Jakarta -
Ekonomi Indonesia kini disebut memiliki tantangan lain selain pandemi COVID-19. Timbulnya krisis energi hingga pangan imbas dari sejumlah kejadian di global ikut menyeret masalah baru ke ekonomi dalam negeri.
Masalah itu menciptakan masalah-masalah baru seperti krisis pangan sampai ancaman krisis energi. Kemudian suku bunga serta inflasi juga turut mempengaruhi pergerakan roda ekonomi dunia termasuk Indonesia.
Kali ini Blak-blakan akan membahas tentang kondisi ekonomi Indonesia, bagaimana antisipasinya dan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi tekanan baru. Bersama ekonom senior Faisal Basri, Blak-blakan juga membahas polemik Kereta Cepat hingga harga BBM di Indonesia. Berikut kutipan wawancaranya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana menurut Anda, antisipasi apa yang harus dilakukan oleh Indonesia? Apakah kita aman-aman saja?
Kalau kita lihat fondasinya cukup kuat untuk menghadapi terjangan yang berat itu. Fondasinya kita lihat dari berbagai faktor jadi misalnya pertama jantung kita cukup kuat nggak ya?
Apakah kita sehat?
Nah jantung itu di dalam ekonomi, itu sektor keuangannya. Faktor keuangan itu gampang merembes kan ke berbagai tempat. Nah kalau kita lihat sektor keuangan kita masih lebih lemah dari kondisi sebelum krisis. Dari kemampuannya menyalurkan kredit.
Sebelum pandemi maksudnya?
Sebelum krisis 98. Jadi sebelum krisis 98 itu bisa mencapai 68% penyaluran kredit itu terhadap PDB, sekarang cuma 40-an persen. Jadi masih jauh. Jadi kita kalau mau cepat susah. karena itulah ada tren penurunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu secara konsisten sampai sekarang.
Nah karena jantungnya nggak pernah dibenahi gitu ya. Kemudian kalau kita lihat tekanan darah tinggi itu kalau di ekonomi suku bunga. Kalau suhu perekonomian itu inflasi.
Nah kalau kita lihat suku bunga kita acuannya 3,5%. Sudah sejak tahun lalu tidak pernah naik. Nah sementara Indonesia ini terbuka, uang bebas keluar masuk.
Hampir semua negara sudah menaikkan, kalau kita tidak menaikkan sampai seberapa jauh contohnya seperti kemarin itu terjadi capital outflow ya? Bukan pelarian modal sih, arus keluar aja. Arus keluar uang itu besar sekali di pasar saham.
Belum balik sampai sekarang kan?
Kemarin sih. Pelan-pelan? Tapi secara year to date dari 1 Januari sampai sekarang masih positif tapi tinggal Rp 52 triliun kalau nggak salah. Nah kemudian kalau kita lihat ekspor naik tapi rupiah melemah terus. Hari ini ditutup Rp 14.929. Jadi waktu Pak Jokowi pertama kali jadi presiden Rp 11.000 tuh, jadi trennya melemah terus.
Nah karena apa? Kan itu harusnya jadi darah baru, ekspor meningkat uang masuk, ternyata sebagian saja yang masuk, sisanya di parkir di luar karena ada yang headquarter-nya ada di Singapura, gitu yang dihapus sendiri oleh pemerintah itu.
Nah kemudian oleh karena itu darah kita belum cukup. Sudah darah belum cukup, jantung lemah, kan dilihat oleh luar ya udah Indonesia ini untungnya di Indonesia makin kecil bukan rugi ya, untungnya makin kecil untungnya kalau saya taruh di luar.
Jadi tinggal tunggu waktu saja akan terjadi ancaman akibat penguatan nilai dolar AS terhadap hampir semua mata uang. Nah orang kan nanya 'Kan Amerika resesi, Amerika perang, Amerika butuh uang banyak, kok mata uangnya menguat?'
Nah orang tidak paham the power of US dollar itu ya, 60% dalam perdagangan dunia walaupun dia hampir disusul oleh China PDB-nya tapi penguasaan finansialnya masih cukup kuat.
Nah kemudian inflasi yang tidak terhindarkan. Seluruh negara menghadapi masalah inflasi ini rata-rata 8-9% di negara-negara maju, Indonesia kok bisa 4,94%. Tapi tergolong rendah dibandingkan yang lain. Apa Indonesia hebat? Ya tidak, karena semua ditahan, hampir semua ditahan.
