Blak-blakan Dirut Baru PLN Darmawan Prasodjo: Dapat Tugas Khusus dari Jokowi

Blak-blakan Dirut Baru PLN Darmawan Prasodjo: Dapat Tugas Khusus dari Jokowi

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 13 Des 2021 15:57 WIB
Dirut PLN Darmawan Prasodjo
Dirut PLN Darmawan Prasodjo

Strategi apa yang akan diambil ke depan untuk membuat keuangan PLN semakin sehat?

Kalau kita merunut ke belakang, ada namanya FTP 1 atau fast track program 1 sebesar 10 gigawatt. Kemudian diteruskan dengan FTP 2 yaitu 17 gigawatt. PLN mendapat tugas dari pemerintah untuk membangun pembangkit, baik itu transmisi, gardu induk, distribusi, dan lain-lain. Kemudian di tahun 2014 akhir PLN mendapatkan tugas membangun 35 gigawatt, di situ ada transmisi dan distribusi. Untuk melaksanakan tugas membangun 35 gigawatt dibutuhkan dana hampir Rp 1.200 triliun, sebesar Rp 600 triliun lebih berasal dari swasta, sisanya Rp 580 triliun dari PLN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Massifnya pembangunan ini dilakukan karena saat itu kelistrikan Indonesia mengalami defisit. Apalagi di tahun 2005 ada FTP 1, dan FTP 2 di sekitar 2009-2010. Dalam proses menjalankan tugas FTP 1 dan FTP 2, aset PLN meningkat menjadi Rp 1.600 triliun.

Akibat defisit listrik, negara mengalami kesulitan dalam mengelola sumber daya alam yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki angka ease of doing business. Untuk itu, pemerintah membuat program yang ditujukan untuk meningkatkan angka ease of doing business. Sekarang defisit bisa diselesaikan. Aset PLN juga meningkat.

ADVERTISEMENT

Dalam program 35 gigawatt, sudah terbangun 10 gigawatt dan dalam waktu dekat akan ada tambahan lagi 18 gigawatt, gardu induk 85 ribu MVA, 24.000 km dari transmisi dan lain-lain. Dalam menjalankan proses ini, kita juga tidak mau menggunakan utang seluruhnya, makanya di tahun 2019-2021 ada interest bearing debt sekitar Rp 450 triliun.

Selama dua tahun ini Pak Zul dengan kami semuanya bersama-sama mengelola ini dengan cara yang sangat baik. Pengelolaan ini kami lakukan di tengah banyaknya tantangan, seperti penurunan revenue saat Covid-19 melanda, demand turun dan lain sebagainya. Hebatnya, pada saat PLN mengalami penurunan revenue kami malah mampu mencicil utang.

Utang yang tadinya Rp 450 triliun kemudian kita petakan, utang mana yang memiliki bunga yang sangat tinggi, kemudian utang mana yang harus di refinancing karena akan jatuh tempo. Utang yang memiliki bunga tinggi ini kemudian kami bayar. Kami juga melakukan refinancing dengan utang yang punya bunga lebih rendah. Hal inilah yang membuat interest bearing debt kita turun dari Rp 450 triliun selama dua tahun ini menjadi hanya Rp 430 triliun, atau berkurang sekitar Rp 20 triliun.

Proses ini tentu sangat berkaitan dengan momentum. Kami memiliki komite investasi. Saat akan melakukan investasi kita harus pastikan bahwa rate of item dan atau komersial variability dari proyek itu harus lebih tinggi cost of fund kita. Semoga ke depannya kita bisa save financing, sehingga bisa terus mencicil utang dan PLN bisa mengerjakan project-project baru tanpa harus menambah utang kembali.

Di sisi finansial, selama 2 tahun ini kita mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Kami didapuk menjadi debitur terbaik nomor 1 tahun 2021 oleh Kementerian Keuangan, Best Quasi-Sovereign Bond dari Triple Asian Awards di tahun 2020. Kemudian kita mendapatkan award Mitra Investasi Terpercaya, Badan Pengelola Keuangan Haji tahun 2021. Selama 2 tahun ini momentum pengelolaan utang PLN sudah sangat bagus sekali.

