Aturan yang mulai berlaku efektif awal November 2014 ini menekan penyelundupan ikan hasil tangkap dari laut Indonesia ke negara lain.
"Secara internasional saya dapat kabar di Tiongkok, Vietnam, Thailand, bahkan di AS (Amerika Serikat) itu pasokan ikan kosong karena adanya tindakan ini," ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Pengelolaan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Thomas Darmawan, kepada detikFinance, Rabu (28/01/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jelas harga ikan akan meningkat. Dulu harga tuna turun hampir separuh dari US$ 2.200/ton tahun menjadi US$ 1.100/ton," imbuhnya.
Kemudian tidak hanya itu, beberapa aturan yang dibuat Susi juga akan menarik investasi asing di sektor pengolahan perikanan. Pasalnya dengan adanya aturan moratorium dan transhipment, yang sudah berjalan selama 3 bulan efektif menekan pengiriman ikan secara ilegal ke berbagai negara.
"Sejak bulan November beberapa investor dari Tiongkok mulai melirik Indonesia. Beberapa pabrik juga akan bekerjasama. Orang Thailand juga banyak yang akan Pontianak dengan adanya moratorium ini," paparnya.
Sementara itu unit industri pengolahan ikan (UPI) di dalam negeri juga berkomitmen menambah kapasitas produksi pengolahan ikan. Thomas yang membawahi 40-50 pabrik UPI di dalam negeri akan menambah kapasitas produksi rata-rata 20-30% per pabrik. Hal itu terjadi karena UPI saat ini sangat mudah mendapatkan bahan baku seperti ikan dan udang.
"Ada masalah dulu kapasitas pengolahan udang turun karena bahan baku sulit. Ke depan harus ada juga olahan udang laut karena selama ini datanya nggak jelas. Tiongkok produksi 1,3 juta ton udang dimana 700 ribu ton dari udang laut. Kita produksi 600 ribu ton dari jumlah itu budidaya menyumbang 450 ribu ton nah ini lautnya kemana. Itu terdata di Tiongkok," jelasnya.
(wij/dnl)