Jadi minyak ditahan, muncul masalah di sini penyelundupan, ilegal segala macem ditekan di sini muncul di sana. Jadi karena akar masalahnya tidak diselesaikan. Nah jadi tinggal menunggu waktu saja adu kuat Pak Jokowi sendiri mengakui kalau kita tidak naikkan ini subisidinya Rp 502 triliun kata Pak Jokowi. Jadi lebih besar dari warisan Pak SBY dulu kira-kira Rp 360 triliun.
Nah jadi windfall yang kita dapat dari sawit, PPN pendapatan negara melonjak, APBN diperbaharui ya, biasanya APBN diperbaharui itu diturunkan, kalau ini dinaikkan karena dapat windfall Rp 200 triliun - Rp 300an triliun itu bles hilang dengan sendirinya gara-gara kita tidak menaikkan harga energi itu.
Kemarin Pak Jokowi notice subsidi kita Rp 502 triliun. Negara lain sudah menaikkan, Pak Jokowi bilang sudah ada yang Rp 30 ribu. Kita masih sempat bertahan dengan angka yang sekarang, sebenarnya sehat atau nggak?
Sangat tidak sehat. Coba bayangkan kalau uang sebanyak itu, itu digunakan untuk pemberdayaan rakyat di bawah. Katakanlah dikasih Rp 1 juta/bulan/keluarga selama 6 bulan ke depan.
Orang miskin kita berkurang ya?
Orang miskin kita berkurang dan daya beli naik, karena upahkan tidak naik sehingga aktivitas belanja tetap jalan. Karena kalau kita lihat sekarang yang melemah itu lapisan bawah kelas menengah masih oke-oke saja karena kelas menengahnya didoping oleh harga BBM yang murah, PPnBM buat orang miskin juga eh PPnBM dihapuskan, kemudian macam-macamlah, tarif listrik baru dinaikkan sedikit, macam-macamlah diuntungkan dalam situasi seperti ini.
Nah sementara kelas bawahnya sudah makan tabungan, tercermin dari data simpanan masyarakat yang ada di bank yang jumlahnya kurang dari Rp 100 juta itu kategori terendah. Jadi ada 10.000 juga barangkali, ada 100.000 gitu, yang di bawah Rp 10 juta itu jumlah rekeningnya ada 98%. Jadi hampir semua di bawah 10 juta.
Tapi dari segi nilainya turun terus dari 14mnjolp ke 13 tinggal 12 gitu. Nah sementara yang di atas Rp 5 triliun kategori tertinggi.
Berarti cuma 2%?
Tidak, nol koma nol, karena angkanya cuma satu di belakang koma jadi nggak keluar jadi nol koma nol. Nah si nol koma nol ini sumbangannya udah 51,2% dalam total nilai dan dia naik terus dan naiknya tajam gitu. Nah jadinya kan ini ironi yang membuktikan betapa pentingnya mengamankan 52,8% rakyat Indonesia yang kategorinya miskin, nyaris miskin, dan rentan miskin ini. Mereka tidak punya.
Konsumsi di BBM itu kecenderungannya yang menikmati rata-rata memang kelas menengah ya?
Menengah atas. Orang miskin nggak punya motor sekalipun apalagi mobil. Nah jadi uangnya nggak sampai Rp 100 triliun itu kalau kita bagi-bagi ya ke orang ya. Di Amerika Serikat (AS) juga dikasih cek waktu zaman pemilunya Donald Trump kemarin kan.
Nah itu sarannya Bang Faisal gimana? Apakah harus dinaikkan sejalan dengan, jangan-jangan nanti dampaknya bisa lebih, dampak sosial lah gitu dampaknya bisa dinaikkan harga BBM?
Oke, terjadi kenaikan seperti Pak Jokowi sepertinya lupa ya, sebulan setelah Pak Jokowi dilantik yang pertama. Langkah pertama yang dilakukan menaikkan harga BBM.
Dan apa akibatnya? Pak Jokowi leluasa membangun infrastruktur karena ada dana tiba-tiba Rp 250 triliun. Waktu itu Rp 250 triliun banyak sekali, udah cukup bangun ibu kota kalau bangunnya waktu itu ya.