Tahun depan rencananya kita akan mengurangi utang kita sebesar USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 22 triliun. Proses pengurangan utang ini akan kembali dilancarkan di tahun berikutnya dengan jumlah yang hampir mirip. Pengelolaan utang yang baik ini tentu akan menambah trust dari para investor karena kami bisa membayar pokok utang dan bunganya secara tepat waktu. Kami juga akan menjaga financial sustainability, karena tidak mungkin kita bisa melaksanakan tugas dari pemerintah tanpa menjaga financial sustainability dari PLN. Makanya akan kita jaga betul.

Dibanding BUMN lain, sebenarnya utang PLN tidak terlalu besar. Hanya saja media menyorot hal itu habis-habisan. Sebenarnya, utang itu tidak boleh dilihat dari angkanya saja, tetapi didasarkan pada basis rasio. Misalnya begini, saya punya penghasilan Rp 80 juta, boleh tidak saya punya cicilan sekitar Rp 20 juta? Saya pikir itu sah-sah saja. Kalau saya punya utang Rp 5 juta tapi penghasilan saya hanya Rp 1,5 juta rasanya itu baru berat dan bermasalah. PLN ini adalah perusahaan dengan aset Rp 1.700 triliun. PLN punya operating revenue sekitar Rp 300 triliun dan utangnya hanya Rp 420 triliun.

Ini kan sebenarnya tidak masalah. Secara fiskal ruang untuk mengelola pendapatan dan pengeluaran serta pembayaran utang kan masih dalam kendali selama PLN betul-betul disiplin dalam pengelolaan keuangan. Prinsip-prinsip inilah yang harus kami jaga, manajemen juga harus proaktif, manajemen seperti ini yang sudah kita bangun selama dua tahun ini dan akan kita teruskan ke depan.

Sebelum menjadi Dirut, Anda diberi amanah sebagai Wakil Dirut. Apa yang Anda lakukan sewaktu menjabat sebagai Wadirut?

Selama 2 tahun bertugas sebagai Wakil Direktur Utama PLN, tugas saya pada waktu itu antara lain mengelola operasional di internal, yaitu sebagai Chief Transformation Officer, mentransformasikan PLN. Sebagai CTO saya bertugas untuk mendiskusikan visi-visi transformasi PLN.

Misalnya, bagaimana kita memperbaiki pelayanan terhadap pelanggan. Makanya, dihadirkanlah digitalisasi terhadap pelayanan. Selama lima tahun kemarin, pelayanan pelanggan PLN memang kurang bagus. PLN Mobile hanya dapat rating yang kecil sekali, di Play Store dan Google Play Store hanya dapat rating 2,6 dari 5,0. Yang download PLN Mobile jumlah 500 ribu, kemudian yang tidak jadi pasang 450 ribu. Jadi hanya tersisa 50 ribu dan itupun tidak digunakan. Artinya ada masalah dengan proses digitalisasi.

Sebagai CTO, saya kemudian melakukan analisis secara mendalam apa yang terjadi. Akhirnya saya temukan bahwa di PLN hanya say hello, say hello, project ini hanya merupakan proyek software engineering dalam membangun software. Padahal, dalam membangun ini harus melibatkan peran kantor cabang, melibatkan tim teknis di lapangan, melibatkan standarisasi pelayanan pelanggan, melibatkan suatu proses yang sangat kompleks, berbelit-belit dan sangat panjang yang membuat pelayanan terhadap pelanggan ini menjadi kurang prima.

Untuk itulah sebagai CTO, kita menjahit ulang, kita membangun new PLN mobile di mana saat ini sudah semakin banyak masyarakat yang mendownload dan angkanya sudah mendekati 15 juta. Ratingnya pun naik dari yang tadinya hanya 2,6 sekarang menjadi 4,5, hanya dalam tempo 1 tahun. Kemudian proses yang berbelit-belit kita bongkar, kita ringkas, kita sederhanakan. Kemudian dari atas sampai bawah proses bisnisnya kita streamlining, kita konsolidasikan sehingga respon tanya juga meningkat dari yang tadinya lambat sekarang menjadi sangat cepat.

Ini juga ada namanya optimasi, kemudian juga ada suatu notifikasi terhadap pelanggan. Pelanggan dapat disapa lewat komunikasi digital dan lain-lain. Imbasnya, pelayanan pelanggan meningkat luar biasa. Ini hanya satu dari 24 agenda dan di dalam transformasi itu tadinya hanya ada sekitar 50 inisiatif. Apa yang kita lakukan adalah kita mendengar ide-ide dari dalam diri PLN. Ternyata luar biasa inspirasi dan aspirasinya. Dari yang awalnya hanya 50 inisiatif naik menjadi 100, dari 100 naik 200, dan dari 200 naik menjadi 500. Jumlah pegawai PLN saat ini sekitar 50 ribu, namun bisa menangani jumlah pelanggan yang mencapai 80 juta.

