Blak-blakan Bos Garuda, Menolak Kebangkrutan

Blak-blakan Irfan Setiaputra

Blak-blakan Bos Garuda, Menolak Kebangkrutan

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 22 Nov 2021 12:28 WIB

Pak Erick Thohir memastikan penyelamatan Garuda tidak akan menggunakan uang negara, APBN. Opsi lain sedang dilakukan Garuda tadi restrukturisasi lewat PKPU salah satunya, ada juga upaya untuk melepas saham pemerintah, saham negara akhirnya nanti bisa didilusi sahamnya. Sejauh ini opsi itu boleh diceritakan sampai mana pembicaraannya?

Saya mesti klarifikasi bahwa Pak Erick tidak pernah mengatakan opsi penyelamatan Garuda tidak akan menggunakan APBN, tidak pernah itu. Tapi ada permintaan statement dari salah satu anggota DPR dalam RDP jangan pakai ini, saya menanggapinya dengan statement 'kalau bisa nggak usah pakai APBN'. Tapi kan Anda juga tahu bahwa kita ada yang 2020 itu kesepakatan politik dan masuk di APBN 2021 itu Rp 8,5 triliun. Itu sudah keluar dari APBN jadi kalau ditanya APBN oh nggak mengeluarkan APBN lagi ya, memang sudah tidak, masih ada soalnya, Rp 8,5 triliun sudah digunakan Rp 1 triliun jadi masih ada Rp 7,5 triliun yang sudah keluar dari APBN. Tapi kalau itu didefinisikan masih uang APBN, rasanya sepanjang sepengetahuan saya tidak pernah ada statement dari kementerian yang menyatakan tidak akan menggunakan APBN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi belum valid ya?

Ini Rp 7,5 triliun harapan atau pembicaraan sementara ini uang yang sudah keluar dari APBN yang masih ketahan hari ini, itu lah yang akan kita minta untuk bisa gunakan kalau negosiasi restrukturisasi berhasil baik itu di PKPU maupun di luar PKPU. Pasti membutuhkan sesuatu untuk menyelesaikan perjanjian itu.

ADVERTISEMENT

Kedua, kalimat pernyataan mengenai dilusi saham pemerintah, swastanisasi, tolong dipahami begini, ketika kesepakatan restrukturisasi terjadi dibutuhkan dana. Pertanyaannya dana ini dari mana? Pertanyaan kedua apakah proposal restrukturisasi kita ada penawaran equity? Tapi yang jelas apapun story-nya yang akan kejadian nampaknya memang pemerintah membuka pilihan opsi untuk kepemilikannya menurun. Pertanyaannya apakah kalau dilusi, swastanisasi? Lho sekarang kan sudah ada pemilik minoritas. Kadang bahaya nih kata-kata swastanisasi, privatisasi, dilusi ini tiga hal yang berbeda. Sebenarnya sama aja sih tapi kalau di kosa kata BUMN ini tiga hal yang berbeda. Yang jelas sekarang kan pemerintah punya 60%, CT Corp 28%, sisanya publik. Kalau kita mengatakan dilusi, semua ke dilusi bukan cuma pemerintah, CT juga publik ke dilusi kalau terjadi proses diluted itu.

Apakah dimungkinkan pengurangan pelepasan saham negara ini jadi minoritas?

Kalau di swasta gampang aja 'bos di restrukturisasi ini lu jadi turun, iya gapapa lah' selesai kan, tapi kalau di negara nggak sesimpel itu. Pertama tentu saja kita perlu keputusan politik mendilusi saham pemerintah menjadi turun, mungkin saja tetap mayoritas atau minoritas. Jadi itu ada persetujuan politik, kemudian eksekusinya mesti mengikuti undang-undang dan peraturan yang berlaku, nggak bisa seenaknya. Kemungkinan itu ada? Ada sekali. Seberapa besar prosesnya, bakal agak complicated dan harus kita lalui kalau itu nanti diputuskan oleh pemerintah melalui proses di DPR maupun RUPS.

Tapi sejauh ini opsi yang paling possible apa?