Nah dana itulah yang digunakan untuk menggenjot infrastruktur. Nah kemudian, ada sedikit kenaikan untuk pendidikan serta kesehatan. Pertanyaannya sekarang infrastruktur jalan terus tapi tidak ada dananya kan?
Pinjam akhirnya. Akhirnya pinjam, pinjamannya akhirnya melonjak baik pinjaman pemerintah pusat, maupun pinjaman BUMN yang ditugaskan. Yang paling berat menurut saya Pertamina, PLN karena harga ditahan terus dan yang lebih berat lagi, bukan dari segi uangnya tapi dari bebannya PT KAI.
Yang mengambil alih LRT, dulu lead consortium-nya Wijaya Karya itu kereta cepat. Karena PT KAI sahamnya cuman 25% di sinergi itu 25% KAI, 38% WIKA, 25% lagi PTPN, apa urusannya PTPN sama kereta, kemudian ada satu lagi jasa marga 15% gitu.
Nah sudah ribet di tengah jalan PT KAI dibebani. Nah jadi PT KAI nggak dapat dari APBN. Harus dapat dari APBN kalau nggak salah baru digelontorkan Rp 4 triliun. Kan ada PMN Rp 72 triliun yang diminta Erick Thohir di tengah jalan tahun ini. Jadi seperti itu fokuslah untuk menyelamatkan rakyat itu untuk safety net rakyat (jaring-jaring pengaman rakyat) supaya rakyatnya tidak gelisah, yang saya khawatirkan itu.
Coba bayangkan tidak pernah terjadi seingat saya ya minyak goreng naik harganya dari Rp 18.000 ke Rp 20.000 gitu. Kemudian ada pembagian minyak goreng bersubsidi minyak goreng curah. Antriannya seperti konser musik, padahal itu dari Rp 20.000 ke Rp 25.000 katakanlah tapi berarti sekali kenaikan Rp 5000 itu karena mereka sudah mepet. Mereka mau berkorban waktu untuk antre berjam-jam.
Untuk 5000 itu ya?
Untuk Rp 5000 itu. Itu kan artinya sudah sensitif sekali.
Ini kan masih soal BBM, BBM ini pemerintah berupaya menjaga supaya subsidi tidak jatuh ke tangan yang salah dengan pengaturan-pengaturanlah. Awalnya akan dipakai dengan aplikasi kemudian bergerak sekarang pake cc gitu. Menurut Abang efektif nggak nih? Kalau pengaturan-pengaturan semacam itu? Atau ya sudahlah naikkan saja, kita harus berani gitu.
Naikkan saja, nah tinggal naikkannya itu harusnya 20% bisa kita turunkan jadi 10%. Jadi semua menanggung beban tapi rakyat yang paling bawah itu bebannya bertambahnya paling sedikit kan begitu.
Kalau sekarang kan sangat boleh jadi 70% dinikmati kelas menengah atas sehingga terjadilah jurang miskin, jurang kaya miskin jangan pakai rasio Gini, kalau Gini mah 0,384 itu ketimpangan pengeluaran bukan ketimpangan pendapatan.
Kalau ketimpangan pendapatan tinggi sekali kita. Jadi 1% orang terkaya menguasai 40% kekayaan nasional. Nah jadi, tidak ada negara yang bisa kecuali Venezuela cuek aja presidennya gitu. Tapi tidak ada negara yang menahan. Nah tinggal menahannya itu semaksimal mungkin agar beban rakyat tidak naik. Tidak terlalu melonjak.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Atau kayak Pak SBY zaman dulu BBM dinaikkan tapi kemudian ada BLT misalnya?
Bisa salah satunya, kan kita ini sudah pengalaman banyak kok tidak belajar. Nah jadi waktu di pemerintahan pertama Pak Jokowi ini sebetulnya ada saran tabungan BBM. Jadi waktu kita beli BBM itu Rp 500 rupiah ditambahkan untuk tabungan.
Udah berapa lama tuh 5 tahun kan tabungannya sudah besar jadi kalau kita mengalami lonjakan harga, harga tidak otomatis melonjak karena kita pakai tabungan dulu satu. Kemudian ada lagi mekanisme yang pasti jitu yakni meng-off kan jadi tidak untuk sementara waktu tidak mengenakan PPN untuk BBM kan 11%. Nah tabungan sama ini-ini paling kenaikannya 5% gitu.