Dan dari sini transformasi ini sekarang ada 1.400 inisiatif, ada digitalisasi pembangkit, digitalisasi transmisi, digitalisasi transmisi distribusi, digitalisasi dari smart meter, digitalisasi dari procurement, digitalisasi dari pengelolaan aset, digitalisasi dan lain-lain. Jadi kami melakukan transformasi selama 2 tahun ini dengan luar biasa dan momentum transformasi ini akan kita bawa jauh ke depan.

Saat ini kita memang masih fokus di power and utility, tapi kita juga membangun suatu teknologi yang berbasis pada inovasi. Contohnya kita juga mulai juga membangun strategi beyond, misalnya kita memasang internet broadband kepada pelanggan kita dan lain-lain. Kemudian kita membangun internet of things, smart home dan lain-lain. Sehingga ke depan ini bukan lagi hanya sebagai power and utility tetapi juga suatu perusahaan yang berbasis pada inovasi teknologi

PLN memiliki aset yang sangat besar. Apa langkah yang Bapak tempuh untuk mencegah terjadinya korupsi di PLN?

Selama 2 tahun ini PLN berkolaborasi dengan KPK. Di 2019 contohnya, kami punya 98.000 aset tanah. Namun, hanya 28.000 tanah saja yang sudah disertifikasi. Artinya apa? Dengan hanya sekitar seperempatnya sudah disertifikasi, tiga perempatnya itu rawan terhadap penyalahgunaan wewenang.

Makanya, kemudian kita berkolaborasi dengan KPK. Kita ingin membangun suatu strategi di mana proses bisnis yang tadinya tidak transparan menjadi transparan, proses yang tidak kredibel menjadi kredibel. Luar biasa sekali hasil yang ditorehkan berkat perbaikan tata kelola yang dilakukan selama 2 tahun. Saat ini, kita berhasil menambah jumlah tanah yang disertifikasi, mendekati 40.000 aset tanah.

Kami juga berkolaborasi dengan KPK untuk melakukan pencegahan korupsi. Syarat untuk mencegah korupsi adalah harus membangun tata kelola yang tadinya kompleks menjadi sederhana, yang tadinya tidak transparan menjadi transparan, yang tadinya tidak kredibel menjadi kredibel. Berkat tata kelola ini ruang korupsi bisa dieliminasi.

Kita juga berkolaborasi dengan whistleblowing system yang ada, kita juga berkolaborasi membuat database yang baik. Kita juga membangun sistem birokrasi yang berbasis pada digital untuk mengurangi interaksi antara human to human, salah satunya menghadirkan digital procurement, salah satu agenda utama dari transformasi. Dengan digitalisasi ini segala sesuatunya akan menjadi lebih transparan, sangat efektif dan efisien. Kami kaget ternyata dengan sistem digital ini ada cost saving yang didapat. Di tahun depan angka cost saving-nya mendekati Rp 5 triliun.

Kami juga sudah menerapkan ISO 37001 untuk mencegah terjadinya korupsi di PLN. Jadi, Insya Allah, Bismillahirohmanirohim, ke depan PLN akan jauh lebih ramping, lebih gesit kemudian juga kita punya integritas, kita taat asas, kita ada GCG, dan saya juga arahkan ke anak buah saya jangan melubangi dinding kapal kita, seluruh karyawan harus betul-betul mendukung PLN dari luar dan dalam.

Selain menyediakan listrik untuk industri dan rumah tangga, ke depan PLN juga dituntut bisa menyiapkan kebutuhan listrik untuk kendaraan listrik. Bagaimana Bapak melihat ini?

Kalau kita berbicara BBM, berapa kebutuhan BBM kita per hari dan berapa produksi minyak kita per hari?. Kebutuhan BBM kita per hari itu sekitar 1,3 juta barel/hari sampai 1,4 juta barel/hari, sedangkan produksi kita hanya 700.000 barel/hari. Jadi untuk memenuhi kebutuhan itu, dipasok dari impor makanya impor BBM kita sangat besar.

