Menurut Tjahjo, terlalu banyak pihak yang ikut campur dalam pengelolaan tersebut. Baik dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), pemerintah kota, maupun pemerintah provinsi. Bahkan Tjahjo menyebutkan, ada setoran pajak yang hilang Rp 20 triliun per tahun.
"Ini sejak lahir salah, sehingga bagaimana kewenangan yang ada duplikasi pemerintah kota Batam dan Otoritas Batam ada kewenangan pusat juga ada, sehingga tdak mencapai target. Pajak Rp 20 triliun hilang per tahun," ungkap Tjahjo, usai rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (5/1/2015)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keinginan kita jelas, Batam dibangun industrinya perekonomiannya bukan untuk melayani Singapura, tapi kita ingin saingi. Singapura dan malaysia. Jadi harus ada langkah kebijakan yang lebih komperhensif, yang bisa menata kawasan ekonomi Batam," jelasnya.
Dia menginginkan agar Batam hanya dikelola oleh satu pihak. Maka dari itu perlu dibahas dalam rapat koordinasi dan kemudian dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk pengambilan keputusan.
"Yang jelas bahwa duplikasi kewenangan antara pemerintah Batam Pemprov dan antara Otoritas Batam sudah nggak bisa, jadi kalau diteruskan sampai kapan pun Batam tidak mampu berkembang secara ekonomi," kata Tjahjo.
Kawasan Batam mengacu kepada UU No. 36 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan kemudian diubah beberapa kali melalui Perppu, sehingga diundangkan menjadi UU No. 44 tahun 2007. Pada 2009 silam juga sempat adanya pembahasan agar Batam diarahkan ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
(mkl/dnl)