Jalan bebas hambatan atau tol menjadi salah satu infrastruktur vital dalam menghubungkan wilayah serta mempercepat mobilitas barang dan orang. Hal tersebut membuatnya punya peran besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mengejar target 8%.
Bila berkaca pada era pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo saja, setidaknya ada sebanyak 33 proyek jalan tol yang masuk ke dalam jajaran Proyek Strategis Nasional (PSN). Salah satu di antaranya ialah Jalan Tol Cimanggis-Cibitung sepanjang 26,18 km yang diresmikan Wakil Presiden RI ke-13 Ma'ruf Amin pada 9 Juli 2024.
Tol Cimanggis Cibitung merupakan bagian dari jaringan Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) 2. Proyek ini dibangun dengan investasi Rp 10,6 triliun oleh oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada detikcom, Direktur Teknik dan Operasi 2 PT CCT, Y. Widi Suharyanto berbagi cerita mengenai bagaimana pihaknya membangun, mengoperasikan Tol Cimanggis-Cibitung, hingga outlook bisnis jalan tol di Indonesia ke depannya.
Simak petikan wawancara khusus selengkapnya.
CCT sendiri sudah ada jauh sebelum kehadiran Jalan Tol Cimanggis-Cibitung, sejak kapan perusahaan berdiri hingga akhirnya membangun jalan tersebut?
Kalau CCT itu berdiri tahun 2008. Terus konstruksi itu dimulai kita membagi tol kita menjadi tiga ruas. Ruas 1, seksi 1 kita sering nyebutnya, kemudian seksi 2A, dan seksi 2B.
Seksi 1 itu dimulai konstruksinya tahun 2015, lalu seksi 2A dimulai konstruksi tahun 2016. Kemudian selesainya seksi 1 hanya sekitar 3 kilometer (km) saja sedikit, itu selesai tahun 2020. Kemudian seksi 2A itu 3 km selesai di 2023, kalau seksi 2B yang 19 km selesai dibangun tahun 2024.
Jadi Tol Cimanggis-Cibitung beroperasi sejak diresmikan oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin waktu itu, pada 9 Juli 2024. Sejak 2 Agustus kita sudah beroperasi penuh dari seksi 1 sampai 2B, dari Cimanggis sampai Cibitung sepanjang kurang lebih 26 km.
Keberadaan jalan tol ini menjadi salah satu backbone di JORR 2, apa saja manfaatnya setelah jalan tol ini tersambung?
Cimanggis-Cibitung itu adalah ruas terakhir dari JORR 2. Jadi ada JORR 2 yang membentang dari Cengkareng sampai ke Cilincing itu kurang lebih 100 km, dan 26 km ini adalah ruas Cimanggis-Cibitung yang terakhir yang beroperasi.
Artinya, secara lalu lintas ini menyambungkan antara Cengkareng sampai ke Cimanggis. Kemudian menghubungkan Cibitung ke Cilincing, sehingga itu menjadi rangkaian JORR yang jadi. Artinya, secara lalu lintas harian mestinya kami tidak terlalu khawatir, itu bagian dari JORR 2 yang notabene juga sudah lama jadi. sehingga kita cukup optimistis.
Lalu sejak pembangunan awal itu, kita melihat mulai tumbuh juga perumahan-perumahan di seputaran jalan tol. Di sekitar Cibubur, terus sampai ke Setu, sampai ke Cibitung, itu banyak perumahan-perumahan yang mulai bermunculan yang menurut saya itu imbas dari dibangunnya Tol Cimanggis-Cibitung.
Terkait bagaimana Jalan Tol ini bisa memenuhi ekspektasi daripada proyeksi investasinya, berapa Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) hingga saat ini?
Untuk saat ini rata-rata LHR sekitar 39.000 kendaraan, mungkin kalau peak (puncak)-nya kita pernah mencapai 55.000 kendaraan, tapi sampai saat ini itu rekor baru sekali. Tapi rata-rata itu sekitar 39.000 kendaraan per hari.
Posisi Cimanggis-Cibitung sendiri cukup strategis itu di JORR 2, potensi menggenjot LHR tadi sangat besar ya?
Saya melihatnya begitu. Kalau kita lihat dari Seksi 1 dan 2A itu adalah dari Cimanggis sampai Nagrak itu jauh lebih padat bila dibandingkan dengan 2B. 2B itu dari Nagrak sampai ke Cibitung. Itu jelas menunjukkan bahwa commuter orang-orang di sekitar sini memakai fasilitas jalan tol ini untuk bepergian.