Fast forward, 10 tahun dari sekarang kalau pertumbuhan kebutuhan minyak kita sekitar 5% per tahun maka 10 tahun lagi kebutuhan demand minyak kita mencapai 2,2 juta barel/hari. Sementara, dari SKK Migas memprediksi produksi minyak kita 10 tahun dari sekarang tinggal 500.000 barel/ hari. Imbasnya, impor BBM kita akan semakin besar, bisa mendekati 1,5 juta barel/hari. Uang yang dikeluarkan pun menjadi sangat besar, saat ini saja infonya sudah sekitar Rp 150 triliun sampai Rp 200 triliun, tergantung harga minyak.

Coba bayangkan dalam satu size ekonomi sebesar Rp 13.000 triliun, jika terjadi impor Rp 130 triliun maka mengalami minus 1%. Apalagi jika impornya mencapai Rp 150 triliun maka minus tentu lebih dari 1%. Jadi kalau impor BBM ini bisa diatasi, saya optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum Covid-19 itu bukan hanya 5,1%, tetapi bisa 6 koma sekian persen. Itulah kenapa strategi untuk transportasi harus diubah, yang tadinya menggunakan energi yang berbasis pada impor diganti dengan energi yang berbasis pada kekuatan domestik, salah satunya listrik.

Pembangkit listrik yang ada saat ini kan menggunakan batu bara sebagai sumber energinya dan batu bara itu produksi dalam negeri. Gas juga merupakan produksi dari dalam negeri. Belum lagi, kita juga akan memproduksi energi baru terbarukan yang jelas-jelas semua ini tidak lagi berbasis pada impor. Nah untuk itulah shifting from for best energy to become domestic.

Bagaimana emisinya? Tadi saya sempat hitung, 1 liter bensin menghasilkan emisinya CO2 sebanyak 2,4 kg. Angka emisi C02 ini lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan listrik yang dihasilkan dari batubara yang hanya sebesar 1 kg dari setiap 1 kWh. Angka emisi yang dihasilkan sudah turun sekitar 50%. Jadi ini semuanya kena, karena apa? Karena perubahan dari energi BBM menjadi energi kinetik itu boros sekali. Sebanyak 80 sekian persennya itu berubah menjadi energi panas. Kalau tidak percaya coba naik mobil dan pegang knalpotnya tentu masih panas sekali.

Berbeda dengan perubahan energi listrik menjadi energi kinetik, hasilnya sangat efisien. Makanya, kita sangat mendukung penuh proses transisi dari transportasi yang tadinya berbasis pada BBM menjadi berbasis listrik.

Sekitar 85 persen mobil itu nanti akan mengisi dayanya dengan menggunakan home charging, sekali nge-charge mobil listrik itu bisa untuk menempuh jarak 380 kilometer (km). Jadi sekalian nge-charge ke kantor hanya 60 km bolak-balik 120 atau 40 kilometer paling 80 km. Jadi sekalian ngecharge habis untuk 3 hari. Jadi saya tidak pernah nge-charge di SPKLU, tapi di rumah sekitar 5 jam.

Untuk mendukung proses transisi ini, kita telah memberikan diskon home charging sebesar 30% mulai jam 10 malam sampai jam 6 pagi. Konsumen hanya cukup bayar hanya Rp 1.000 per kWh dari yang biasanya Rp 1.500 per kWh. Harga home charging ini juga jauh lebih murah, karena untuk 1 liter besin butuh Rp 9.000, sedangkan PLN hanya mematok harga Rp 1.000.

Dari sisi harga mobil, demi mendukung pengembangan mobil listrik, ke depan pemerintah juga berencana memberikan fasilitas tax holiday, PPH, PPN dan lain-lain sehingga harganya nanti bisa bersaing dengan mobil yang berbasis pada BBM.

Kita juga gencar membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Kita juga akan berkolaborasi dengan Pertamina, di mana SPBU Pertamina nantinya juga akan dibangun charging station.

Kita juga melakukan franchising dengan mitra strategis seperti kafe, rumah sakit, kantor dan perbankan. Hal ini kita lakukan karena PLN tidak punya banyak tanah di lokasi strategis untuk membangun SPKLU. Kemudian kita juga akan membangun sistem home charging yang sangat efisien menggunakan internet of things sehingga bisa langsung tersambung ke server kami.

Misalnya saya punya mobil listrik, kemudian ingin dipasangkan home charging. Maka nanti otomatis PLN yang akan memasangkannya dan kemudian disambungkan internet of thing dengan server PLN. Billing yang didapat oleh konsumen tentu akan berbeda antara billing khusus untuk home charging dengan billing yang biasa. Kalau di malam hari, khusus untuk home charging juga terdapat diskon.

