Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dimulai sejak 21 Januari 2016. Dalam perjalanannya, proyek ini dihadapkan oleh beragam persoalan.
Terbaru, masalah yang muncul ke permukaan ialah bengkaknya biaya proyek. Tak main-main, proyek ini bengkak hingga triliunan rupiah.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi pun membeberkan penyebab bengkaknya nilai proyek ini. Di antaranya adalah karena adanya eskalasi harga yakni perubahan harga karena faktor dalam negeri.
"Eskalasi harga itu, jadi perubahan harga dikarenakan faktor kondisi di negara Indonesia. Semisal karena inflasi, perubahan UMR, di situ memang secara kontraktual, kontraktor bisa meminta adanya eskalasi harga dengan ketentuan-ketentuan dalam klausul kontrak. Lah ini di dalam initial budget itu nggak ada. Jadi kalaupun memang ini dalam di kontrak tapi di initial budget nggak ada, pasti kan harus kita adakan," terangnya.
Selain itu, ia juga bercerita mengenai tantangan di lapangan. Dia mengatakan, pembangunan terowongan proyek kereta cepat mesti menembus tanah lunak yang berpotensi longsor ketika ditembus. Berbagai strategi pun diterapkan, termasuk mendatangkan ahli dari China.
Dalam program Ask d'Boss detikcom, Dwiyana buka-bukaan mengenai masalah hingga rencana ke depan dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Berikut wawancaranya.
Sibuk sekali ya dalam setahun terakhir?
Sibuk pasti karena memang proyek ini kan perlu percepatan untuk penyelesaiannya.
Maret berarti satu tahun bapak menjadi Dirut?
Betul.
Sebelumnya aktif berkecimpung di dunia kereta api juga kan?
Di dunia di perkeretaapian sejak saya kuliah. Kebetulan saya kuliah di UGM. Ikatan dinas dengan di PT KAI, kemudian kerja di PT KAI. Dengan penugasan banyak sekali, mulai dari kepala Stasiun Jogja, kepala Stasiun Gambir, kemudian ditugaskan di bidang operasi, di bidang safety, di bidang project, kemudian di rolling stock, maupun di direksi empat anak perusahaan.
Ada beban yang cukup berat mengejar target. Ketika ditunjuk bagaimana perasaannya?
Saya pikir semuanya sama sih, kalau ini sudah menjadi amanah, karena kan kalau kami di KAI mungkin juga di perusahaan lain atau BUMN lain, kita kan nggak bisa milih. Kalau sudah ada penugasan apalagi keluar SK ya itulah amanah.
Saya pikir ini menjadi amanah saya, menjadi tanggung jawab saya. Dan memang pada saat kami masuk, bersamaan beberapa direksi baru kita diminta oleh Pak Menko Maritim Investasi waktu itu dan juga Pak Menteri BUMN. Tiga hal menjadi penugasan untuk kami.
Satu, adalah bagaimana proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung bisa selesai dengan baik dan governance. Kemudian, bagaimana kita bisa melakukan perbaikan tata kelola dari project dan perusahaan. Dan yang terakhir kami diminta menekan cost overrun yang terjadi di proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Bahkan Pak Luhut pesan kepada kami kalaupun ibaratnya handuk kering tetap diperas jadi seperti itu. Ini menjadi amanah yang luar biasa berat, tapi ya amanah itu harus kami laksanakan dengan segala konsekuensi dan dengan segala kondisi di mana semua orang tahu bahwa pada saat kami masuk pun masih banyak hal yang harus diberesin, dan dimulai evaluasi atas perencanaan sampai dengan proses pelaksanaan konstruksi, dan tentunya tahapan paling kritikal nantinya juga adalah persiapan operasi dan maintenance.
Kalau sampai diperas sekering mungkin, artinya dituntut sesempurna mungkin?
Betul, pemerintah itu ingin agar proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung dalam kondisi diselesaikan dengan biaya yang seminimal mungkin. Artinya kalau terjadi cost overrun, cost overrun yang memang relevan, yang memang diharuskan ada, bukan karena diada-adakan, itu penting.
Jadi cost overrun yang terjadi di proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, kami masuk itu, usulannya, itu kan usulan cost overrun sudah lama, karena cost overrun itu ada beberapa hal yang pasti terjadi. Semisal, di klausul kontrak itu yang namanya eskalasi harga.
Eskalasi harga itu, jadi perubahan harga dikarenakan faktor kondisi di negara Indonesia. Semisal karena inflasi, perubahan UMR, di situ memang secara kontraktual, kontraktor bisa meminta adanya eskalasi harga dengan ketentuan-ketentuan dalam klausul kontrak. Lah ini di dalam initial budget itu nggak ada. Jadi kalaupun memang ini dalam di kontrak tapi di initial budget nggak ada, pasti kan harus kita adakan.
Di dalam initial budget nggak ada, ada tapi tidak dianggarkan, karena kan juga mungkin dalam proses perencanaan masuknya di kontingensi ya, kontingensi ada, prosentasenya ada, tapi tidak secara detil disebutkan apakah di dalam kontingensi itu ada CIC, change in cost atau tidak.
Kemudian yang lain semisal kaya stasiun integrasi LRT di Halim, di dalam perencanaan juga nggak ada. Di dalam perkembangannya ternyata Stasiun Halim dilewati jalur LRT. Sementara kereta api cepat butuh aksesibilitas yang sangat baik.
Dan itu ditanggung KCIC?
Betul, butuh intermoda salah satunya ya harus ada interkoneksi antara pelayanan kereta api cepat dengan Stasiun LRT. Sehingga akhirnya pemerintah, kemudian shareholder memutuskan ya harus dibangun stasiun LRT di Stasiun Halim daripada interkoneksinya di dekat BNN. Kan agak jauh dari Stasiun Halim. Sehingga ya harus dibangun dan itu menjadi cost overrun, kalau itu kan memang harus.
(acd/eds)