lanjut di halaman berikutnya.


Hide Ads