Sebenarnya 5% bisa diterima menurut Abang?
Sangat bisa, sudah biasa rakyat. Ingat yang mengubah ini semua Pak Jokowi. Pak Jokowi bikin Perpres atau apa itu yang Perpu bukan Perpu, Perpres atau Kepres atau apa ya, pokoknya ditingkat presiden itu bikin harga BBM dievaluasi setiap 3 bulan kemudian diubah setiap bulan. Sampai sekarang itu aturannya masih ada tapi tidak dilaksanakan.
Nah menurut saya di pemerintahan yang ngurus ini bilang 'kita evaluasi tapi keputusannya kita tidak naikkan," kan nggak jujur kalau begitu. Jadi sudah biasa kita mulai ada kenaikan ada penurunan. Dan itu tadi negara hadir kok pakai tabungan dan pakai mekanisme PPN on and off.
Nah PPN on and off itu dilakukan di Malaysia sehingga di sana harga ron 95 di sini nggak dijual juga, kemarin saya ketemu dengan Pertamina 'Kok Pertamina aneh sih ada 92 langsung ke 98'. Di Malaysia itu 95 sama 97 jadi ada mengurangi beban, berbagi beban tapi yang kaya bebannya lebih berat gitu. Jadi smoothing gitu, jadi apa ya jadi tidak begini tapi ini tetap berjalan. Harga itu sesuatu sekali, wong kawan saya saja dia pejabat ya, dia punya Fortuner dia bilang 'isi bensin Rp 900 ribu', kaget dia naik pakai Dex atau apa gitu.
Oh ini yang solar. Kalau Dex mahal.
'Saya mau jual saja Fortunernya' tuh. Atau dia mengurangi penggunaan Fortuner dan lebih banyak pakai mobil yang lebih irit. Jadi ada pengorbanan dari masyarakat juga. Jadi semua urunan, pemerintah urunannya subsidinya masih jalan tapi tidak Rp 500 triliun.
Soal Kereta Cepat nih bang, sebenarnya perlu atau tidak tapi prosesnya kan sudah berjalan. Pertanyaannya China masih minta agar Indonesia nambah lagi, kan ada isu APBN masuk ke pembiayaan itu. Bagaimana bang, apa mesti di-pending dulu, nggak usah lanjut sampai kita lewat fase terberat tahun ini?
China itu tahu sekali psikologi di Indonesia itu. China tidak mau dalam satu projek itu nyaris 100% itu dia. Coba bayangkan sekarang equity 25% dari konsorsium China dan Indonesia. Nah dari 25% itu, 60% Indonesia, 40% China, 75% dari bank pembangunan China. Jadi udah 75% ditambah yang 25% China dari 40% dari 25% berapa sih? 10% aja sudah 85%.
Kalau semua kekurangan pembiayaan 100% China bisa. Marah lagi nanti orang Indonesia kita dijajah China. Jadi China paham, kitanya yang tidak tahu diri. Mau diserahkan semuanya 100%? nanti manajemennya dia, kan nanti marah lagi kita.
Konsekuen menerima apa menjalankan proyek itu kalau ada kelebihan memang harus berkorban ya kita ya menyiapkan dana untuk itu?
Iyalah, peningkatan dana ini dibagi 40:60 kan. 60 Indonesia, 40 China. Nah saya bertemu dengan pejabat yang mengurus negosiasi ini "Kita lagi nego nih Bang, kita mau balik konsorsium China-nya 60 kitanya 40," tuh jadi nanti 100%. Terus kita minta segala macem itu. Nah inilah konsekuensinya. Ingat China nggak pernah rugi karena kita tiap tahun bayar bunganya yang dari 75% itu. China nggak rugi.
Itu bukan hibah ya?
Itu pinjaman yang bunganya 20 kali lebih tinggi daripada Jepang. Inilah ongkos yang harus kita bayar karena ya nanti seperti ya saya tidak ingin menakut nakuti Sri Lanka atau Laos kalau tidak bisa bayar dampaknya tidak perlu diambil alih, kasih saya konsesi tambang gitu loh itu yang terjadi di Laos atau Myanmar dan kita tidak ingin seperti itu. Jadi artinya Chinanya tidak agresif. Kalau agresif sekalian aja diambil alih, kalian nggak usah.
