Jakarta -
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mendapatkan tugas khusus dari Presiden Joko Widodo. Hadi yang baru menjabat sebagai menteri sekitar satu bulanan ini diminta Jokowi mempercepat program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL), konflik agraria, hingga pengadaan tanah di ibu kota negara (IKN) Nusantara.
Sebagai bekas orang nomor satu di TNI, Hadi menyatakan dirinya akan menggunakan sebuah strategi perang untuk melakukan tugas-tugasnya.
"Saya coba kalkulasi apa yang harus saya lakukan supaya dalam waktu dekat saya sudah bisa melaksanakan. Biasa, kalau mantan tentara, itu biasanya strategi perang, itu yang digunakan," kata Hadi dalam wawancara khusus dengan tim Blak-blakan detikcom di Hotel Ritz-Carlton Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadi pun harus berhadapan dengan menjamurnya mafia tanah di sektor pertanahan di Indonesia. Dia menyatakan akan tegas menindak dan menumpas semua kroni mafia baik di tubuh kementerian maupun di luarnya. Sudah banyak modus mafia tanah yang diidentifikasi dan akan dieksekusi olehnya.
Seperti apa saja gebrakan dan strategi Hadi dalam mengemban jabatan barunya ini? Berikut wawancara eksklusif yang dilakukan tim Blak-blakan detikcom dengan Hadi.
Awalnya seperti apa selesai jadi Panglima sekarang Anda bisa dapat tugas jadi Menteri ATR/BPN, background story-nya seperti apa?
Ya memang pada waktu itu saya juga kaget setelah dipanggil pak Presiden. Sore hari, saya sedang olahraga tiba-tiba dari ajudan mengatakan 'bapak segera menghadap bapak presiden karena ada tugas'. Oke saya berangkat.
Kemudian setelah saya diterima, pak Presiden menyampaikan Pak Hadi, Pak Hadi saya akan masukan di kabinet, sebagai menteri ATR/BPN. Secara otomatis saya langsung berterima kasih ke bapak presiden atas kesempatan yang diberikan kepada saya.
Namun saya langsung bertanya, 'Pak, ATR/BPN ini kan ilmu baru bagi saya pak.' Tapi Presiden dengan tenang sampaikan 'begini pak Hadi, pak Hadi sudah punya modal ketika menjadi panglima TNI karena saya lihat pak Hadi matang di ilmu teritorial.'
Justru itulah ilmu itu yang akan nanti banyak diimplementasikan di Kementerian ATR/BPN ini. Komunikasi sosial itu yang penting langsung dengan masyarakat.
Apa saja tugas spesifik yang diberikan dari Presiden?
Memang pada waktu itu pak Presiden langsung memerintahkan ketika saya sudah dilantik. Ada tiga. Yang pertama adalah mempercepat proses sertifikat dan PTSL sebanyak 126 juta bidang di seluruh Indonesia.
Kemudian Presiden juga berpesan agar menyelesaikan sengketa konflik pertanahan, konflik agraria, dan mafia tanah. Kemudian, yang ketiga adalah membantu percepatan proses untuk pengadaan tanah termasuk tata ruang di IKN.
Tiga hal tersebut lah yang akhirnya saya coba kalkulasi apa yang harus saya lakukan supaya dalam waktu dekat saya sudah bisa melaksanakan. Biasa kalau di mantan tentara, itu biasanya strategi perang itu yang digunakan.
Dua strategi yang langsung saya gunakan, itu adalah operasional tempo, adalah saya melakukan kegiatan ini langsung dengan waktu cepat adalah dengan langsung bertubi-tubi atau kita laksanakan bertahap. Nah setelah saya lihat di lapangan, saya harus melaksanakan strateginya adalah bertubi-tubi, harus saya datangi di seluruh tempat kemudian yang
Sinyalemennya apa, tempat seperti apa yang akan Anda datangi?
Pertama kali adalah saya coba berbicara dengan beberapa masyarakat di sekitar tempat tinggal saya saja, tidak usah jauh-jauh. Saya tanya bagaimana dengan pengurusan sertifikat tanah.
Mereka mengatakan, 'wah susah pak, dipersulit, mahal pak, punglinya banyak, ada mafianya.' Bahkan, dia mengatakan justru mafianya itu orang dalam semua. Oh begitu ya, saya terima saja. Tapi saya sampaikan coba nanti saya lihat, dan nanti tolong dilihat hasilnya.
