Banyak oknum menilai industri pertahanan tak usah canggih-canggih amat, bahkan katanya di balik pembelian itu banyak gula-gulanya. Ini pernah dibicarakan sama pak Menhan?
Spirit pak Prabowo itu utamakan kemandirian. Bagaimana kita bikin alutsista sendiri, bagaimana kita swasembada alutsista, bagaimana kita harus menemukan dan mengembangkan sendiri. Karena kalau dilihat perang ke depan ini perang berbasis elektronika. Misalnya, perang Rusia dan Ukraina itu lebih banyak perang elektronikanya dibandingkan fisiknya. Kemudian bagaimana kemarin Iron Dome dilumpuhkan, itu kan dengan cara elektronika juga sebenarnya.
Kalau kita tidak mandiri dan selalu pakai teknologi negara lain, bisa jadi teknologi itu gampang dirusak juga. Kedua dengan kondisi geopolitik yang memanas dan eskalatif ini itu kan sudah banyak negara yang tidak lagi ekspor alutsistanya lagi, kemudian kalau dapat di pasar juga harganya kan mahal sekali. Maka kata kuncinya adalah kemandirian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teknologi berkembang, sekarang kan sudah masuk ke era AI hingga potensi serangan jarak jauh, apakah DEFEND ID sudah persiapkan hal ini, strateginya bagaimana?
Jadi gini kalau kita berkaca dengan teknologi maju atau beyond teknologi maju, parameternya itu adalah rudal missile hypersonic, itu adalah rudal kecepatan tinggi, kalau supersonic itu kan 3-4 kali kecepatan suara, which is masih bisa di-detect sistem radar, mungkin masih bisa di-intercept. Kalau hypersonic itu kan dia kecepatannya 10-20 kali kecepatan suara. Mungkin masih bisa di-detect tapi tak mungkin ada waktu untuk intercept.
Kemudian AI, kalau dilihat perang Ukraina dan Rusia dia pakai drone kamikaze, which is sudah AI-Based. Dia itu menemukan sasaran sendiri, dianalisa sasaran itu, kemudian baru menabrakkan diri. Itu sudah di luar kendali operator semuanya.
Ketiga bicara soal space, ini kan sesuatu yang bukan wilayah nasional sebuah negara. Jadi kalau dilihat di atas stratosfer, bukan ruang udara, itu ruang angkasa. Di atas 100 kilometer itu kan sudah ruangan internasional dan tak bertuan, itu adalah ruang penguasaan yang baru, ketika satelit dipasangin sesuatu yang menimbulkan kerusakan juga maka harus dihadapi dengan satelit juga. Ini sesuatu yang harus kita capai, uangnya tidak sedikit.
Komitmen pemerintah seperti apa?
Kalau bicara teknologi itu ada 3 aspek, satu research, development and innovation, kedua talent development-nya membangun manusianya, ketiga baru fabrication-nya, manufakturnya, bicara membuatnya secara masif. Tentunya ini tak lepas dari peran dan keterlibatan pemerintah.
Kalau research and innovations, technology development, pemerintah sudah ada BRIN, dan arms-arms yang lain, ini juga harus diperhatikan sehingga kami industrinya akan lebih kuat lagi. Jadi tidak selalu kami manutnya sama prinsipal di luar, juga harus ada sesuatu yang dikembangkan di dalam negeri. Kalau nyemplung ke dunia baru yang penting tahu roots-nya ya gampang sekali.
Ceritanya bagaimana bapak bisa masuk ke industri pertahanan seperti apa, ngobrolnya sama Pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan di 2020 kemarin itu bagaimana?
Pak Prabowo itu orangnya detil, jadi bukan cuma konsepnya dan strateginya juga detail-nya, beliau ini seringkali ajak kami diskusi. Jadi ada satu atau dua proyek kita dipanggil mendadak dan sudah kita bicara detil. Jadi penyatuannya itu tidak hanya di strategic level, tidak hanya vision level, dan tidak hanya di concept level, itu detail down to technical.
Misalnya, beliau ini memberikan pandangan berharga sekali buat kami, ketika kita milih teknologi di luar dia meminta kita lihat aspek geopolitiknya, jangan sampai kita ketergantungan sama negara yang dia lebih pragmatis ke kita. Dilihat geopolitiknya bagaimana, ideologisnya bagaimana. Beliau juga berikan insight dengan hal baru, misalnya dengan wilayah laut cukup luas dan jarak antar pulau tidak jauh dan dekat-dekat, maka yang kita butuhkan bukan kapal frigate ke atas tapi yang dibutuhkan kapal serbu ringan.
Nampaknya beliau paham sekali semuanya ya?
Sangat paham sekali, jadi memang enak sekali ngobrol sama beliau ini. Pasti ada konklusinya, pasti ada keputusannya.
Apa yang mau kita jangkau terlebih dahulu pada konsep pertahanan, apakah karena kita punya wilayah laut luas akan fokus ke sana dulu?
Jadi membangun pertahanan kita ini adalah pengamanan teritorial dulu, jadi ada tiga ya, ruang udara, garis pantai dan garis batas darat. Ruang udara di Indonesia ini cukup terbuka, garis pantai kita juga cukup luas, bahkan kita adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Which is kalau kita lihat rasio ketersediaan alat pertahanannya masih jomplang sekali. Maka menurut saya itu harus di-catch up dulu, menjaga udara dan menjaga maritim atau lautannya dulu.
Tidak bisa menunggu industri dalam negerinya memenuhi itu. Makanya kebijakan pak Prabowo sebagai Menteri Pertahanan ini tidak menunggu bahwa PT DI siap produksi pesawat tempur dulu. Mau nggak mau kita impor dari luar. Sementara dengan kontrak impor ini industri dalam negeri kita akan maksimalkan local content dan offset-nya, sambil kita catch up transfer of technology-nya lagi. Itu ada Undang-undangnya, UU 16 2012 kalau tidak salah, jadi setiap kontrak pengadaan luar negeri maka local content dan offset-nya itu harus sekian persen diberikan kepada industri dalam negeri.
Ada ngomong masa depan sama Pak Prabowo, misalnya Anda ditawarkan jadi Menteri?
Nggak lah. Kita masih happy di sini.
Anda butuh waktu berapa lama di sini untuk bisa 'tinggal landas'?
Kalau sekarang itu kita ini sudah taxi, untuk beberapa produk sedang taxi. Seperti PT LEN itu sudah banyak kita bisa bikin sesuatu, which is tahun ini sudah kita pasang itu di KRI-KRI. Salah satunya combat system, kemudian ada namanya FCS, Fire Control System, jadi misalnya ada meriam ada canon di situ kemudian ada obyek, radar detect obyeknya, kemudian ada sensor infonya, elektrooptik sama infrared-nya itu dia ikutin. Sistem ini dia prediktif, ini arahnya ke mana, trajectory ke mana, kecepatan berapa, kemudian dia nembak. Itu udah AI-Based juga.
PT PAL beberapa waktu lalu juga sudah buat kapal untuk Filipina?
Itu jenis landing dock, bukan untuk kapal perang, tetap di industri pertahanan, cuma klasifikasinya untuk logistik untuk support. Kemudian kita bangun frigate di PT PAL, itu yang pertama kita bangun sendiri setelah 70 sekian tahun.
Ini frigate terbesar juga jadi 143 meter panjang haluannya juga. Dia frigate cukup kompleks juga, dia anti serangan udara, anti serangan permukaan, dan anti kapal selam. Kelasnya itu kalau di luar itu di Jepang itu Mogami, di Inggris itu Hero Head, di Italia itu saya lupa. Standarnya sudah seperti itu, meskipun memang komponennya belum semua dalam negeri, misalnya sistem FCS dari kita tapi missile-nya masih kita beli dari luar. Cuma kita one day harus bisa kita bikin itu.
Apakah sudah ada rencana untuk bikin misil itu?
Sangat. Cuma itu kan termasuk layer 1 itu, kita lihat prioritas tadi dulu. Jadi misalnya bahan bakunya apa sih roket ini, bahan bakarnya kan propelan, maka kita harus bisa produksi propelan dulu. Ini tugas Dahana produksi ini. Strukturnya, siapa yang ahli? Itu adalah Pindad, hulu ledaknya Dahana dan Pindad. Control system-nya itu LEN. Mesin prokursinya ada di PT DI. Jadi bisa bikin missile bersama-sama. Ini ada di roadmap kita, untuk bikin simple rocket sudah bisa.
Kita itu ditugasi sama pemerintah untuk bangun 10 teknologi kunci industri pertahanan, salah satunya adalah roket. Kita sudah bisa luncurkan tahun lalu, kolaborasi Dahana dan Pindad. Tapi ini unguided, jadi dia tak punya guided-nya. Kami godok saat ini rudal nasional, RN. Ini libatkan 5 perusahaan untuk bangun teknologi itu.
(hal/eds)