Salah satu poin dalam visi dan misi kedua pasangan ini adalah upaya percepatan pembangunan infrastruktur. Sebagai informasi, Bank Dunia mencatat Indonesia berada di peringkat ke-85 dari 155 negara dalam hal infrastruktur.
Peringkat Indonesia bahkan tidak lebih baik dibandingkan Vietnam yang berada di rangking 72. Apalagi dengan Singapura yang menduduki posisi runner up.
Soal infrastruktur, Jokowi-JK punya sejumlah program. Di antaranya adalah membangun jalan baru sepanjang 2.000 km. Selain itu, Jokowi-JK juga berjanji akan memperbaiki jalan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Jokowi-JK juga berjanji membangun 10 pelabuhan baru dan merenovasi yang lama. Selain pelabuhan, ada pula rencana membangun 10 bandara baru dan memperbaiki yang sudah ada.
Sementara Prabowo-Hatta punya program yang tak kalah mentereng. Duet ini menjanjikan pembangunan 3.000 km jalan raya dan 4.000 km rel kereta api. Ada pula pembangunan infrastruktur pelabuhan, bandara, listrik, dan telekomunikasi.
Prabowo-Hatta juga mewacanakan pemindahan ibu kota agar pembangunan bisa lebih merata. Jalan tol atas laut di Pantura juga menjadi program pasangan ini.
Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengapresiasi komitmen dari para capres-cawapres tersebut. "Jadi siapa pun yang menang, sudah ada komitmen untuk membangun infrastruktur. Ada will-nya," ujar dia ketika dihubungi detikFinance di Jakarta, Rabu (21/5/2014).
Infrastruktur, lanjut Enny, merupakan kebutuhan yang mendesak bagi Indonesia. Pemerintahan mendatang memang harus berfokus untuk pembenahan di sektor ini.
Soal pendanaan, lanjut Enny, memang berat kalau hanya mengandalkan APBN. Oleh karena itu, perlu dirancang skema pembiayaan yang komprehensif dengan menggandeng pihak swasta baik dalam maupun luar negeri.
"Namun, harus dicari skema pembiayaan yang paling murah dan feasible. Bisa PPP (Public-Private Partnership), pembagian saham, dan lain-lain. Kemudian harus dipastikan tidak ada kepentingan yang bisa menyandera negara," papar Enny.
Untuk membangun seluruh infrastruktur yang dijanjikan, tambah Enny, memang tidak cukup waktu satu periode pemerintahan. Ini merupakan program jangka panjang yang harus berlanjut meski rezim pemerintahan berganti. "Namun kalau untuk membangun bandara dan pelabuhan yang dijanjikan itu, cukup lah 5 tahun," katanya.
Enny pun menyatakan bahwa Jokowi maupun Prabowo akan menemui tantangan yang tidak mudah dalam pembangunan infrastruktur. Pertama adalah menjaga komitmen dan konsistensi kebijakan.
"Di China atau Malaysia, pembangunan infrastrukturya fantastis. Ini karena mereka bisa menjaga konsistensi kebijakan," ucap Enny.
Tantangan kedua, demikian Enny, adalah pembebasan lahan. Masalah ini memang klasik, tetapi sampai sekarang belum bisa teratasi.
"Sudah banyak contoh proyek infrastruktur yang sulit diselesaikan karena masalah pembebasan lahan. Harus ada jalan keluar yang komprehensif," tegasnya.
Β
(hds/hen)