Non aktifnya jalur kereta di Jawa dan Sumatera memang dipicu berbagai macam penyebab, selain soal kalah saing dengan jalan raya, penyebab lainnya karena tak aktifnya lagi sentra pertambangan batu bara yang pada saat zaman Belanda seperti di Sawahlunto. Juga ada faktor berhentinya industri pendukung jalur kereta yang ada di zaman Belanda seperti pabrik gula dan komoditas lainnya.
"Sejak 1980-an jalur Semarang-Bojonegoro sudah tidak beroperasi karena kalah bersaing dengan transportasi berbasis jalan raya. Disamping menurunnya keberpihakan terhadap transportasi umum yang menjadi biang keladinya," kata pengamat perkeretaapian Djoko Setijowarno kepada detikFinance, Minggu (20/9/2015)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kala itu dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mendukung kebutuhan distribusi orang dan barang dalam mendukung peningkatan sektor ekonomi. Beberapa komoditas utama yang diangkut adalah pertanian, kehutanan (kayu jati), karung goni, gula (perkebunan tebu), jalur ini terdapat sejumlah pabrik gula," katanya.
Ia menambahkan saat ini mulai terbangun pabrik semen di Pati dan Rembang Jawa Tengah. Tentunya agar jalan tidak cepat rusak, dan akses langsung ke pelabuhan lebih efektif, maka mempercepat pengaktifan jalur ini harus segera dilakukan.
"Dulunya di koridor ini terdapat 23 stasiun dan 78 halte. Sebanyak 80% lebih, posisi halte tersebut berada di pedesaan," katanya.
Djoko mengatakan dengan pemerintah segera mengaktifkan koridor rel Semarang-Bojonegoro berarti menghidupkan ekonomi pedesaan di sekitarnya. Dampak positifnya dari berkembangnya ekonomi pedesaan akan turut mengurangi urbanisasi.
"Warga desa dapat dengan mudah mendistribusikan komoditasnya melalui kereta api. Menghidupkan jalur KA non aktif berarti turut membantu meningkatkan ekonomi pedesaan," katanya.
Ia mencatat di Pulau Jawa terdapat sekitar 2.140 km jalur kereta non aktif yang tersebar mulai Banten hingga Pulau Madura.
Sementara itu, data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ada sekitar 3.343 kilometer (km) jalur kereta yang sudah lama tidak dipergunakan di Jawa dan Sumatera, dari total 8.159 km atau sekitar 40%.
(hen/hen)