Atau China-nya melihat memang potensinya agak berkurang kalau Jakarta-Bandung gitu karena berhentinya juga nggak di Bandung terus juga Jakarta-Bandung dengan Tol lebih terjangkau gitu misalkan?
Betul dan ini kan cost overrun disebabkan karena perencanaannya berubah-berubah dari waktu ke waktu berulang kali. Dulu lewat Walini, sekarang Walininya di lewati saja tidak berhenti di Walini dihidupkan Padalarang.
Daripada Padalarang ke Bandungnya naik lewat kereta konvensional. Kalau bawa barang gitu turun kereta naik kereta lagi, kalau turun kereta cepat barangkali lebih nyaman ya beda platform-nya itu lurus gitu. Masuk ke konvensional diangkat lagi harus pakai porter lagi nah ini kereta apa karena dari dulu kita sudah ingatkan bahwa kereta cepat itu kompetitornya adalah pesawat.
Jadi jika pesawatnya sudah terlalu banyak nggak mungkin lagi seperti di Kuala Lumpur, Singapura ya 36.000 flight. Itu sudah tidak bisa ditambah ya karena bahaya no visible sekali jaraknya 400 km. Jadi ya itulah hukum kereta cepat itu itu.
Ya pemerintah harusnya berfikir masak-masak untuk memutuskan bagaimana jalan keluarnya. Karena setiap dana yang ada sekarang sangat berarti karena kita menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan kan sekarang ini?
Kita mudah-mudahan tidak terjadi. Tapi, harus menyiapkan kondisi yang jauh lebih buruk dari sekarang kan. Perang lama ini efeknya kemana-mana karena pupuk urea saja yang kita swasembada, fosfat kita masih impor, dan semua di Ukraina. Nah sekarang datang ke desa-desa ke daerah-daerah pertanian itu pupuk langka karena pupuk subsidi.
Kalau mau beli pupuk ya mahal. Jadi itu efeknya nanti tahun depan panen akan turun. Sawit kita panennya akan turun, padinya panennya akan turun karena tidak dipelihara dengan baik lewat pemupukan yang proper.
Di saat yang sama harga gandum juga akan naik cukup signifikan atau bahkan sudah langka.
Sudah sudah tapi belum terlihat, belum terasa begitu. Boleh jadi mereka juga dipersuasi oleh pemerintah 'jangan dinaikkan dong' kan mereka yang besar-besar 'Oke deh kalau gitu saya kurangi saja takarannya' gitu kan banyak. Karena tidak mungkin bisa mendikte dunia usaha untuk tidak menaikkan harga itu melanggar undang-undang.
Kalau acuan suku bunga gimana Bang dengan kondisi seperti sekarang ini apakah sebelumnya kita nanya kenapa sih BI tidak menaikan gitu? tapi dengan kondisi saat ini apakah memang sudah tepat 'mendingan nggak usah dinaikin dululah'.
Nah, pendulumnya itu sangat ekstrim. Gubernur bank sentral yang sebelum ini Pak Agus ya, Pak agus itu timnya lah kita nggak bisa satu orang. Tim dewan gubernur ini antisipatif jadi dia tahu bulan depan nih Amerika akan naikkan dia naikkan dulu. Kalau sekarang sebaliknya Amerika sudah naikkan 2 kali 50 basis poin kita dia bilang masih kuat, kuatnya itu apa gitu.
Cadangan devisa itu kecuali bulan lalu ya naik karena ada penarikan pinjaman itu pencairan dari bulan ke bulan turun yang kita katakan tadi harusnya hasil ekspor yang mengharu biru itu membuat cadangan devisa meningkat seperti jaman Pak SBY menikmati komoditi boom. Itu rupiah sampai ditinggalkan Pak SBY masih Rp 11.000 karena ditopang oleh penerimaan komoditas. Nah ini efeknya tidak kelihatan pada rupiah. Nah akibat selanjutnya.
Itu kenapa ya Bang, karena parkir di luar negeri itu ya salah satu alasannya? Sawit kita kirim ke luar tapi nggak sampai ke Indonesia berhenti di Singapura misalnya gitu.
Sawit sudah disampaikan Pak Luhut itu yang namanya pak Martua Sitorus kantor pusatnya Singapura yang hampir 100% keluar itu nikel, hampir 100%.