Kemudian saya tanya lagi untuk para pegawai, saya tanya bagaimana kalau mau mengurus sertifikat? Katanya susah pak, tapi saya pengin urus sendiri tapi tidak punya waktu. Lho kok bisa? 'Ya karena kan saya harus bekerja Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat. Kalau saya harus mengurus itu hari kerja kemungkinan saya ada kesulitan. Karena saya dengar lama dan berbelit-belit saya kan harus izin satu hari, belum tentu diizinkan oleh pimpinan saya.' Oke saya terima. Nah dua masalah itu lah yang saya kembangkan.
Apa yang kemudian jadi terobosan, mengurus tanah ini kan jadi keluhan semua orang. Ada terobosan yang akan Anda lakukan sebagai Menteri?
Akhirnya saya buat satu terobosan. Yang pertama saya datangi kantor BPN, saya datangi, di sana saya lihat secara langsung kontak kepada masyarakat yang mengurus tanah. Kebetulan di situ saya datang ke Semarang, saya lihat banyak sekali yang sedang menyelesaikan sertifikat.
Langsung saya berdiri di depan masyarakat saya tanya, bapak-bapak ibu-ibu saat ini sekarang sedang mengurus apa? 'Saya mengurus sertifikat tanah.' Saya lihat di depan ibu sedang mengurus apa? 'Sertifikat tanah.' Coba jumlahnya berapa? 'Sembilan pak.' Loh kok banyak sekali? Ternyata adalah calo.
Saya coba lagi di depan, ibu lagi ngurus apa? 'Saya sertifikat tanah pak.' Kok banyak sekali ada berapa ada lima saya lihat, ibu dari mana? 'Saya dari notaris.' Saya minta yang mengurus sendiri ada nggak? Ada salah satu, hanya ibu-ibu yang paling belakang dan dia menjawab.
Coba saya lihat ibu mengurus sendiri, coba saya lihat KTP ibu saya lihat oh iya ibu mengurus sendiri. Saya langsung di depan mereka bilang, 'ibu mengurus sendiri apabila nanti ibu mengurus dipersulit, ibu tidak dilayani dengan baik, ini khusus yang sendiri ya, ada pungli ibu laporkan ke saya.'
Apakah mungkin melapor langsung kepada Menteri kalau ada masalah?
Saya yakin masyarakat ada yang tahu nomor telepon saya. Yakin. Sekarang pun sudah ada hotline agar lebih mudah, walaupun bukan telepon.
Akhirnya, dari situ lah kesimpulan yang saya ambil adalah saya perintahkan kepada seluruh Kakantah bahwa harus membuka layanan untuk masyarakat mulai dari Senin sampai dengan hari Jumat menyiapkan satu loket untuk prioritas. Beri karpet merah hanya untuk masyarakat yang mandiri mengurus mandiri sertifikatnya, dan di sana harus dilayani dengan baik dengan senyum, tidak ada pungli.
Saya minta juga sampaikan kepada mereka, bahwa nanti setelah jadi sertifikatnya sampaikan ke kampung bahwa ternyata sekarang mengurus sertifikat mudah. Ini bagian dari edukasi kita kepada masyarakat.
Apakah Anda menetapkan standar yang ketat untuk pengurusan sertifikat tanah, misalnya pengurusan tanah tidak boleh dari sekian hari?
Seperti pengurusan Roya. Roya itu tidak sampai 7 menit, karena ada juga Roya yang berhari-hari. Kadang-kadang juga sertifikatnya tidak sampai di tangan.
Itu hanya 7 menit dan saya cek di Surabaya kebetulan ada yang mengurus Roya saya lihat tidak sampai 2 menit selesai. Cuma ada bukti pembayaran dari bank sudah selesai, diparaf, diserahkan. Lho ternyata bisa. Kalau memang mudah kenapa harus dipersulit? Jadi sekarang mengurus Roya di seluruh Indonesia saya yakin sudah tidak akan berani mempersulit.
Berarti sekarang bisa untuk mengurus sertifikat tanah di akhir pekan?
Kemarin sudah saya Luncurkan untuk pengurusan sertifikat di akhir pekan. Hari Sabtu dan Minggu, mulai dari 08.00 sampai dengan 12.00. Tapi memang di wilayah-wilayah yang jumlah layanan frekuensi pelayanannya cukup tinggi. Di ibukota provinsi dan sebagainya itu kita memerintahkan untuk dibuka.
