Seberapa penting sih peran perempuan bagi Coca Cola untuk menjalankan perusahaan? Dan apa goals Ibu Karina?
Saya sih tidak mau muluk-muluk. Yang pertama saya mau lakukan adalah bagaimana kita bisa mendorong masyarakat untuk mengubah stigma atau dogma bahwa perempuan itu cukup di dapur. Justru yang harus kita ubah adalah perempuan ini merupakan partner untuk kita bekerja sama membantu keberlanjutan rumah tangga, perekonomian rumah tangga dan juga perekonomian nasional.
Yang kedua, kita mendorong bahwa perempuan ini punya peranan paling besar dalam pendidikan anak-anak oleh karena ini perempuan itu harus didorong untuk bisa setara at least pendidikannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya punya pengalaman tahun lalu pada saat mau memberikan pemaparan di salah satu perguruan tinggi negeri, kemudian ada pertanyaan dan mahasiswi tersebut dia menjawab bahwa saya diminta untuk menjadi ibu rumah tangga
Saya bilang tidak apa-apa kalau itu memang pilihan, tapi harus disadari pilihan tersebut ada konsekuensinya. Nah ini yang harus kita mulai suarakan, dia curhat sebetulnya tidak mau menjadi ibu rumah tangga. Namun karena dorongan orang tuanya, perempuan itu menjadi berdosa kalau bekerja. Ini kan nggak benar.
Kemudian yang kedua adalah kita juga harus mencoba mendorong perempuan ini berani bersuara. Biasanya kan kalau sudah mendapatkan semacam kekerasan atau pelecehan dia tidak berani bersuara hanya disimpan sendiri karena ketakutan, kalau bersuara maka tuduhan itu akan masuk kepadanya sendiri. Ini yang harus juga kita coba hentikan.
Dan yang ketiga bagaimana kita mendudukkan status perempuan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Ini juga penting dan kalau saya lihat kan program UMKM hanya pelatihan dan sebagainya, tapi kita mulai harus bisa melakukan business matching.
Untuk CCEP Indonesia seberapa penting peran perempuan dalam bisnis?
Saya pikir itu sangat penting. Karena biasanya perempuan itu juga lebih sensitif dan dia juga bisa melihat dari sudut yang berbeda. Ini masalah biologis juga sebetulnya, bagaimana pun ada perbedaan.
Kalau laki-laki sesuatu yang berbau kefeminiman itu mungkin tidak dilihat atau sesuatu yang sensitif atau yang memakai hati itu tidak dilihat oleh yang laki-laki. Tapi yang perempuan akan melihat hal tersebut. Dia akan menggunakan nalarnya untuk menggunakan intuisinya untuk melakukan itu.
Sehingga yang namanya strategi itu bisa match ibaratnya orang bilangnya yin dan yang-nya bergabung atau planet Venus dan Marsnya itu bergabung. Jadi nggak bisa pria saja atau perempuan saja, tapi perempuan dan pria bersanding memimpin perusahaan.
Ini pentingnya di CCEP punya leaders-leader perempuan yang melihat perempuan yang melihat dari sudut itu, kemudian juga leader dari pria. Ini pasti akan saling mendukung satu sama lain.
Tips bagaimana meyakinkan keluarga dan pasangan, bahwa perempuan tetap bisa berkarir?
Bagaimana caranya meyakinkan pada pasangan kita bahwa kita bisa juga mengurusi rumah nih gitu kan ibaratnya? Tapi juga bekerja di dalam satu perusahaan atau mungkin melakukan upaya.
Ini kembali kepada komitmen sebetulnya, komitmen sejak awal waktu menikah dan komitmen untuk menjadikan pernikahan itu bukan hanya hubungan, bos dan anak buah, tetapi hubungan partners dan memang sih agak sulit kalau misalkan dari awal komitmen itu tidak dibentuk. Itu yang pertama.
Kemudian yang kedua, kalau misalkan antara suami dan istri itu tidak bisa berjalan sehingga mohon maaf ya, biasanya kan kalau khususnya di masyarakat marjinal suami itu menjadi pimpinan, pucuk pimpinan. Sementara yang istri apa kata suami A itu menjadi A, B menjadi B, C menjadi C, sehingga perempuan itu tidak punya kesempatan untuk berdiskusi. Jadi kita perlu public education yang masal terhadap ini supaya bisa berubah. Ini yang marjinal.
Terkait rekan-rekan yang middle up komitmen sih yang penting, dan satu komitmen. Kemudian yang kedua adalah bagaimana kita bisa mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar. Bisa kita dapatkan dukungan itu dari misalkan orang tua, kemudian dari mertua, kemudian dari saudara kandung dan ipar.
Saya kenapa sebutkan ipar, ipar ini juga punya peran penting karena dia akan menjadi mediator kita pada saat harus berbicara kepada sang suami atau mertua dia akan berbicara kepada sang suami, tapi yang penting kalau kita sudah komit bahwa kita mau menjalankan hidup sebagai suami istri punya anak dan kita mau pegang juga sebagai perempuan karir, kita jangan lupa tanggung jawab. Kita itu harus berjalan beriringan. Dan apakah itu mudah? Sebetulnya itu mudah kalau komitmen kita betul-betul kita pegang.
Terkait Ibu cerita kalau perempuan harus bersuara, gimana cara meyakinkan kalau karyawan itu suaranya didengar? Supaya tidak takut bagaimana?
Pertama kali yang saya lakukan adalah saya turun langsung ke lapangan menyampaikan ini. Buat saya yang paling penting adalah mereka mendengarkan langsung dari saya bahwa saya komit, apapun yang mereka keluhkan itu mereka bisa langsung ke saya. Dan saya memberikan nomor kontak saya kepada mereka, HP saya itu kepada mereka.
Saya siap untuk mereka kontak 24 jam dan ini kejadian akhirnya membuat mereka itu nggak segan-segan untuk bercerita ini, dan sebagainya.
Bahkan khusus untuk CCEP Indonesia punya WA grup isinya karyawan. Makanya ini sering kadang-kadang HP saya sudah eror tuh. pusing juga yang mana lagi ini. Tapi karena itu bentuk komitmen itu terpaksa saya lakukan.
Kemudian apa pernah memimpin para pria atau orang yang usianya di bawah Ibu Karina?
Itu pernah waktu saya dulu zaman masih di konstruksi saya sendirian perempuan di grup tersebut. Saya harus bekerja dengan 1.000 laki laki yang bukan notabene ada yang seumuran. Ada yg jauh lebih tua dari saya, tapi kembali lagi pendekatan yang saya lakukan adalah berbasis kinerja itu yang nomor satu. Kedua saya masuk ke merak sebagai keluarga bukan sebagai bos.
Buat saya leaders itu sebetulnya, leaders is not a boss. Leaders itu justru pembantu yang harus mendengarkan harus membantu harus memberikan solusi.
(eds/eds)