Artinya kenapa padat? Itu di sekitaran Cibubur saja. Jadi orang menghindari macet di jalan utama Cibubur mereka masuk ke sini. Itu salah satu menjadi alternatif bagi orang-orang yang mau bepergian dari perumahan-perumahan di sekitaran Cibubur, sehingga volume lalu lintas justru jauh lebih besar itu di seksi 1 dan 2A.
Tapi sekarang ini masih tertutup tarifnya?
Ya, tarif saat ini masih tertutup dan ya seperti BUJT yang lain kalau beroperasi awal memang lebih senang tertutup ya. Artinya bahwa lebih bisa menggambarkan volume yang sebenarnya.
Bulan Agustus nanti tepat satu tahun Tol Cimanggis-Cibitung beroperasi penuh, apa saja catatan atau review dari tol tersebut selama beroperasi? Apa lagi yang bisa ditingkatkan dan seperti apa upaya dari CCT meningkatkan kenyamanan pengguna jalan?
Kalau kita pelajari itu perilaku lalu lintas di CCT itu selalu ada peak atau padat, kepadatan terjadi pada saat satu hari menjelang hari libur. Jadi misalnya weekend biasa, berarti Jumat, pasti full.
Selalu full, apalagi kalau ada long weekend. Long weekend misalnya Jumat ini tanggal merah, Kamisnya itu luar biasa. Itu pasti terjadi antrean yang cukup merepotkan karena kami harus memberi pelayanan yang baik.
Tidak boleh melebihi antrean itu lebih dari satu kilometer. Sehingga, harus selalu kita treatment dengan tambahan-tambahan petugas untuk melakukan transaksi-transaksi manual, Pakai card reader yang diedarkan supaya mereka juga bisa langsung jalan-langsung jalan.
Jadi karena karakternya itu full pada saat menjelang hari libur, maka pada saat itu kita harus stand by-kan orang-orang, petugas-petugas yang bisa mempercepat proses transaksi. Bagi kami juga secara SOP tidak boleh ada antrean yang terlalu panjang. Itu yang harus kita treatment secara terus-menerus.
Jalan Tol Cimanggis-Cibitung dibangun 2015 dan akhirnya beroperasi penuh 2024. Butuh waktu 9 tahun membangun tol 26 km, apa saja kendalanya?
Sempat 3 tahun berhenti karena COVID-19. Seperti di negara-negara yang demokratis, rata-rata kesulitannya adalah di pembebasan lahan. Jadi pembebasan lahan itu paling menghabiskan banyak energi.
Pertama itu harus ketemu dengan masyarakat pemilik lahan. Kemudian kadang-kadang juga ada masalah-masalah sosial ikut yang harus kita benahi dan kita tangani, tetapi juga ada problem, satu lagi adalah problem anggaran pemerintah yang terbatas untuk lahan.
Karena anggarannya terbatas tentu saja kami harus menyesuaikan dengan anggaran yang ada, sehingga kecepatannya juga tergantung ide. Jadi nomor satu tantangannya adalah pembebasan lahan itu di negara-negara yang berkembang.
Kalau di negara-negara yang lebih otoritarian, menurut saya lebih mudah. Termasuk aturan-aturan soal kepemilikan lahan, saya tahu di China mungkin berbeda dengan di sini. Di China mungkin lahan itu fully milik pemerintah, kemudian masyarakat itu hanya bisa punya hak guna bangunan.
Kalau di Indonesia berbeda, orang bisa punya hak milik tanah sehingga hukum yang dipakai, cara yang dipakai juga berbeda. Dan tantangan investasi di infrastruktur atau khususnya jalan tol, nomor satu adalah pembebasan lahan.
Kalau secara konstruksi apakah ada tantangan tersendiri?
Secara konstruksi memang relatif tidak sebesar soal pembebasan lahan. Kami ada kesulitan, bukan kesulitan ya, mungkin sedikit lebih rumit karena menyangkut dengan target waktu yang sedemikian mepet. Jadi sempat berhenti tiga tahun pada masa COVID-19 sampai 2022. 2022 jalan lagi dengan dipercepat dengan target memang 2024 ini harus fully operated.
