Konsumsi masyarakat pun hanya tumbuh 4,93% pada kuartal pertama yang berbanding lurus dengan pertumbuhan industri ritel atau minimarket sebesar 3,8%. Lantas, apa benar daya beli masyarakat Indonesia turun?
Chief Economist Bank CIMB Niaga, Adrian Panggabean berpendapat, hal tersebut belum tentu menunjukkan daya beli masyarakat turun. Pasalnya, dalam rentang satu tahun terakhir, tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja meningkat pada saat angka pengangguran turun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tingkat angkatan kerja yang meningkat seharusnya mendorong konsumsi rumah tangga ikut meningkat. Pasalnya, seseorang memiliki uang untuk dibelanjakan.
"Kalau dia punya spending power dari gaji, harusnya tingkat konsumsi tidak turun. Kalau daya beli menurun, yang artinya orang enggak punya duit buat beli barang, labor market menunjukkan bahwa orang punya gaji, orang bisa spending. Masalahnya orang itu mau spending atau enggak?," kata Adrian dalam Diskusi Media di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Senin (17/7/2017).
Lanjut Adrian, jika memang masyarakat tidak membelanjakan uangnya, maka orang tersebut bisa jadi menginvestasikan uangnya dengan menabung di bank. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional yang terlihat meningkat sejak September 2016, dan terus tumbuh ke angka sekitar 11% dari GDP pada Mei 2017 lalu.
"Kalau dia enggak spending, bukan berarti dia tidak punya daya beli. Mungkin duitnya dia simpan di bank. Mustinya itu terefleksi dalam DPK yang meningkat atau orang-orang kaya yang enggak mau nabung, tapi taruh di obligasi," tukasnya. (mkj/mkj)