Berbeda dengan home charging, pengisian daya di SPKLU kita menggunakan fast charging, karena kan siang hari, konsumen juga ingin cepat. Nanti ke depan ada fast charging untuk 2 menit. Khusus untuk motor, ada battery swap. Sekali pakai baterai itu bisa menempuh jarak 60-70 km. Kalau misalnya Gojek, Grab itu kan bisa sampai 150 km, kalau bateranya di-charging terlalu lama, jadi ditukar saja di Stasiun Penukaran Baterai Kendaran Listrik Umum (SPKBLU).

Kalau charge mobil listrik di rumah pada malam hari, kan enggak usah buru-buru juga. Dan itu, slow charging, mid charging, yang memang murah.Tapi kalau SPKLU kalau charging cuma 30 menit, ada juga yang 5 menit penuh yang kita akan siapkan untuk mendatang.

Menurut prediksi Anda, kapan kendaraan listrik ini akan banyak ditemui di jalanan Indonesia?

Kita melihat pricing ya. Harga mobil listrik memang masih terbilang mahal. Tentunya, ke depan pemerintah tidak akan tinggal diam, pemerintah akan memberikan berbagai macam insentif agar harga kendaraan listrik bisa semakin terjangkau. Pemerintah sudah memutuskan akan memberikan tax insentif, PPN, PPH, sementara pemerintah daerah sudah membebaskan biaya balik nama. Dengan kebijakan ini, ke depan harga mobil listrik tentu akan menjadi jauh lebih murah.

Kalau kita melihat pameran mobil yang diselenggarakan kemarin, sebenarnya sudah mulai muncul segmen-segmen mobil listrik yang kelasnya Rp 120 juta, Rp 150 juta, bahkan ada yang di bawah Rp 100 juta. Ke depan kami melihat bahwa pangsa mobil listrik sudah bisa merambah ke kelas yang lebih murah, Rp 100 juta, Rp 150 juta, Rp 200 juta. Apalagi ditambah insentif dari pemerintah, tentu saja ini masuk ke switch spot, segmen di mana masyarakat akan membeli mobil listrik seperti kacang goreng. Selama itu belum terjadi memang mobil listrik masih menjadi barang mewah. Kita tunggu saja prosesnya.

Namun, saya optimistis proses ini akan berjalan lebih cepat. Pasalnya, Presiden punya kebijakan untuk mengubah energi yang berbasis pada impor menjadi energi yang berbasis pada domestik. Di saat yang bersamaan juga, pemerintah berniat mengurangi emisi CO2 dan berniat membangun industri mobil listrik di Tanah Air, tentu ini menjadi suatu kebijakan yang holistik. Sehingga harapan kita juga ini akan berjalan jauh lebih cepat daripada yang kita perkirakan.

Berbicara personal, selama ini Anda lebih banyak menempuh Pendidikan di Amerika Serikat, bagaimana kisah di balik itu?

Saat baru lulus SMA, sekitar 1989 saya melihat ada iklan di Kompas. Ada program beasiswa dari Habibie untuk dikirim keluar negeri. Saya mendaftar di sana. Setelah mendaftar, ternyata saya mendapat undangan dan saya pun berangkat ke Jakarta dan diminta merapat ke Senayan.

Saya melapor ke ibu-ibu yang ada sana "Bu saya diterima program habibie dan saya mau diberangkatkan ke luar negeri, katanya gitu." Dia bilang, "Dek ini bukan diterima, adek mau tes.". Kemudian saya jawab, "Oh ya sudah kalau begitu tesnya ada di mana?". Kemudian saya dikasih kertas kecil, kemudian disuruh duduk di Senayan, di tribun yang mana, lantai berapa, sektor berapa. Ironisnya, saat saya masuk ke dalam tribun, saya pucet karena saya lihat ada sekitar 50.000 orang.

Saya keluar lagi dan bertanya "Bu itu di dalam siapa?". Ibu-ibu itu pun menjawab "itu pesertanya." Setelah bertanya-tanya, ternyata yang dipilih hanya 20 orang saja. Alhamdulillah, ada nama saya dalam daftar 20 orang itu. Alhamdulillahirabbilalamin ternyata saya diterima dan kemudian dikirim ke Texas A&M University.