Mengenai konflik tanah, bagaimana Anda melihat itu dan apa upaya ke depan sehingga itu bisa dihilangkan?
Saya beberapa minggu yang lalu juga sudah mengidentifikasi. Saya sudah selesaikan di lapangan. Jadi ceritanya ada pemilik tanah bernama JS, 300 meter di daerah Depok. Kemudian tiba-tiba pagi-pagi sudah ada ekskavator untuk menggaruk dan dijaga oleh polisi.
Artinya memang polisi tahunya itu adalah sesuai dengan hasil persidangan itu adalah tanah yang ilegal dan harus diselesaikan. Kemudian pemilik lapor kepada saya, saya tanggapi saya coba minta untuk dilihat di lokasi, dan setelah di lihat di lokasi sesuai dengan ceritanya.
Sebetulnya pak JS ini sudah menyampaikan, bahwa 'pak ini tanah saya, saya punya sertifikat yang sah, kemudian kalau memang diperlukan tanah ini untuk pembangunan, silakan, tetapi tolong tanah saya diganti di wilayah mana saja di dekat sini untuk usaha saya, karena usaha saya adalah sebagai tukang tambal ban.'
Memang bukan orang mampu ini kita lihat yang paling bawah, nanti kan model yang seperti ini kita bisa mengurai permasalahan yang lain. Ternyata saya runut ini tanah bapak, sertifikatnya ada. Kenapa bapak kok bisa digaruk? 'Karena saya di atas saya ini ada sertifikat yang menimpa punya saya.'
Saya pun dilihatkan di Sentuh Tanahku di aplikasinya, itu juga bukan tanahnya dia. Ada double. Coba saya selidiki, pertama suratnya ada, lihat Sentuh Tanahku memang bukan miliknya pak JS, milik orang lain.
Kemudian saya lihat warkahnya dulu, warkah ternyata sebetulnya punya pak JS. Warkah itu peta anu lah, peta sejarahnya bahwa di situ adalah asal-usulnya di situ. Karena itu kan nanti bisa untuk mengeluarkan surat dari kepala desa dan sebagainya.
Singkat cerita, ternyata dulu pernah ada yang memiliki sertifikat yang menimpa punya dia, tapi sertifikat itu dikeluarkan oleh BPN Depok. Dasarnya apa saya tidak tahu, akhirnya saya datangi ternyata memang yang menimpa itu juga bermasalah.
Kemudian BPN Depok juga saya minta bertanggung jawab. Kok bisa mengeluarkan sertifikat di atasnya? Walaupun pelakunya ini sudah meninggal. Kemudian saya coba lagi tracing siapa yang memasukkan aplikasi Sentuh Tanahku ya kita runut semua dan sekarang sudah ada indikasi.
Masalah klasik pertanahan adalah timpa menimpa sertifikat, sistem apa yang bisa atasi masalah itu?
Justru PTSL ini akan tutup celah itu. Kan semuanya di seluruh Indonesia belum semua tersertifikat. Baru berapa persen. 74,8% itu baru tersertifikat sisanya 25,2% belum. Yang belum ini kan ada kemungkinan dimainkan mafia tanah. Kan modusnya banyak sekali. Di Polda Metro Jaya saja ada 5 modus. Dan di lapangan terjadi seperti itu.
Hak milik tanah seringkali jadi masalah, banyak yang kemudian bisa diakui orang lain. Sebenarnya praktik dan caranya bagaimana?
Seperti modus yang saya sampaikan tadi, contohnya adalah ada tanah kosong. Tanah kosong itu kemudian ditanya, tanah ini ada punya siapa? 'Oh ini punya anu pak, ini masih belum bersertifikat'.
Kemudian ada main dengan pejabat BPN, dan juga mengeluarkan warkahnya ini seperti ini, kemudian dia akan mengurus ke desa mengeluarkan PM1 dan sebagainya kemudian di situ bisa dimulai diakui oleh mafia tersebut. Kemudian langsung masukan ke Pengadilan TUN. Nah itu bisa menjadi miliknya mafia tersebut. Nah yang punya belum tentu juga dia tahu bahwa tanah itu sedang dimiliki oleh orang lain.
Itu baru satu kasus, kemudian kasus berikutnya juga bisa terjadi adalah ini ada tanah kemudian dia sedang melaksanakan pengurusan PTSL. Kemudian PTSL-nya belum dikeluarkan. Setelah itu belum dikeluarkan, dia membikin surat palsu mengatakan bahwa ini sudah diserahkan kepada pemiliknya. Kemudian sertifikat ini diambil oleh kelompok tadi, kemudian untuk mengatasnamakan tanah yang disasar tadi, ganti nama ganti luas, ganti alamat. Ini modus juga seperti itu.