Nggak kembali ke Indonesia?
Ada aturan harus dibawa ke Indonesia dulu walaupun 1 hari. Aneh ya jadi 1 hari sesuai dengan aturan, besoknya dia transfer lagi. Karena kita kan sistem devisa bebas. Nah kalau nikel itu maksimum yang balik itu 10%. Jadi nggak kelihatan kita sekarang jadi pengekspor baja anti karat stainless steel tapi tidak ngefek ke penguatan Rupiah itu bersama-sama dengan batu bara dan sawit ya.
Kenapa tidak menarik ya? Di Indonesia ya? Apa yang membuat mereka seperti itu? mungkin dari pajak atau lebih menarik dari luar negeri jadi di parkir di luar negeri.
Adalah praktik yang lazim diajarkan juga di buku-buku teks gitu ya caranya pakai transfer pricing. Kemudian mereka cenderung mencari negara yang pajaknya lebih rendah. Jadi dia kecilkan ekspornya supaya waktu keluar itu kecil tapi sampai sana betul-betul harga pasar, dia untung, untungnya kan pajaknya cuman 17%, di kita masih 22% ya, mau 20 tapi nggak jadi karena kagetkan udah disimulasi bakal drop nih pendapatan negara, akhirnya dibatalkan.
Kembali ke suku bunga tadi, ketika Amerika sudah menaikkan harusnya BI sudah mengantisipasi untuk menaikkan dan dampaknya apa sekarang?
Jadi ada selisih suku bunga Indonesia di pasar internasional, suku bunganya suku bunga riil ya jadi suku bunga dikurangi inflasi itu selisihnya semakin melebar semakin capital outflow tercermin udah kelihatan sih dari misalnya world investment report yang terbaru terbitan Unctad baru bulan Juni kemarin keluar tahun 2021 itu FDI kita turun dari US$ 29 miliar ke 20. Peringkatnya juga jadi turun dari nomor 15 jadi nomor 20, jadi yang dimasukkan itu top 20 saja.
Jadi kita yang terbawah. Tapi masih bagus loh top 20. Nah kemudian Jepang baru keluar jadi setiap tahun tuh JBIC mengeluarkan negara-negara yang promising istilah mereka di setiap negara yang disurvei untuk 3 tahun atau lebih persepsi dari industri manufaktur Jepang yang beroperasi di luar.
Tahun 2013 Indonesia nomor 1 turun terus turun turun turun 2 tahun terakhir udah nomor 6. Kita biasanya 3 besar sekarang nomor 6. Nah pertanyaan kita oleh karena itu sedemikian gencarnya pemerintah mempromosikan Indonesia. Elon Musk sampai didatangi ya, terakhir ke Korea, ke China dan Jepang bertemu dengan pengusaha pengusaha kelas top.
Pak Jokowi mengatakan karena ada di televisi itu 'Kalau ada masalah telepon ini Pak Bahlil kasih Pak Bahlil nomor telepon anda, kalau tidak selesai juga hubungi saya' gitu. Pokoknya kurang apa dikasih omnibus dikasih segala macem investmentnya nggak nendang.
Kenapa? Padahal insentifnya kurang apalagi gitu?
Jadi Elon Musk disuruh bangun pabrik mobil pakai nikel yang nikelnya mencemari laut. Pakai nikel yang tenaga kerjanya ilegal dari China maksudnya bukan ilegal apa ya tapi dia masuk ke Indonesia bukan sebagai pekerja tapi sebagai visitor sehingga tidak bayar fee US$ 100 gitu.
Nah Elon Musk tidak akan mau, Elon Musk, timnya Elon Musk menghubungi INDEF kok untuk memang percaya omongan presiden sama menteri saja kan dia akan tanya ke civil society, akan tanya ke mana-mana termasuk kami yang di INDEF ini dijawab sama teman-temankan. Nah dia apa sih resiko dia bukan karena dia takut sama Indonesia tidak, takut sama Indonesia artinya 'Wah Indonesia negara' ya tidak.
