Kemarin detikFinance berkesempatan ikut dalam rombongan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT Kereta Commuter Jakarta (KCJ) yang melakukan uji coba jalur tersebut.
Di jalur yang tidak dipakai selama 26 tahun itu kini berjajar rumah-rumah kumuh. Di kereta yang sedang berjalan, detikFinance memotret kemiskinan yang tampak dari kaca jendela KRL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada penduduk yang menanam pohon kelapa, pohon pisang, dan tebu di samping rumahnya yang terletak di pinggiran rel. Beberapa hewan peliharaan seperti kambing, ayam, dan anjing bebas berkeliaran di pinggi rel.
Tampak juga tempat-tempat tinggal pemulung di pinggir rel kereta. Rumah-rumah pemulung ini ada yang berbahan seng, tripleks, bahkan kardus. Di dalamnya tersimpan botol-botol Aqua bekas, karton-karton, dan sebagainya.
Selain pemulung, banyak juga warung kecil yang bediri di pinggiran rel. Penjaja barang-barang bekas juga banyak. Gara-gara speed boat bekas yang dijejer sang penjaja di pinggir rel, perjalanan KRL sempat terganggu.
Para penduduk di pinggiran rel ini sama sekali tidak terlihat khawatir ketika kereta melintas. Beberapa dari mereka, terutama anak-anak, malah melambaikan tangan dan mengejar-ngejar kereta. Dari jendela KRL pun terlihat anak-anak yang asik bermain bola di pinggir rel.
Tapi tak semua dari penduduk pinggiran rel ini benar-benar tidak mampu. Beberapa diantaranya punya kendaraan bermotor.
Lalu bagaimana nasib mereka jika KRL Priok-Kota diaktifkan kembali?
Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Hermanto Dwiatmoko, meminta PT KAI dan anak usahanya, PT KCJ, segera membersihkan jalur dari rumah-rumah liar, pepohonan, dan pintu-pintu perlintasan liar yang mengganggu dan membahayakan keselamatan supaya KRL dapat segera beroperasi dengan baik.
"PT KAI nanti akan membereskan, sudah bisa dilihat mana saja yang mesti dibereskan. Rumah-rumah liar, pohon, maupun pintu perlintasan," ucapnya.
(ang/ang)