Jadi banyak. Termasuk juga penumpukan sertifikat. Tadi yang kasus pak JS tadi ditumpuk. Ini karena yang penumpukan yang kedua, untung saja dia tidak ada nomor lain. Padahal sudah meninggal ini bisa juga ditumpuk lagi ngurus lagi itu bisa terjadi. Nah ini benar-benar kita terus on check sampai pemilik yang sah ketahuan.
Apakah aksi ini melibatkan banyak sekali pihak, artinya bukan maling aksi sendiri dapatkan hasil?
Oh pasti. Tidak ada namanya mafia tanah itu jalan sendirian. Banyak sekali pihak. Ada peran, atau orang yang dianggap pemilik. Kemudian ada penyandang dana, karena ini perlu anggaran untuk bisa ini. Ada oknum, petugas. Ada juga oknum desa mengeluarkan PM1. Ada oknum notaris. Ini terstruktur.
Kegiatan ini subur di Indonesia, mengapa demikian?
Bukan Indonesia ya. Karena tanah ini kan tidak pernah nambah. Manusianya yang nambah. Jadi kebutuhan akan tanah kan sudah (meningkat).
Gebrakan terakhir Anda, ada sejumlah petugas di Kantor BPN ditindak. Sebetulnya ini temuan dari mana?
Sebetulnya itu kasus dari tahun 2019 dan saya minta laporan di Irjen. Saya baca, kemudian coba saya dalami, dan saya koordinasi dengan Satgas (Mafia Tanah). Kebetulan Satgas itu ada di kementerian.
Dari 2019 sampai sekarang baru diproses berarti?
Iya. Karena itu kan dulu pada waktu program PTSL. Kejadian di Jakarta Selatan ini. Ini baru di Jakarta Selatan yang saya lihat, mungkin yang lain akan terus saya teropong.
Sebetulnya komandan tim PTSL itu kan bukan Kepala Kantor Pertanahan, ada orang lain di situ. Nah di situ lah dia memainkan PTSL itu, wewenangnya, untuk berkolaborasi dengan mafia tanah. Kebetulan untuk ASN-nya sendiri sebetulnya hanya beberapa orang. Tapi yang lain adalah pegawai tidak tetap.
Uniknya pegawai tidak tetap itu punya kemampuan komputer, yang dia bisa akses ke akun. Katakan lah akunnya pak Menteri, dia bikin ke pejabat daerah, begitu muncul akunnya, wah tidak bisa menolak.
Apakah hacking juga menjadi salah satu modusnya?
Oh iya. Sebetulnya dia karena mungkin dulu pegawai mungkin, jadi tahu. Atau dulu dia yang mengembangkan sistem digitalnya. Oleh sebab itu, ketika kejadian itu kita tidak boleh membabi-buta. Artinya apa? Data-data yang sudah ada di dalam, kemudian di-print out, keluar katakan lah sertifikat, kemudian kita tidak cek. Kita harus double check.
Nah kemarin kejadian keluar, tapi sudah selesai. Padahal di situ ada penggantian melalui data digital, jadi cek dulu 'pak ini, berapa hektare, namanya ini betul,' baru dikasih. Jadi tidak terjadi ada hanya '74 meter menjadi 2000 sekian meter' dan milik orang lain.
Sejak 2019 sampai sekarang itu kan lama, apakah memang progress penanganannya lama atau kemudian Anda percepat yang mangkrak kemudian diakselarasi?
Iya sebetulnya saya akselarasi. (Berarti mangkrak sebenarnya?) Tidak segera ditangani lah.
Apakah modus semacam ini bisa terjadi juga di daerah lain?
Saya yakin ada. Tapi dengan saya melakukan gebrakan ini, mungkin mereka mulai tiarap kan. Kalau tiarap tidak melakukan perbuatan hukum tidak apa-apa. Tiarap saja terus. Tetapi kalau tiarap, tapi pernah melakukan perbuatan hukum, ya saya proses!
Oleh sebab itu saya terus melakukan evaluasi ke dalam. Saya melihat secara langsung, apakah ada celah-celah yang bisa digunakan untuk menyalahgunakan wewenang tersebut? Baik itu saya lihat piranti lunaknya, piranti kerasnya, sumber daya manusianya, sehingga saya nanti bisa mengambil kesimpulan dari mana dulu saya menyelesaikan masalah ini. Sembari saya juga melakukan mitigasi terhadap korban, rakyat, yang terkena dampaknya dari mafia tanah.