Itu memang tantangannya kemudian bagaimana melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kualitas yang kita harapkan, namun dengan waktu yang sempit. Nah sehingga harus nambah waktu, nambah alat, nambah tenaga, dan sebagainya. Dan syukur bahwa kita sesuai target bisa diresmikan tanggal 9 Juli tahun lalu.
Pembangunan sempat berhenti 3 tahun, berarti ada 3 tahun masa konsesi yang terbuang. Bagaimana bentuk kompensasi dari pemerintah?
Satu, itu memang risiko. Kemudian sebenarnya juga kami saat ini sedang mengajukan addendum investasi karena ruang lingkupnya memang bertambah, ada overrun di konstruksi dan sebagainya yang harus kita konversi ke dalam investasi kita. Saat ini sedang proses di Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT).
Biasanya kalau disetujui kemudian alternatif, salah satu alternatif adalah dikompensasi ke konsesi, tahun konsesi, penambahan konsesi. Kita harapkan bahwa ter-cover di situ lah.
Berapa kemarin jumlah cost overrun (pembengkakan biaya) dari proyek tersebut?
Saya tidak terlalu hafal, tapi cukup membuat kami harus membuat addendum untuk diajukan ke PPJT. Untuk rencana investasinya.
Bicara soal investasi, berapa nilai internal rate of return (IRR) dari jalan tol ini?
Pada saat PPJT ditekan, itu memang angkanya 17 something. Itu cukup tinggi. Memang saya berharap pada pelaksanaannya pun tidak jauh dari itu, dalam arti bahwa mungkin itu disusun dengan optimis. Saya berharap juga, dan melihat perkembangan akhir-akhir ini bagaimana kenaikan LHR dan sebagainya, kami cukup optimis untuk bisa benar-benar tercapai.
Bagaimana prospek ke depan bila hal tersebut bisa tercapai, apa saja potensi-potensi yang terlihat untuk tol ini?
Kalau yang jelas komunitas ya, artinya perumahan-perumahan di sekitar jalan tol yang semakin lama semakin banyak. Itu pertama, terus yang kedua selalu dari tahun ke tahun pertambahan jumlah mobil itu kadang-kadang di luar perkiraan, tiba-tiba mereka angkanya naik gitu ya, itu yang kita harapkan.
Selanjutnya, semakin banyak moda-moda transportasi yang disediakan oleh pemerintah yang bersifat massal, kalau saat ini CCT belum kena impact, karena kan busway dan sebagainya semuanya lebih di dalam kota. Luar kota juga lebih kereta antar kota, itu artinya eksistensi CCT sendiri di daerah sini masih sangat diharapkan oleh masyarakat, sehingga kami masih cukup optimis bahwa angka-angka itu masih bisa kita capai.
Tapi melihat bagaimana setelah Tol Trans Jawa tersambung penuh dan para pemudik utamanya menggunakan jalan tol, termasuk CCT, itu menjadi salah satu sumbu optimisme proyeksi itu bisa tercapai?
Betul, tentu saja karena juga kita melihat Semarang-Batang dan sebagainya, dan tol-tol lain pertumbuhannya cukup bagus. Begitu tersambung itu memang kita lihat roda ekonomi juga berputar dengan lebih baik, sehingga kami juga optimis.
Karena bagian dari itu kita juga melihat ke depannya masih banyak prospek yang harus kita benahi. Secara internal juga CCT masih punya PR-PR, itu salah satunya rest area.
Rest area itu kami satu-satunya ruas jalan bagian dari JORR 2 ini yang punya rest area, yang lain nggak punya. Belum dibangun soalnya. Saat ini, tapi lahan sudah ada, sudah kita sediakan di kanan dan kiri, jadi jalur A dan jalur B, jadi saat ini sedang proses pelelangan untuk investor.
Memang kami harus membangun juga fasilitas minimal yang ada di dalam rest area itu, akan kita eksekusi kalau investornya sudah terpilih, sehingga nanti dalam proses perencanaannya bisa terintegrasi dengan rencana mereka. Sehingga, tidak investornya pengin A, kita membangunnya B, kan nggak enak nanti.
Dampaknya akan seperti apa setelah rest area ini terbangun? Apakah ada dampak terhadap LHR?
