"Kami meminta agar Bank Indonesia dan pemerintah segera menghentikan rencana kebijakan redenominasi yang tidak ada urgensinya, tidak bermanfaat, dan merugikan daya beli mayoritas rakyat Indonesia," kata Rizal dalam siaran persnya yang dikutip detikFinance, Selasa (29/1/2013).
Redenominasi, sambung Rizal, merupakan kebijakan untuk memperkuat nilai tukar rupiah secara semu. Dan cara ini, sambungnya adalah salah kaprah dan hanya akan menimbulkan gejolak yang tidak perlu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sarankan Bank Indonesia untuk fokus pada tugas utamanya, yaitu menjaga stabilitas moneter dan menurunkan net interest margin yang tertinggi di dunia, dan selama ini gagal dilakukan oleh Bank Indonesia," imbuhnya.
Dikatakan Rizal, pemerintah juga sebaiknya fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur. "Kini infrastruktur hanya menjadi dongeng selama delapan tahun terakhir, dan fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat," tegas Rizal.
Sebelumnya, rencana pemerintah untuk melakukan redenominasi atau penyederhanaan nilai rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 dikritik Kwik Kian Gie. Karena alasan dilakukannya kebijakan ini belum jelas.
"Alasannya yang sebenarnya tidak keluar dari BI (Bank Indonesia). Argumentasinya apa, tidak pernah dijelaskan," ungkap Kwik.
Jika disebutkan ada sisi kebanggaan dengan dilakukannya redenominasi, Kwik menilai hal tersebut tidak tepat. Bahkan kebijakan ini dapat saja menimbulkan kecurigaan publik.
"Dan ini pertimbangan yang sebenarnya apa, dan orang menjadi curiga," ucapnya.
Konsep redenominasi menurut Kwik bisa dilakukan untuk masyarakat yang paham dan membutuhkan. Cukup benar jika disebutkan manfaatnya adalah untuk penghitungan laporan keuangan. Jika melihat waktu pelaksanaan, Kwik juga tidak sepakat penyederhanaan ini dilakukan saat ini. Sebab tidak dalam kondisi yang mendesak.
(dru/dnl)