"Negara yang barangkali trennya meningkat adalah Indonesia, India, China sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia," kata Sri Mulyani, di Banggar DPR, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2016).
Ia mencontohkan beberapa negara maju banyak yang melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun selanjutnya yang diperbarui tiap 3 ke bulan semakin menurun. Hal itu karena mendekati angka realistis pencapaian ekonomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut kondisi ekonomi global meskipun positif tetapi rapuh. Tidak tumbuh besar karena jika ada gejolak akan ikut turun.
Ia menyebut kondisi ekspor komoditias juga mengalami stagnansi karena memiliki kelebihan kapasitas tetapi permintaan yang lemah. Sri menyebut fenomena ini pelik bagi di negara mana pun.
"Banjirmya stok komoditas banjirnya akan melakukan stagnasi dan harga. Ini mempengarhui kinerja Indonesia kalau kita lihat ekonomi indonesia. Kuartal II cukup baik yaitu 5,18%. Kalau dari ekonomi dunia level 5 itu masuk dalam level pertumbuhan tertinggi. Kalau komparasinya mungkin hanya seperti India dan China. Mungkin seperti Tanzania Afrika itu bisa growth-nya mendekati 9% tapi ekonominya masih sangat kecil jadi nggak berpengaruh," kata Sri.
"Tapi kalau Ekonomi yang ada di dalam G20 Indonesia adalah the best 3 dari segi level of growth. Namun kalau dari faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia konsumsi rumah rangga dan pemerintah cukup dominan. Kita kerja sama dengan BI mau bikin inflasi rendah supaya masyarakat merasa daya belinya tidak tergerogoti. Pemerintah melakukan belanja modal dan infrastruktur yang bisa meningkatkan permintaan," ujarnya.
Dari sisi stimulus fiskal, Sri menyebut akan melihat banyak sekali defisit di beberapa negara. Ia mencontohkan di Jepang mengalami 2 kali lebih besar utangnya daripada GDP-nya. Serta Amerika diproyeksikan mengalami kondisi peningkatan utang 90% pada 10 tahun mendatang. (ang/ang)