Jadi studi-studi yang kita lakukan memang tidak terlalu signifikan dampak dari rest area atau pendapatan dari rest area ini mungkin tidak terlalu besar. Tapi saya masih berpikir untuk membuat sesuatu yang lebih, yang bisa memberi dampak kepada jumlah orang yang datang.
Artinya, karena ini kanan-kiri, apakah ini bisa disambungkan dengan sesuatu sehingga orang itu bisa dari Bekasi sama dari Bogor bisa ketemu di situ tanpa harus, sehingga menjadi meeting point yang bisa menjadi tujuan orang ketemu.
Hal-hal itu masih belum kita eksplorasi, tapi dalam pikiran saya harus kita eksplorasi untuk memberikan nilai lebih kepada jalan tol kita.
Bicara soal investasi juga, sekarang bagaimana prospek bisnis jalan tol di tengah beberapa indikator ekonomi mengalami penurunan. Apakah ini berdampak pada bisnis jalan tol sendiri?
Kalau melihat data yang ada, orang bilang kan memang daya beli turun saat ini. Tapi kami melihatnya belum berdampak secara langsung kepada jumlah orang yang menggunakan jalan tol atau pengguna jalan tol.
Jadi kalau pun ada penurunan daya beli, itu terhadap masyarakat yang mana, menjadi pertanyaan kan. Karena kan orang harus punya mobil dulu untuk bisa pakai jalan tol, artinya menengah ke atas dan menurut saya belum terdampak secara signifikan saat ini.
Kalau secara LHR, volume lalu lintas tidak ada penurunan?
Masih normal, iya, tidak ada penurunan. Malah naik dari hari-hari.
Berarti harusnya investor berlomba-lomba untuk mau terjun ke bisnis jalan tol ya?
Iya, cuma ruas yang mana. Problemnya kan itu, tidak semua ruas itu akan rame dan menguntungkan. Jadi investor pasti akan selektif memilih, kecuali teman-teman BUMN. Kalau BUMN kan bisa saja dia diberi penugasan oleh pemerintah untuk membangun tol.
Secara bisnis memang belum menguntungkan, tetapi pemerintah melihatnya secara jangka panjang dan makro ekonominya akan lebih membawa dampak ke masyarakat ya akhirnya dilaksanakan.
Di sisi lain, ada beberapa momen di mana pemerintah mengimbau BUJT untuk memberikan diskon pada tarif tol. Sebetulnya seberapa besar dampaknya terhadap cashflow ataupun lalu lintas kendaraan?
Diskon tarif itu satu, itu himbauan ya. Jadi kita boleh melaksanakan, boleh nggak. Himbauannya datang dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai fasilitator atau wakil pemerintah. Kami CCT salah satunya dihimbau untuk memberikan diskon tarif, di masa-masa bulan-bulan ini kan banyak. Long weekend, dan kita melaksanakan itu.
Menurut saya, sejauh saya tahu tidak semua BUJT melaksanakan diskon tarif, tapi kami termasuk yang melakukan. Memang kalau dilihat secara data itu kenaikan LHR imbas dari diskon itu mungkin maksimal 5%. Mungkin di bawah 5%, tidak terlalu signifikan.
Ada kenaikan, tetapi tidak lebih dari 3% atau 4% atau 5%, sementara diskon yang kita berikan 20%. Secara hitung-hitungan kasarnya kita sudah melakukan dua kali periode diskon long weekend, itu CCT kehilangan potensi pendapatan kurang lebih Rp 230 juta kurang lebih.
Jadi judulnya pemerintah itu kan untuk memberikan stimulus kepada masyarakat dalam posisi saat ini daya beli berkurang dan sebagainya. Kami hayati hal itu sebagai semacam CSR kepada masyarakat gitu.
Melihat peningkatan LHR dalam satu tahun pengoperasian, terlihat bisnis jalan tol masih cukup menjanjikan, padahal di sisi lain bisnis ini terlihat sudah cukup jenuh. Apakah hal tersebut betul? Atau sebenarnya masih cukup besar peluang bisnis jalan tol di Indonesia saat ini, terutama di Pulau Jawa?
Di Jawa, di seputaran Jakarta menurut saya tetap memerlukan jalan tol. Cikampek mesti ada Cikampek 2 sekarang ada, barangkali suatu saat ada Cikampek 3, kita nggak tahu juga kan. Karena masih, masih bisa sejajar (dibangunnya), memang lahan dan sebagainya itu soal lain.
