Deteksi Sinyal Buruk Ekonomi RI dari Pengusaha

Wawancara Eksklusif Ketum APINDO, Shinta Kamdani

Deteksi Sinyal Buruk Ekonomi RI dari Pengusaha

Samuel Gading - detikFinance
Kamis, 04 Apr 2024 17:21 WIB
Ketum Apindo, Shinta Kamdani
Foto: 20detik

Menurut ibu, UU Cipta Kerja dan turunannya saat ini apakah sudah cukup membantu dunia usaha untuk menciptakan lapangan kerja dan mendatangkan investasi?

Saya rasa kalau ditanya apakah membantu jelas ya, karena ini kan mungkin yang terbesar sejak reformasi yang pernah dilakukan Indonesia. Tapi kita juga mesti melihat mungkin expectation-nya terlalu tinggi bahwa ini bisa langsung terjadi. Ini kan perlu waktu, dan kita melihat banyak masih trial and error juga jadi ada yang kemudian di reform kenyataannya implementasinya masih kurang di lapangan.

Tapi masih sesuai sama kalkulasi pengusaha?

Jadi gini, kalau kita lihat reformasi struktural yang dilakukan ini besar sekali. Jadi mungkin ada yang sesuai, ada yang mungkin belum sesuai, makanya ini harus terus diperbaiki. Itu kuncinya. Jadi tidak bisa ada obat yang langsung sembuh semuanya beres. Tapi konsep bahwa ini perlu waktu kita tahu, tapi masukan-masukan ini kan harus jadi perbaikan, itu yang kami harapkan dari pemimpin yang akan datang akan terus mendengar, karena pada akhirnya kita yang tahu di lapangan kan.

Jadi saat ini kami di APINDO juga mempunyai roadmap sektoral dan lintas sektoral buat pemimpin yang akan datang. Itu kenapa? Karena kita menyebutkan secara spesifik, detail policy-policy mana yang perlu perbaikan, seperti apa. Jadi memberi rekomendasi juga, solusi. Jadi tidak hanya menyampaikan ini semua masalah. Ini yang saya rasa perlu didengarkan pemerintah yang akan datang supaya bisa menjadi bahan untuk memformulasikan program ekonomi mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi di APINDO ini kita adalah lima hal utama yang sebagai masukan untuk pemerintah yang akan datang. Ini berdasarkan survei, kita lakukan survei lebih dari 2.000 perusahaan dan di situ mereka mengatakan lima hal rekomendasi utama.

Pertama kepastian hukum, itu termasuk koordinasi antara K/L (Kementerian/Lembaga). Kedua, peningkatan produktivitas, peningkatan ini juga berkaitan dengan adopsi teknologi dan peningkatan sumber daya manusia. Kemudian ketiga, adalah dari aspek optimize kebijakan perdagangan, industri, untuk nilai tambah dari supply chain. Keempat, ESG, karena sekarang itu pelaku usaha merasa kita harus adapt ESG, jadi pertumbuhan green economy yang saya katakan ke depan itu sudah menjadi satu kunci, jadi ESG harus diperhatikan, pemerintah yang akan datang harus memperhatikan hal ini. Dan terakhir adalah infrastruktur yang berkaitan dengan transisi energi yang berkaitan dengan sarana dan prasarana digitalisasi.

ADVERTISEMENT

Lima rekomendasi dari hasil survei pengusaha itu dianggap paling penting untuk supaya pemerintah yang akan datang bisa masuk ke dalam ekonomi lima tahun ke depan. Saya rasa ini beberapa pesan dari pelaku usaha.

Dengan kondisi saat ini, seberapa besar kita menjadi negara maju dan keluar dari negara jebakan kelas menengah?

Tantangannya sangat berat. Saya pikir semua juga bilang Indonesia Emas kita harus punya cita-cita, saya sangat setuju, tapi kalau melihat kondisi kita sekarang, bukannya impossible, but it's going to be hard work for all of us. Ini bukan pekerjaan yang mudah, makanya saya selalu mengatakan kita harus berpikir sebagai Indonesia incorporated.

Dunia ini kita mesti melihat Indonesia dengan semua pemangku kepentingan yang ada kita mesti bersama-sama. Ini unsurnya. Kalau kita mengatakannya bagaimana bisa inklusif dan berkolaborasi dengan semua, karena ini adalah kunci mencapai Indonesia Emas 2045, this is not a easy thing. Ini bukan satu hal yang mudah, ini bukan hal yang kita cuma mau bilang mau, tapi how to nya ini dengan tantangan yang ada karena kita juga tidak bisa mengatakan kita ingin mencapai Indonesia Emas 2045 tapi kita tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar sana, dengan kondisi global. Maka ini harus jadi faktor.

