"Stasiun ada 4, yaitu Halim (Perdanakusuma), Karawang, Walini dan terakhir di Gedebage," kata Rini di acara Press Gathering di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/10/2015).
Rini mengatakan, stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung melewati Karawang karena nantinya akan memasuki wilayah industri minyak dan gas (migas), lalu ada di Walini agar memberi dampak pembangunan yang sangat besar di sekitar jalur dan stasiun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, proyek yang memakan dana hingga US$ 5,5 miliar atau sekitar Rp 80 triliun dengan kurs Rp 14.600/US$, selain berdampak pada perekonomian daerah yang dilalui kereta cepat, juga ada transfer ilmu dan teknologi.
"Indonesia belum pernah mempunyai high speed railway sebelumnya. Konsorsium dari Indonesia (BUMN) akan lakukan training (pelatihan) dan magang ke konsorsium China untuk pelajari teknologinya," ungkapnya.
"Poin krusial lainnya adalah proyek ini bertujuan untuk transfer teknologi. Kami tidak hanya fokus pada pembangunan fisik bagaimana bisa selesai, sudah begitu saja. Tapi juga harus ada transfer teknologi. Konsen kami tidak hanya fokus bangun jalur. Termasuk membangun signaling, pelatihan operator, dan itu menjadi bagian dari negosiasi dengan konsorsium," tambah Rini.
Selain itu, proyek ini juga akan membutuhkan aluminium dalam jumlah besar, sehingga peluang bagi PT Inalum sehingga meningkatkan komponen lokal atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
"Kita melihat raw material kereta porsi terbesar adalah aluminium. Kita buka negosiasi untuk memproses alumunium untuk jadi alumina. Kita ingin kembangkan Inalum. Inalum agar bisa dipakai ke tubuh kereta," katanya.
"Inalum akan kerjasama dengan China untuk investasi industri hilirisasi. Investasi untuk membangun pabrik aluminium alloy dan slap untuk bahan baku rolling stock. Kami juga ingin mendorong konten lokal, kita tidak ingin terlalu banyak mengandalkan impor," tutup Rini.
(rrd/hen)