Apakah cukup semua yang Anda rencanakan untuk dilakukan setidaknya sampai tahun 2024?
Iya paling tidak, kalau tidak cukup, paling tidak saya pernah memberikan setitik warna untuk bisa memperbaiki kementerian ini menjadi kementerian yang kapabel, kementerian yang transparan, dan kementerian yang modern untuk menuju ke Indonesia Maju.
Tetapi saya yakin. Karena apa? Kalau tadi saya sampaikan softwarenya kita betulin, hardware kita betulkan, SDM-nya juga kita betulkan. Ini kan sudah menjadi motor yang baik, sudah menjadi perahu yang baik, kapal yang baik. Tinggal kita piloti saja. Kalau pilotnya siapa saja, mau dia melenceng ke kiri ke kanan, tetapi sistemnya tuh minta lurus, akan tetap lurus.
Apakah Anda juga membuat semacam kerjasama dengan pihak lain, kementerian kan tidak punya alat untuk penegakan hukum. Apakah ada semacam kerjasama atau membuat satgas khusus untuk mafia tanah?
Yang pertama, ketika saya diangkat menjadi menteri, yang saya datangi duluan adalah Bapak Kapolri. Kebetulan dulu adalah sinergi dengan saya.
(Kayaknya akrab dengan pak Kapolri?) Oh iya. Saya datang ke sana. Pak Kapolri kerjaan dulu kita laksanakan sinergi, sekarang saya menjadi menteri, saya mohon tetap dilanjutkan.
Pak Kapolri menyampaikan, 'saya laksanakan 1.000% Kang Mas,' sudah saya tenang. Dengan ucapan seperti itu, saya yakin, akan tersebar di seluruh Kapolda, sehingga Kapolda akan paham ketika saya datang itu pesannya sudah jelas apa yang harus saya lakukan.
Di samping itu, saya membentuk Satgas untuk mafia tanah. Internal. Lalu, kita juga akan gabungkan dengan Satgas Kepolisian. Karena internal sendiri harus saya bereskan semua ini, punya satgas khusus yang melihat, menerawang, dari semua sistem yang ada.
Apakah sanksi-sanksi yang ditetapkan akan Anda tegakkan dengan tegas?
Iya. Saya sudah sampaikan kepada seluruh staf. Saya sebagai pembantu bapak Presiden, sebagai menteri akan saya laksanakan tiga perintah bapak Presiden itu. Saya akan melaksanakan dengan serius dan terukur.
Terobosan apa saja yang Anda lakukan di permasalahan tanah suku anak dalam, boleh diceritakan?
Jadi sebetulnya suku anak dalam ini permasalahannya sudah 22 tahun yang lalu. Suku anak dalam memiliki tanah di wilayah Jambi sana yang sudah turun menurun itu sekian ribu hektare di sana. Lalu, itu terbukti dari peta mikro yang dikeluarkan, bahwa ada bekas kuburan pemakaman kakek neneknya dan sebagainya.
Tetapi karena ada pengembangan perkebunan, maka suku anak dalam ini agak tersingkir. Namun, perusahaan itu bagus, karena tetap menampung suku anak dalam di satu tempat. Di wilayah itu juga, yang sekitar 50.000 hektare lah. Luas sekali.
Nah di sana diberikan lahan seluas 2.000 hektare untuk ditempati suku anak dalam dan tempat itu juga menjadi plasma kelapa sawit. Tetapi ada kurang lebih 113 suku anak dalam, yang kita beri kode SAD 113, ini belum bisa menerima. Saya tidak tahu alasannya belum bisa menerima.
Akhirnya, mereka hidup di dua kabupaten. Tersebar di dua kabupaten. Setelah beranak-pinak mereka dari 113 menjadi 744, berdasarkan kita coba cek verifikasi. Nah dia menuntut, saya ingin menuntut tempat saya, tempat hidup saya. Selama 22 tahun itu terus minta kepastian.
Saya pelajari, semuanya saya identifikasi. Saya panggil PT tersebut, dan dia pernah menjanjikan tetapi belum terealisasi. Dia berjanji akan dicarikan tempat seluas 750 hektare, di luar dari wilayahnya dia. Karena ada satu PT juga yang kemungkinan sudah tidak bisa lagi mengelola, dan itu ada tanaman kelapa sawit juga dan tidak mungkin, tidak produktif.