Bicara soal kolaboratif pemerintahan yang baru juga nanti bergulir di Oktober, dan ada beberapa kebijakan yang sudah diprotes sama pengusaha gitu bu termasuk kenaikan PPN kemarin menjadi 12%. Ini ada ancamannya juga terhadap daya beli masyarakat, pengusaha melihat kebijakan yang kemungkinan akan dilakukan tahun depan ini seberapa urgent untuk ditahan dulu karena melihat kondisi di lapangan?

Jadi sebenarnya berdasarkan UU Harmonisasi Pajak ini sudah direncanakan, mungkin pada waktu itu nggak dilihat, kan, kondisi yang ada seperti ini. Jadi memang harus jadi evaluasi kembali apakah sudah siap untuk menaikkan di bulan Januari nanti.

Tapi yang selalu menjadi masukan dari pelaku usaha, pemerintah harus mengekstensifikasikan pajak bukan mengintensifikasikan pajak, dengan kata lain menambah base pembayar pajak, itu adalah isu yang paling besar buat Indonesia. Jadi gimana bahwa kita bisa meningkatkan base pembayar pajak yang ada. Nah kalau lihat sekarang ini, kan, ekonomi Indonesia tuh masih banyak di sektor informal, bukan formal. Berarti mereka tidak membayar pajak, jadi sebenarnya kuncinya gimana kita bisa convert yang informal ini menjadi formal sector untuk bisa juga bayar pajak. Jadi mungkin bukan hanya memikirkan menaikkan PPN, tapi bagaimana nih bisa meningkatkan pembayar pajak dan juga mengkonversi dari informal ke formal

Artinya memperbaiki SDM kita yang ada?

Jadi kalau itu bukan cuma SDM, mereka juga harus jadi formal company, berarti mereka harus legalitasnya juga ya untuk mempermudah mereka menjadi perusahaan formal. Kita harus pikirkan tata kelola dan lain-lain, ini yang mungkin selalu jadi challenge karena lebih enak saya menjadi informal aja, nggak usah bayar pajak daripada sulit musti dengan izin supaya jadi formal. Ini harus dipermudah oleh pemerintah supaya kita lebih banyak di formal sektor. Jadi nggak bisa mikirin soal hanya menaikkan pajak tetapi bagaimana meningkatkan basis pajak yang ada.

Yang saat ini dilakukan pemerintah berarti cenderung intensifikasi ya bu?

Jadi ini sekarang yang seru kita katakan perlu lebih banyak ekstensifikasi.

Melihat pemerintahan yang baru nanti dari kacamata pengusaha ada tidak sih komposisi ideal yang dilihat? Atau formula khusus untuk mencapai satu target ekonomi?

Saya rasa pemilihan kabinet itu hak prerogatif presiden, tentu saja beliau punya hak dan mereka pasti memilih orang-orang terbaiknya. Tapi mungkin beberapa catatan yang penting kita selalu menjaga dari segi track record ya, jadi punya rekam jejak yang baik, profesional, punya faktor integritas yang tinggi.

Yang penting sekarang siapapun yang dipilih oleh presiden nanti adalah orang yang mengemban posisi untuk Indonesia, bukan untuk partai tertentu. Jadi memang lebih harus melihat secara keseluruhan kepentingan-kepentingan Indonesia seperti apa. Apa yang harus dilakukan. Itu yang saya rasa catatan kami, siapapun yang dipilih tidak melihat dari satu kepentingan tertentu, tapi untuk kepentingan orang banyak.

Segi profesionalisme itu bukan dia asalnya dari mana, ada konsep namanya teknokrat oke lah kalau teknokrat, untuk posisi tertentu sebaiknya independen, teknokrat.

Posisi apa?

Contohnya Menteri Keuangan, kalau bisa teknokrat. Ini udah lazim ya, saya rasa semua ada harapan-harapan seperti itu

Dari semua posisi menteri cuma Menteri Keuangan yang dilihat krusial diisi teknokrat oleh para pengusaha?

Saya rasa itu yang utama. Tentu saja kalau ditanya mau yang mana aja ya pasti ada ya, kayak Menteri Luar Negeri juga. Saya rasa kita harus melihat beberapa posisi yang menjadi kunci dan kalau sekarang teman-teman pengusaha berbicara saya rasa Menteri Keuangan adalah salah satu yang penting diisi teknokrat

Menteri BUMN bagaimana?

BUMN juga, tapi BUMN kan faktornya beda lagi. Kalau BUMN sebenarnya bukan hanya figurnya, tapi apa yang akan dilakukan karena sinergitas swasta-BUMN itu penting sekali ke depan. Kita perlu pemimpin yang bisa membawa ini, selama tidak ada sinergi itu atau berjalan sendiri-sendiri ini sangat sulit. Kita terus akan berkompetisi antara swasta dan BUMN.


(eds/eds)

Hide Ads