Karena kalau dia beroperasi di Indonesia, mobilnya akan di boikot di Eropa dan di Amerika nggak laku gitu itu yang tidak diperhatikan oleh pemerintah. Jadi ketidakpastian anda mau invest di Indonesia misalnya nih ya investor di perkebunan sawit. Sawitnya di sini, pabrik poleinnya katakanlah di Thailand tiba-tiba dilarang ekspor mati nggak. Jadi ketidakpastiannya tinggi karena perubahan kebijakan yang sedemikian sangat cepat gitu.
Itulah yang membuat masalah sehingga kita sekarang banyak di komplain oleh mitra-mitra dagang kita baik lewat WTO maupun lewat unilateral. Kok ini berlangsung terus? Saya sekarang sedang nangani semacam dispute gitu ya jadi Indonesia mengundang yang baru tapi cuekin yang sudah ada.
Bahkan bisa membunuh yang sudah ada, yang investor asing juga gitu. Yang dilindungi itu pekerjanya 200 orang, yang dikorbankan pekerjanya 16.000 orang. Nah itulah kelakuan pemerintah itu. Jadi tidak ada kepastian itu terlalu cepat dan itu banyak sekali ya yang lain-lain banyak sekali ya.
Ini sebenarnya masih belum ideal investasi langsung dari luar negeri itu ke Indonesia menurut investor-investor dari luar sana ya?
Faktanya turun, kan faktanya udah ada omnibus law udah macam-macam faktanya. Tapi kalau laporan Pak Bahlil.
Bukan karena faktor pandemi? Bisa nggak kita menyalahkan pandemi?
Semua kena waktu tahun 2020 semua kena tapi 2021 sudah rebound. Amerika serikat reboundnya luar biasa dari sekitar 100 itu memang Amerika itu luar biasa ya. Jadi sudah kaya dia, tapi investor asing terbesar di dunia ini ya ke Amerika, tadinya cuman US$ 200an miliar, tahun lalu US$ 315 miliar langsung naik semua.
Jadi yang turun juga ada selain kita tapi kebanyakan naik, jadi 2021 itu sudah rebound. Jadi ada hal Indonesia selama ini bisa tumbuh 8-7% bukan karena investor asing, investor dalam negeri. Investasi di Indonesia itu levelnya arasnya itu tergolong sangat tinggi.
Jadi investasinya tidak masalah, jadi misalnya di Indonesia itu investasi per PDB-nya tertinggi di ASEAN. Keren. Vietnam kalah, Thailand kalah, Malaysia kalah. Lebih tinggi dari rata-rata lower middle income, lebih tinggi dari India. Yang kita kalah hanya dengan China. China memang luar biasa 40% dia.
Nah harusnya dengan investasi sebesar yang sudah tidak perlu datang lagi diterima lagi dengan kaos oblong ya itu pertumbuhan bisa 6-7%. Masalahnya investasi besar hasilnya sedikit. Icore-nya tinggi sekali, jadi kalau ini misalnya kalau mau membangun tambahan jalan 1 km di era pemerintahan sebelumnya itu berkisar antara 4 sampai 6 unit modal baru. 1 km 4-6 tambahan unit modal, era Jokowi 6,5. Jadi untuk membangun sesuatu secara rata-rata diperlukan 50% dana lebih besar.
Karena menurut Abang?
Korupsi, perencanaan tidak beres sehingga cost overrun, penunjukan langsung, tidak selaras antara perencanaan proyek dengan perencanaan keuangan, dibangun dulu uangnya tidak tahu dari mana, jadi high cost economy, mark up dan praktek-praktek yang seperti itu. Yang namanya kebocoran kan dulu kalau Pak Mitro itu bilang 30% ya, ini kira-kira 50% kalau ini naiknya 50% itu kan lebih tinggi.
Persis saya waktu saya rasa ini nggak apa-apa diceritakan saya di undang Pak Luhut ke rumah. Saya bilang gini 'Udah banyak sekali Pak ya yang Bapak ini lakukan, pemerintah ini lakukan, tapi faktanya Pak pertumbuhannya menurun terus', dia tanya 'Kenapa, indikatornya apa?' 'Itu icore tinggi', 'Kenapa?' Ya itu saya ceritakan yang tadi itu, diam aja dia.
Jadi pemerintah sebenarnya sudah disampaikan pesan ini ya, mudah-mudahan bisa didengar lagi dan kemudian bisa dievaluasi.
Jadi yang harusnya omnibus law itu mempengaruhi, cara bagaimana cara mengurangi incremental capital output ratio yang tinggi itu, tertinggi di ASEAN bayangkan.