Suku anak dalam senang dengan berita tersebut, tetapi berlarut-larut tidak pernah terealisasi. Saya datang ke sana, menemui PT tersebut. Kemudian sebagian suku anak dalam juga saya kumpulkan. Saya minta Pak Gubernur menjadi saksi, Ketua DPRD Provinsi Jambi menjadi saksi. Kebetulan DPRD sana baru saja melaksanakan pansus tanah dan suku anak dalam itu bagian dari rekomendasi. Jadi enak saya untuk memutuskan.
Akhirnya, saya putuskan bahwa setelah hasil koordinasi semua, suku anak dalam harus segera diberi wilayah yang 750 hektare. Saya beri batas waktu sampai 30 Agustus, satu bulan lagi.
Kedua, apabila permasalahan suku anak dalam yang menginginkan 750 hektare ini tidak terpenuhi sampai 30 Agustus, maka akan saya kembalikan ke tanahnya mereka, yang saat ini juga sedang dikuasai oleh perusahaan tersebut seluas 750 hektare yang saat ini juga ada tananam sawit. Tanda tangan, mereka setuju.
Kapolda, Danrem, semua senang dengan keputusan tersebut, termasuk Gubernur dan Ketua DPRD. Tuntas semua itu setelah 22 tahun, sehingga nanti jika tidak masuk yang 750 hektare, masih tetap dapat tanah yang di tempat tinggal mereka awal.
Kepala Kantah-nya, Kanwilnya, sudah saya panggil. Sudah bisa dibikinkan sertifikat. Bisa didaratkan? Bisa. Karena waktu itu tidak terealisasikan kita daratkan di wilayah langsung. Karena mereka sudah tandatangan menyetujui.
Semua happy dan itu sebelumnya malam-malam saya datangi. Bapak itu kerjaannya apa selama ini? 'Pak saya itu hanya mencari ikan baung kerjaan selama ini, kadang-kadang laku, kadang-kadang nggak.'
Harapan bapak apa? 'Kalau seandainya tanah saya bisa dikembalikan Pak, ekonomi saya bisa naik, saya juga bisa hidup tenang, tidak seperti saat ini harus ke sungai Batanghari nyari ikan dan sebagainya.'
ATR/BPN mengeluarkan seragam baru, mengapa harus begitu, apakah ada yang berubah?
Seragam itu adalah seragam yang lama, seragam lama yang saya berikan aura sedikit. Pangkat sudah ada. Cuma dulu pangkatnya warnanya kuning, warnanya sama dengan baju, nggak kelihatan. Sekarang dasarnya saya ganti warna biru, dengan pangkat warna kuning sehingga kelihatan.
Yang dulu pakai mutz warnanya sama dengan baju, sekarang saya kasih baret warna hitam, sehingga kontras keluar. Lalu, saya berikan tongkat komando untuk percaya diri, dan berikan simbol kalau ATR/BPN adalah institusi vertikal. Di mana saya bilang A, sampai ke daerah akan A. Perlu satu komando.
Yang mendapatkan tongkat siapa saja?
Yang dapat tongkat itu adalah kepala, jadi kepala kantor wilayah, kepala kantor pertanahan. Itu kan teritori. Di pusat nggak yang ada pakai tongkat. Kecuali menteri saja.
Jabatan Dirjen ataupun Wamen apakah mendapatkan juga?
Nggak. Wamen juga nggak.
Ada anggapan ini seperti masih militer-militeran, artinya Anda seperti bernostalgia masa lalu?
Oh nggak. Itu kan untuk berikan kepercayaan kemudian ada kesetaraan di Forkopimda. Karena kan ketemu dengan Dandim, ketemu Kapolres, ketemu Kajati, ketemu Kajari. Kajari-kajari itu kan pakai tongkat. Ketemu dengan Basarnas, ketemu dengan BNN. Jadi dia setara. Paling nggak kalau lagi upacara atau pertemuan koordinasi sama-sama pakai tongkat. Confident.
Sebagai penutup seperti apa closing statement atau ada pesan-pesan yang mau disampaikan?
Saya imbau masyarakat jangan takut urus sertifikat, urus sendiri. Kedua, apabila petugas di lapangan ada yang mempersulit, ada yang pungli, ada yang tidak layani dengan baik laporkan. Akan saya tindak!