Namun, perusahaan patungan BUMN Indonesia dan China ini memerlukan jaminan kepastian dari Pemerintah Indonesia, dalam bentuk regulasi yakni tidak adanya perubahan kontrak konsesi hingga regulasi terkait mega proyek kereta cepat selama masa kontrak 50 tahun.
"Mereka butuh jaminan kepastian. Bahwa apabila pemerintah mengubah aturan di antara itu (masa pinjaman 40 tahun) yang akan merugikan KCIC, misalnya mereka diberi konsesi 50 tahun, lalu pemerintah baru mengubah 30 tahun, trasenya harus diganti apakah itu diperpanjang atau apapun maka mereka perlu mengeluarkan investasi tambahan," kata Rini, saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (1/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka minta agar ketika ada perubahan itu, mereka bisa bernegosiasi lagi. Itu saja," sebutnya.
Jaminan kepastian proyek hingga opsi perubahan tersebut, harus tertuang dalam regulasi yang bisa menjamin dan melindungi KCIC, karena pembiayaan proyek murni ditanggung oleh swasta tanpa campur tangan APBN.
"Bentuknya legal. Jaminan hukum bahwa aturan itu diikuti. Kalau aturan itu diubah berarti mendapat kesempatan lagi untuk bernegosiasi," sebutnya.
Permintaan jaminan inilah yang membuat perjanjian penyelenggara prasarana perkeretaapian (konsesi) antara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai regulator dan KCIC sebagai pengembang kereta cepat belum ditandatangani sampai saat ini. Di dalam poin kontrak kontrak konsesi, Kemenhub menegaskan tidak ada jaminan pemerintah dalam bentuk pembiayaan ataupun ganti rugi bila proyek gagal.
Pemerintah hanya memastikan, bila proyek tetap berjalan meskipun terjadi pergantian pemerintah, yakni presiden. Berikut isi perjanjian konsesi yang wajib ditandatangani oleh KCIC dan Kemenhub. (feb/dnl)