Kalau semua pemegang saham berkeinginan untuk mempertahankan komposisi sahamnya, misalnya solusinya membutuhkan Rp 100 perak setelah restrukturisasi, ya Rp 60 perak pemerintah, Rp 28 CT Corp, Rp 12 publik, masukin uang sama-sama. Kan teorinya kalau dalam situasi penempatan dana dari pemegang saham, yang lainnya mesti ikutan, kalau yang lainnya nggak ikutan terdilusi. Kalau yang masuk ini ketiga-tiganya, kan mesti ada perjanjian Anda masuk di harga berapa akibat itu saham saya jadi sekian, kalau misalnya sahamnya turun setengah misal ya, ya pemerintah jadi Rp 30, CT Corp jadi Rp 14, publik jadi Rp 6, yang bawa duit masuk semuanya itu jadi Rp 50. Nah itu kan perlu justifikasi yang jangan sampai mencerminkan sebuah kondisi kerugian negara. Jadi kalau nanti pemerintah datang pemerintah masukin, yang lain ke dilusi, yang nggak masukin kan ke dilusi.

Ada tendensi sepertinya pemerintah ingin Garuda pailit aja karena memang masalah sudah berat. Opsi yang tersedia sepertinya sangat kecil gitu, bagaimana?

Pelintir itu. Saya kan 1,5 tahun. Saya selalu bilang di mana-mana ketemu orang kementerian mungkin lebih sering ketemu dengan keluarga istri segala macam. Nggak ada tuh 'capek ah, udah nggak usah lah'. Kan banyak cara kalau mereka misalnya mau membuat Garuda ini tutup, susah. Tapi kerja keras teman-teman Kementerian BUMN, Pak Tiko yang mendalami ini terus-menerus, Pak Erick, Kementerian Keuangan, nggak pernah tuh saya mendengar atau merasa bahwa ada keinginan muncul yang aneh-aneh. Menurut saya sih nggak dibaca lengkap statement-nya dan kemarin Pak Tiko di DPR menegaskan lagi. Memang paling enak kan kalau wawancara begini kan 'saya nggak ngomong gitu tadi' ribet nanti kan dan media kan lebih berkuasa soal begitu. Kita agak kerepotan menangkap respons publik terhadap itu, tapi saya pikir Pak Tiko kemarin menjelaskan dengan gamblang bahwa pemerintah pemegang saham akan habis-habisan mendukung supaya Garuda (tidak pailit). Tapi kan tetap ada risiko begitu dibangkrutkan, nah risikonya ini yang saya perlu perjelas. Kalau kita out of court jadi nggak lewat pengadilan, saya kan perlu negosiasi satu-satu nih. Satu negosiasi selesai, salaman. Negosiasi dengan yang lain, terus yang itu berubah pikiran, balik lagi, ini bisa lama sekali. Problemnya dengan Garuda kalau negosiasi ini nggak selesai-selesai, alat produksi kita itu sewa, ini bukan pabrik yang alat produksinya sudah ada. Kalau nggak sepakat yaudah kita jalanin aja, enggak. Ini kan lessor kalau nggak selesai-selesai saya tarik pesawatnya semua, next-nya kita operational bankrupt karena kita nggak punya alat produksi untuk menghasilkan revenue. Kalau di PKPU prosesnya itu begitu diketok by undang-undang bisa sampai 270 hari mencapai kesepakatan. Kalau di hari ke 270 mayoritas votingnya kalah, nggak mencapai mayoritas, di hari ke 271 dinyatakan bangkrut. Ini seni dan proses percepatannya ini yang perlu kita dalami lakukan kalau nanti masuk PKPU. Tapi kalau ditanya sama kami manajemen dan pemegang saham, ini cara yang paling pas hari ini buat Garuda karena selama proses itu kita nggak ditagih utang-utang lama.

Kedua, dua belah pihak Garuda maupun 800 kreditur itu harus mencapai kesepakatan karena kalau tidak yaudah bangkrut. Kalau Garuda pailit atau bangkrut, aset-asetnya dijual, kalau aset-asetnya dijual ada aturan pembagian hasil penjualan aset. Kemungkinan besar 800 kreditur nggak dapat apa-apa karena nilai aset kita itu kecil dan airlines memang by definition asetnya kecil. Jadi kadang-kadang buat kreditur ini nggak punya pilihan yang baik, mendingan terima proposalnya Garuda daripada Garuda bangkrut. Saya pribadi nggak tahu ya apakah ada pembicaraan di luar itu tapi keterlibatan saya, interaksi saya sama mereka (pemerintah) nggak pernah sama sekali (ingin Garuda pailit). Kalau saya minta waktu ketemu sama Pak Erick ngomongin Garuda langsung ayo. Kalau orang mau niat bangkrut kan minggu depan, minggu depan dibatalin minggu depan, gitu kan. Saya pikir dengan statement anggota DPR di Komisi VI yang meminta atau memaksa atau menginstruksikan Garuda nggak boleh tutup. Ceritanya panjang soalnya, Garuda ini bukan cuma PT, airlines, ini di hati banyak orang dan sejarahnya kan ke mana-mana. Saya juga sudah menjelaskan, sudah lah Anda mau bilang bangkrut, ini kan lihat lah Pak Jokowi, lagi heboh-hebohnya bangkrutin Garuda, Pak Jokowi pilih terbang pakai Garuda dan coming soon terbang lagi dengan Garuda. Case beliau kan orang Solo.

