Ekspor Dilarang, Perusahaan Bauksit dan Bijih Besi PHK 40.000 Karyawan

Ekspor Dilarang, Perusahaan Bauksit dan Bijih Besi PHK 40.000 Karyawan

Cindy Audilla - detikFinance
Rabu, 16 Mar 2016 12:05 WIB
Foto: Cindy Audilla
Jakarta - Kebijakan pemerintah yang melarang bahan mineral mentah dijual ke luar negeri menjadi pro dan kontra. Sebagian pihak mendukung karena bahan mentah itu harus diolah terlebih dahulu, sehingga memberi nilai tambah saat diekspor.

Namun sebagian pihak lain terkena dampak negatif dari aturan ini, yaitu kehilangan mata pencaharian. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Erry Sofyan, mengakui pihaknya yang paling terkena dampak.

"Ada 51 perusahaan penambangan bauksit. Sudah genap 2 tahun 3 bulan saya menganggur karena tidak ada kegiatan industri di perusahaan saya. Sebanyak 1.300 karyawan di perusahaan saya, belum termasuk kontraktor, sudah di-PHK," ujar Erry, dalam diskusi Indonesia Mining Outlook 2016 dengan tema "Menangkap Peluang Bisnis Mineral dan Batu Bara 2015" di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta Rabu (16/3/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami berharap ada suatu perubahan, kita lihat dari apa yang kita harapkan ke depan di sektor penambangan ini terutama mineral," tambahnya.

Erry menambahkan, secara total ada 40.000 di industri bauksit yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, pendapatan perusahaan juga jeblok karena tidak bisa menjual produk.

Menurutnya, dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, tidak ada satu pasal pun tentang larangan ekspor. Tidak ada satu pasal pun tentang wajib membangun smelter.

"Padahal di dalam PP Nomor 3 Tahun 2010 Pasal 84 ayat 3 & 4 yang sampai saat ini masih berlaku, dinyatakan bahwa pemegang IUP dapat melakukan ekspor hasil tambangnya," ujarnya.

Adanya larangan ekspor tersebut memberi efek berkelanjutan yang cukup panjang. Termasuk kerja sama investasi antara perusahaan dalam negeri dan asing.

"RUSAL (raksasa aluminium Rusia) batal investasi di Indonesia. Rusia MoU dengan Antam (PT Aneka Tambang Tbk) tahun 2007 dan PT Arbaya tahun 2014 tidak pernah terealisasi," katanya.

"Hilangnya potensi penerimaan negara devisa masuk US$ 17,6 triliun. Kami membayar pajak Rp 4,1 triliun per tahun, PNBP Rp 0,6 triliun per tahun," jelasnya.

Maka dari itu, ia meminta larangan ekspor dan hirilisasi minerba dicabut supaya industri bauksit dan bijih besi bisa kembali berjalan. (ang/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads