Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Bambang Susantono buka suara terkait isu wacana dilakukannya crowd funding atau urun dana untuk pembangunan wilayah IKN Nusantara. Menurutnya ada salah paham mengartikan wacana tersebut.
Bambang saat berkunjung ke markas Transmedia pun menjelaskan bahwa ternyata wacana urun dana itu bukan datang dari Otorita IKN Nusantara. Wacana itu diusulkan oleh komunitas-komunitas tertentu yang ingin terlibat dalam pembangunan IKN Nusantara.
Tak hanya itu, pelaksanaan crowd funding juga sebenarnya tidak dilakukan oleh Otorita IKN Nusantara, tapi dilakukan oleh komunitas-komunitas tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mencontohkan ada komunitas diaspora yang datang menghadap dirinya. Mereka meminta izin untuk membangun Rumah Diaspora di wilayah IKN Nusantara sebagai wadah para diaspora RI yang tersebar di segala penjuru dunia.
Bambang mengizinkan mereka membangun Rumah Diaspora di wilayah IKN. Namun dia menegaskan pembangunannya tidak boleh menggunakan uang negara. Akhirnya komunitas diaspora itu mengusulkan untuk crowd funding.
Menurut bambang hal tersebut sah-sah saja dilakukan. Sebab creative financing juga dimungkinkan dalam pembangunan IKN. Apalagi crowd funding juga lazim di lakukan di banyak negara dan terbukti ampuh.
Komunitas diaspora merupakan salah satu contoh yang mengusulkan urun dana. Menurut Bambang ada beberapa komunitas yang juga mengusulkan hal serupa.
Berikut wawancara eksklusif dengan Bambang terkait wacana urun dana di IKN Nusantara:
Isu tentang crowd funding yang dilakukan Otorita IKN tengah ramai diperbincangkan. Bagaimana penjelasan Anda terkait itu?
Pertanyaannya ke saya waktu itu jenis-jenis pembiayaan apa yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan. Saya jawabnya APBN, ada BUMN, ada KPBU, segala macam. Tapi di situ sebenarnya ada creative financing ya.
Kalau kita lihat definisi crowd funding sebetulnya kan partisipasinya dari masyarakat ya. Itu salah satu yang berhasil itu di UK, London. Jadi dia melakukan revitalisasi satu jalur transportasi yang kemudian dibuat hijau dibuat lebih menarik. Jadi sebetulnya crow funding ini bahasa lamanya community partisipation sebelum ada digital.
Jadi sebetulnya dari komunitas untuk komunitas. Nah tugas kami adalah meletakkan itu di dalam kerangka guideline yang tetap hijau yang misalnya sesuai dan serasi dengan lingkungannya. Jadi kita sebagai enabler IKN itu sebagai enabler dan itu memfasilitasi mereka yang punya upaya apa inisatif prakarsa (komunitas) seperti itu.
Saya coverege, saya sekarang mencocokkan yaitu Indonesian global network diaspora. Diaspora kita di luar negeri itu kan kira-kira 8 juta ya. Salah satu nih, banyak sih yang punya ide, 'bapak kita ini diaspora ingin hadir di IKN Nusantara. Kita ingin terwakili kehadiran kita di sana dengan membuat satu rumah diaspora'. Mereka nyebutnya rumah diaspora.
Jadi mungkin kaya markas gitu lah. Tapi itu yang bisa showcasing kegiatan mereka di seluruh dunia dan juga menjadi tempat kalau mereka nanti berkunjung atau pun tempat untuk exchange knowledge atau pun nanti ada transaksi antara mereka dengan komunitas masyarakat lain.
Lalu caranya bagaimana? Ya jangan pakai dana pemerintah dong. Saya bilang gitu kan. Karena kami akan fokus kepada infrastruktur dan fasilitas-fasilitas lain. Lalu dia bilang 'kita crowd funding boleh pak?'
Jadi crowd funding itu adalah sebenarnya inisiatif dari komunitas diaspora itu?
Yes, tapi itu beauty-nya menurut saya. Jadi Jangan diisuin orang pada pakai token, terus harus bayar, bukan. Jadi dri mereka, oleh mereka untuk mereka. Kita fasilitasi tapi harus sesuai dong sama green-nya, mungkin arsitekturnya juga harus sesuai juga. Energinya juga kalau bisa pakai solar dong. Surya pakai solar panel.
Jadi ini sekaligus membantah crowd funding ini untuk infrastruktur skala besar?
Nggak, kita nggak pernah berpikir seperti itu. Tapi bahwa satu kota itu dibangun dengan multiple source itu memang harus. Dan kan ada sumber dana teknik pembiayaan dan kemudian jenisnya seperti apa. Masing-masing diletakan di situ gitu.
Misalnya untuk energi, air bersih dimungkinkan di situ. Tapi kalau ini misalnya di taruh untuk membangun waduk ya nggak cocok.
Ini kan sifatnya dari komunitas oleh komunitas, dan itu bagus karena ada rasa memiliki itu baru tadi diaspora Indonesia yang di luar negeri. Ada lagi yang mau bikin taman anggrek hutan, kan air hutannya di sana bagus-bagus, ya boleh saja.
Banyak banget yang minta. Ada lagi ibu-ibu mau, pak kita mau bikin rumah kebaya dari Sabang sampai Merauke. 'Kita mau showcase, pak. Ini kan IKN nusantara. Kita mau jadi kalau orang di sana lihat orang dari Aceh, dari NTT udah ke sana. Saya mau punya keterwakilan juga ada yang memperlihatkan kebaya-kebaya Indonesia dari beragam itu yang bagus-bagus itu'. Saya bilang boleh, tapi jangan pakai dana pemerintah ya.
(das/hns)