Salah satu pengrajin sepatu dan sandal Bunut yang ditemui detikFinance, Bedasari Siregar mengaku usahanya masih terus berjalan. Bahkan sudah beberapa generasi. Namun sayangnya, hasil karyanya tidak banyak berkembang.
Bedasari bersama pengrajin lain mengaku belum ada keberpihakan dari pemerintah setempat dalam memajukan industri alas kaki Kab. Asahan. Janji untuk memberi mesin sol dan mesin perekat kulit belum juga terealisir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita pernah dapat bantuan dana Rp 5 juta untuk modal. Mana cukup? Mesin sol saja Rp 25 juta. Mesin kulit Rp 12 juta. Dari pada menambah untuk beli mesin, mending kita beli bahan (kulit) untuk memperbanyak produksi," tambah Bedasari.
Tidak banyak calon konsumen yang datang di toko Bedasari, atau tetangganya yang memiliki profesi serupa. Padahal letak toko sepatu dan sandal Bunut, cukup strategis. Persis di sepanjang jalur lintas Sumatera.
"Ya lumayan kalau untuk jual. Rata-rata per bulan bisa empat atau lima lusin. Yang beli banyak dari Batam, Pekanbaru. Mereka bisa untuk jual lagi. Kita bisa terima pesanan sesuai desain yang mereka mau. Termasuk mau merek apa. Biasanya kami tambahi tulisan kecil di bawah merek, produk Bunut," paparnya.
"Kita harap ada perhatian dari Pemerintah. Ini kan asli Bunut. Seperti di Cibaduyut, kita juga punya di Sumatera," ucapnya.
(wep/ang)