Jadi saat ini arahnya terlihatnya positif ya untuk membalikkan keadaan saat ini?

Tahapannya kita lewati, sudah kita lewati satu demi satu. Respons yang kita terima predictable, ini membutuhkan waktu untuk diselesaikan. Kami manajemen, komisaris sudah tahu, bapak-bapak di Kementerian BUMN juga tahu ini kerja keras karena kita selain meyakinkan dalam bentuk omongan, lagi negosiasi, saya juga tetap mesti menjalankan perusahaan ini dan melayani publik. Orang yang sudah beli tiket kan mesti terlayani dengan baik jadi saya mesti memastikan Garuda tetap beroperasi. Kalau tadi pertanyaan technically bankrupt kadang-kadang saya jawab kan masih bisa terbang, nggak ada apa-apa kan Anda beli tiket kita, Anda masih merasakan naik Garuda adalah naik pesawat yang paling aman kan dan itu membutuhkan kerja juga, sementara kita mesti menegosiasikan utang kita dan masa depan kita dengan para kreditur. So, optimis iya, harus optimis. Gampang apa enggak jalannya? Enggak, nggak banget. Jadi kalau orang ketemu saya 'Fan bagus badan lo slim, diet apa?' (Saya jawab) 'ganti kerja, Anda kalau pimpin Garuda sudah pasti slim'.

Tapi turun berat badan?

Turun.

Bukan karena pandemi tapi karena Garuda?

Nggak juga, saya cuma mau mengatakan bahwa Anda mau kurus ya ambil aja beban semua orang nanti kurus kok karena saya nggak ikut program diet segala macam dan bukan saya saja, teman-teman direksi manajemen yang lain kalau Anda tanya problem utamanya mungkin kurang tidur.

Tapi walaupun berat badan turun segala macam, tetap sehat ya?

Sehat, saya alumni COVID. Sama? Kita bikin partai yuk kayaknya banyak lho siapa tahu bisa mencalonkan siapa jadi presiden. Saya bicara waktu di DPR bilang 'gua bikin partai COVID, kalau saya jadi anggota DPR saya maunya komisi VI ah kayaknya enak'.

Terakhir, apa yang bisa dijanjikan untuk Garuda di masa depan?

Janjikan ya, pertama adalah plan kita sangat jelas membuat Garuda jadi perusahaan yang pasti mendatangkan keuntungan karena kita tahu dan organisasi ini punya pengalaman, tinggal yang rugi-rugi nggak usah kita jalankan. Kedua, pesan saya sama tim ke depan yang mesti kita lakukan juga adalah bahwa Garuda siap jika ada pandemi lagi. Kita kan nggak bisa jadi organisasi yang nggak egile, kondisi luar kan apapun bisa terjadi, kita mesti siap. Bisnis ini juga sederhana kalau kita ngomong egility terhadap situasi seperti pandemi yaitu semaksimal mungkin biaya Anda variabel karena pendapatan Anda kan variabel. Ketika pandemi ini drop jadi 10% pendapatan Anda, biaya kita nggak bisa turun jadi 10%. Pandemi apapun yang akan terjadi atau masalah apapun yang terjadi yang mengakibatkan maskapai penerbangan, basisnya kan satu ketika mobilisasi jadi sesuatu yang sulit orang lakukan di situ lah kita padahal planning kita dan rasanya nggak ada yang salah lah semua airlines merencanakan bahwa setiap tahun akan tumbuh jumlah penumpang dan itu kan bertahun-tahun, puluhan tahun kejadian. Jadi bukan cuma Garuda, semua industri babak belur.


(aid/das)

Hide Ads