Tapi menurut saya di seputaran Jakarta masih memerlukan, meskipun sudah penuh. Tapi kejenuhan itu belum. Nah memang jalan tol itu tergantung di mana gitu ya. Dalam arti bahwa bicara kejenuhan itu tergantung di mananya gitu. Seputaran Jakarta pasti memerlukan.
Memang kita pernah mendengar statement dari pemerintah bahwa untuk pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol, pemerintah tidak akan menambah kontrak dulu kecuali yang sudah berkontrak diselesaikan dulu. Memang dengan begitu pasti ada perlambatan pembangunan.
Namun demikian kalau melihat situasi saat ini yang berkontrak pun sudah banyak, perlu pembatasan juga kalau menurut saya. Jadi jalan tol masih menjadi menurut saya bisnis yang cukup menjanjikan, terutama di Jawa dan di seputaran kota-kota besar seperti di seputaran Surabaya, Jakarta itu masih memerlukan jalan tol.
Seperti misalnya Cirebon ke Cilacap misalnya, Purwokerto ke Cilacap, Semarang ke Jogja, terus mungkin yang lain-lain kan perlu feeder-feeder yang juga mendukung pergerakan masyarakat.
Pak Widi ini orang yang cukup baru di perusahaan tol, di mana di CCT sendiri baru 3 tahun. Apakah ada perbedaan dari perusahaan sebelumnya, kemudian sekarang disuruh mengurus teknik dan operasi jalan tol?
Saya dulu dibesarkan di kontraktor, kontraktor BUMN yang mengurusi infrastruktur, membangun infrastruktur, termasuk saya juga pernah membangun jalan tol, sehingga saya sudah tahu substansi bisnisnya.
Hanya posisinya sekarang berbeda. Waktu itu saya sebagai pelaksana atau kontraktor pelaksana, kalau sekarang saya mewakili pemilik. Jadi saya mengawasi pekerjaan yang dulu saya laksanakan. Jadi ya dibilang beda-beda, tapi tidak jauh beda karena memang core bisnisnya masih sama gitu.
Artinya, apakah ada perbedaan dalam cara atau strategi memimpin sebuah perusahaan sebagai pelaksana waktu itu dengan sebagai pengawas saat ini?
Jauh berbeda. Kalau soalnya itu berbeda. Jadi kalau sebagai pelaksana atau kontraktor pelaksana, itu tentu saja berpikirnya kan soal kualitas, kecepatan, dan terutama lagi soal biaya, harusnya efisien bekerjanya dan sebagainya. Kalau kami concern nomor satu memang kualitas, kedua kecepatan tentu saja, itu di masa pembangunan.
Tetapi kemudian kita berpikirnya harus jauh ke depan. Bagaimana kita meningkatkan LHR, bagaimana memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada pengguna jalan, bagaimana kita berkreasi untuk orang tertarik pakai tol kita, itu yang menjadi tantangan kita, challenge kita ke depan.
Jadi perbedaannya di situ, kita berpikir untuk memberi pelayanan kepada masyarakat yang sebaik-baiknya. Tapi kalau sebagai pelaksana menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, kurang lebih gitu.
Kira-kira nanti kalau misalnya integrasi semua JORR 2 jadi terlaksana, bagaimana dampaknya ke LHR?
Seperti yang lain-lain juga, pada prinsipnya sebenarnya kita mendukung program pemerintah, apakah kemudian akan diintegrasikan semua, sistem terbuka semua, bahkan sistem tanpa gate, itu kita mendukung program pemerintah. Tapi izinkan saat ini kita menikmati sistem tertutup dulu.
Terkait rencana divestasi ruas tol ini, apakah kira-kira ada informasi yang bisa dibagikan terkait hal ini?
Saya tidak banyak bisa mengatakan soal aksi korporasi divestasi ini. Tapi yang jelas memang kalau kita lihat pemilik saham CCT adalah nomor satu SMI, SMI memang bukan bisnis jalan tol core-nya, di keuangan.
Menurut saya mereka juga ada unsur penugasan dari pemerintah setelah selesai penugasannya, mereka akan berkonsentrasi di kegiatan lain. Lalu Waskita saya dengar juga ingin menjual kepemilikannya. Memang akan ada proses divestasi, tapi saat ini belum selesai sehingga saya belum bisa share juga. kalau sudah deal saya share.
(shc/eds)