"Dulu kalau ada bus yang berhenti di depan kantor pusat pajak, kondekturnya bilang ‘pajak, pajak’. Namun setelah ada kasus Gayus, sekarang kondektur berteriak ‘Gayus, Gayus,” katanya ketika itu.
Kasus Gayus yang merugikan negara miliaran rupiah itu mendapat sorotan tajam dari publik. Maklum, pajak dipungut dari masyarakat yang berharap duit mereka dipakai untuk pembangunan. Jika dikorupsi, jangan heran kalau publik pun marah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darussalam, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, bilang, salah satu faktor penyebab kongkalikong antara petugas pajak (fiscus) dengan wajib pajak adalah karena mereka kerap bertemu secara fisik. Di sana, kolusi bisa terjadi.
“Idealnya, memang antara fiscus dengan wajib pajak seminim mungkin beratap muka. Interaksi bisa berjalan tanpa bertemu langsung seperti surat-menyurat atau memanfaatkan teknologi online. Pertemuan fisik boleh saja, tetapi sebaiknya tidak terlalu sering dan bisa terlacak,” papar Darussalam di Jakarta kemarin.
Pembayaran pajak pun bisa dilakukan secara online, seperti yang sudah diterapkan pemerintah daerah Jakarta, dan makin diperketat pada pemerintahan Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Hasilnya cukup positif. Hingga akhir September lalu, pendapatan pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir meningkat karena kemudahan pembayaran.
“Per 31 September 2013, penerimaan dari pajak yang dibayarkan secara online mencapai Rp 17,6 triliun dari taget Rp 22,6 triliun. Ini meningkat hampir 21 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Iwan Setiawandi, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta.
Pendapatan tersebut, lanjut Iwan, berasal dari sekitar 8 ribu restoran, 200 hotel bintang 4 dan 5, 600 kos dan hotel bintang 3 ke bawah, serta 700 lokasi parkir. Potensi tersebut memang belum optimal, karena masih ada sekitar 6 ribu wajib pajak yang masih mengalami kendala untuk terkoneksi secara online.
"Beberapa wajib pajak yang sudah online pun terkadang mengalami gangguan karena sambungan internet mereka terputus. Pada akhir masa penerimaan, perlu kembali diadakan rekonsiliasi pencocokan data," tutur Iwan.
Di level pemerintah pusat pun pembayaran pajak sudah mulai memanfaatkan bantuan teknologi informasi. Direktorat Jenderal Pajak baru saja merilis program pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) usaha kecil-menengah melalui anjungan tunai mandiri, alias ATM.
"Bank yang bisa digunakan adalah Bank Mandiri, BCA, BNI dan BRI. Pengusaha harus memiliki rekening di bank-bank tersebut untuk kemudahan membayar pajak," kata Kismantoro Petrus, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak.
Darussalam mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan pemerintah pusat maupun daerah tersebut. “Ini akan sangat efektif untuk mengurangi tingkat kebocoran. Di negara-negara maju, sistem pembayaran pajak secara online sudah berkembang dan kita perlu menerapkan itu,” tegasnya.
Fuad Rahmany, Direktur Jenderal Pajak, juga menegaskan agar masyarakat membayar pajak sesuai aturan, tidak lewat “pintu belakang”. Petugas pajak, katanya, dilarang menerima titipan setoran pajak.
“Apalagi kalau bayar lewat ‘Gayus’, berarti sudah masuk konspirasi. Tidak ada petugas pajak yang menagih-nagih, itu oknum. Bayarlah pajak melalui bank atau kantor pos,“ tegas Fuad.
(DES/DES)