Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementan Yusni Emilia menjelaskan teknologi yang digunakan saat ini masih terjadi penyusutan atau losses sebesar 13% selama proses pengolahan padi menjadi beras.
"Kita akan minimalkan itu supaya produksi berasnya lebih banyak. Akan ditekan sampai di bawah 10%," tegas Emilia di Kantor Kementan, Jakarta, Selasa (24/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yaitu dengan merevitalisasi mesin-mesin pengeringan dan penggilingan padi. Selama ini, mesin komponennya mungkin ada yang sudah aus dan sebagainya, makanya banyak banyak bulir padi yang pecah jadi losses di situ," katanya.
Untuk memuluskan langkah tersebut, saat ini pihaknya telah mengalokasikan dana sebesar Rp 500 miliar yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang dikelola Kementan.
Anggaran tersebut akan dimanfaat untuk memperbaiki mesin-mesin penggilingan padi di tingkat petani atau kelompok tani yang sebagian besar adalah mesin giling skala kecil. Selain itu juga meningkatkan kapasitas pengolahan untuk mesin-mesin pengeringan padi serta mesin-mesin pertanian lainnya.
Adanya revitalisasi mesin giling petani, jumlah rendemen bisa meningkat signifikan dari semula 57% menjadi 67%. Artinya, dari 100 ton gabah bisa dihasilkan 67 ton beras dari semula hanya 57 ton beras.
"Kita optimistis rendemen yang rata-rata di bawah 60% bisa naik sampai 67% mulai tahun 2015," katanya.
Ia mengatakan bila penyusutan ditekan maka produksi beras Indonesia yang saat ini sekitar 40 juta ton bisa meningkat sampai 45 juta ton. Selain itu, volume beras juga akan meningkat, juga harga jual beras bisa lebih bersaing.
"Bulirnya lebih bagus, nggak mudah pecah, jadi daya tawarnya lebih bagus. Itu tentu yang kita harapkan," katanya.
(dna/hen)