Nah satu lagi, investasinya, investasi kan ada macam-macam investasi dalam bentuk bangunan, kendaraan, mesin dan peralatan, intelectual property, dan yang terkait dengan bibit unggul biological apalah gitu yang berkaitan dengan otak juga.
Nah di Indonesia ini 70% investasinya dalam bentuk bangunan apapun jadi construction. Dalam bentuk mesin dan peralatan 15% saja sisanya kecil sudah. Nah saya bandingkan dengan negara lain yang infrastruktur yang tidak ada gunanya contoh Kertajati, kemudian beberapa bendungan lahannya sudah berubah fungsi banyaklah, kereta bandara kita lihat, LRT Palembang, nih sebentar lagi LRT Jakarta.
Inikan jadi beban semua, jadi ongkosnya mahal hasilnya sedikit, paling kelihatan kok kasat mata. Nah kalau ini kita bisa bereskan Pak Jokowi enggak perlu mengumbar insentif yang penting dibereskan ini semua maka bikinlah omnibuslaw untuk fokus kita memerangi icore yang tinggi ini. Pertumbuhan bisa jauh lebih tinggi dari sekarang.
Mudah-mudahan ini didengar pemerintah. Bang Faisal terima kasih atas waktunya, waktu kita sangat terbatas, barang kali ini terakhir untuk antisipasi kita menghadapi sisa waktu kita di 2022 ini apa yang kita harus lakukan?
Istilah orang sehari-harinya cash di tangan harus cukup artinya apa pemerintah jangan hambur-hamburkan untuk subsidi, lebih baik untuk berjaga-jaga itu. Kemudian tahan nafsu yang kita tidak mati kalau kita tidak melakukannya. Ibu kota baru bisa ditunda, BUMN jangan dimanja, ngasih ke BUMN Rp 72 triliun setuju langsung masyaallah ini apa ya sedemikian mudah untuk menomboki BUMN BUMN yang bobrok gitu kan tidak kelihatan gitu prioritasnya di mana.
Oleh karena itu kembali berjaga-jagalah karena masyarakat kita nafasnya sudah tersengal-sengal jangan sampai mereka tenggelam gitu ya. Harus paling nggak di sinilah turunkan bebannya airnya sampai ke dada aja caranya apa itu ya itu dari tabungan karena Indonesia adalah salah satu negara yang tidak punya mekanisme menabung, kalau negara-negara lain paling tinggi tuh tabungannya Norwegia, hasil minyaknya 90% disimpan, Saudi Arabia juga begitu, Malaysia juga begitu, Singapura juga begitu ada tabungannya mereka jadi tidak terlalu kelabakan seperti Indonesia.
Indonesia tabungannya nol jadi kalau ketiban rezeki nomplok pemerintah bilang 'Kita habiskan nih yuk jangan ada sisakan ya habiskan, kalau krisis kita ngutang aja', jadi ini juga barangkali ya di negara maju saja seperti Amerika sudah ada tapi bukan di negara federal bukan ditingkat federal tapi di negara bagian ada mekanisme itu untuk misalnya kan yang harus kita antisipasi ini kita mengalami learning lost yang mahal sekali akibat pandemi karena fasilitas internet dan sebagainya terbatas di kalangan masyarakat, tidak semua keluarga punya tablet ya bahkan anak-anak pakai handphone orang tuanya gantian begitu begitu.
Nah inikan yang harus diselamatkan generasi emas ini, generasi yang akan menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka. Kalau learning lostnya terlalu besar waduh visa score kita nanti turun lagi dan itulah yang membuat Indonesia menjadi terancam middle income trap itu (perangkap pendapatan menengah).
Kita nggak bisa jadi negara maju seperti yang kita cita-citakan. Dan ini sudah kita tunda. Bappenas kan tadinya memperkirakan, menargetkan 2036 sekarang sudah diundur jadi 2043. Jadi udah hampir di depan mata kita akan mengalami middle income trap itu. Jadi bijaklah berfikir jangka panjang, ada motif politik silahkan tapi motif politik yang ongkos ekonominya mahal itu juga merugikan politisi, ongkosnya harus ada batasnya, kalau ongkosnya terlalu besar politisi itu juga tidak akan dikenang mewariskan legacy yang bagus.