Pemerintah yang milih siapa saja yang berangkat dan pemerintah juga yang memilihkan universitasnya. Kami hanya menjalankan perintah dari negara untuk berangkat ke Amerika Serikat. Sudah kadung woro-woro ke tetangga dan kucing saya, kalau saya tidak ikut tes dengan baik dan tidak jadi berangkat nanti banyak yang kecewa karena saya sudah cerita akan berangkat keluar negeri.

Setelah studi, lama tinggal dan bekerja di Amerika Serikat, apa yang membuat Anda memutuskan kembali ke Indonesia?

Di tahun 2005 saya dapat telpon dari ibu saya, "Nak, bapakmu sakit kanker,". Saya diminta telepon setiap hari oleh ibu karena diperkirakan usia bapak saya tidak lebih dari sebulan. Jadi tiap hari saya telepon. Sebelum bapak saya meninggal, beliau memberikan suatu wejangan.

"Le kowe golek ilmu neng negoro wong, carilah ilmu sebanyak-banyaknya. Tolong selesaikan kuliahmu dan ambillah doktor". Ya Alhamdulillah dengan pesan wasiat seperti itu, saya harus menjalankan amanah yang diberikan secara disiplin kepada saya meski saya harus menemui berbagai tantangan yang luar biasa. Saya juga diminta untuk bekerja di sana, mencari pengalaman. Untuk itulah saya mengambil Postdoc dan lain-lain. "Kalau kamu merasa sudah cukup tolong kembali ke Indonesia".

Saat itu di Amerika Serikat, saya kebetulan sedang berjuang untuk menggolkan perdagangan karbon, berjuang mengurangi emisi karbon. Ternyata di saat itu semua senator semua kongres yang mendukung proposal undang-undang ini, ternyata kalah di midterm election sehingga saya sedikit patah hati.

Setelah itu, kemudian saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia sesuai dengan wasiat yang disampaikan oleh almarhum ayah saya dan wasiat itu saya jalankan sampai sekarang. Sampai di titik tertentu saya ternyata menjadi pimpinan di sebuah perusahaan yang mengelola pembangkit listrik berbasis batubara terbesar di dunia.

Banyak yang bilang kalau Bapak ini kan salah satu kader PDIP, kenapa Bapak tertarik masuk partai?

Kita ini punya banyak ide yang berbasis pada idealisme. Berbicara lingkungan hidup, saya punya niatan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari sistem kelistrikan Indonesia.

Nah kita melihat bahwa pandangan bahwa apakah mungkin dengan masuk ke dalam satu politik itu kita bisa membangun suatu kebijakan yang correct satu kebijakan yang penuh visi yang jauh ke depan.

Tapi dalam proses itu saya kemudian menjadi bagian tim dari Pak Jokowi pada waktu itu dan saya diminta untuk bergabung ke Istana sehingga saya bertugas 5 tahun sebagai Deputi di Kantor Staf Presiden. Sehingga cita-cita politiknya kandaslah kira-kira begitu. Saya kembali dari seorang ilmuwan kembali menjadi seorang profesional selama 5 tahun kemarin

Anda juga sering dikait-kaitkan dengan KSP, atau disebut sebagai orangnya Pak Luhut. Memang seberapa dekat sih dengan Pak Luhut?

Saya menjabat Deputi di Kantor Staf Presiden didasarkan pada Keppres, keputusan Presiden pertama. Kedua selama 5 tahun saat bertugas di kantor staf presiden sapunya 3 atasan jadi selama 9 bulan ada Pak Luhut selama 2 tahun saya ada Pak Teten kemudian terakhir juga Pak Moeldoko. Sehingga saya bekerja secara profesional juga saya adalah Deputi I yaitu monitoring pembangunan kemudian dalam khusus adalah mengenai energi dan infrastruktur.

Selama 5 tahun tugas saya adalah memonitor proses pembangunan, seperti apa dari sudut pandang energy infrastructure. Sehingga, kalau ada sumbatan sumbatan ya tugas kami mengurai satu per satu. Tugas itu saya jalankan dengan disiplin mulai dari tahun 2015 awal, 2014 akhir sampai di tahun 2019. Jadi, saya menjalankan tugas itu secara profesional dan sebagai profesional.



Simak Video "Alasan Dirut PLN Pulang ke Indonesia Setelah 17 Tahun di Amerika"
[Gambas:Video 20detik]

(fdl/fdl)

Hide Ads