Dalam kunjungannya kali ini, Nakao juga bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil. Nakao juga bertemu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Dalam diskusinya dengan Presiden Jokowi, Nakao mengatakan bahwa peningkatan pendanaan ADB bagi Indonesia akan mendukung prioritas pembangunan Pemerintah, terutama untuk infrastruktur fisik dan sosial. Selain pinjaman untuk proyek, ADB secara aktif memanfaatkan pinjaman berbasis kebijakan (policy-based loan) dan pinjaman berbasis hasil (result-based lending). Pinjaman berbasis hasil merupakan pembiayaan yang pencairannya dikaitkan dengan hasil yang telah dicapai, dan bukan dengan biaya proyek yang telah dibelanjakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nakao memuji keberhasilan Pemerintah mengelola ekonomi tahun lalu, yang berhasil menjaga inflasi tetap rendah di 4% pada Desember 2015, defisit fiskal yang bertahan di 2,7% dari produk domestik bruto (PDB), dan defisit transaksi berjalan yang menurun ke 2,5% PDB, dari sebelumnya sebesar 3% pada 2014. ADB memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,3% pada 2016, dari 4,8% pada 2015.
"Di tengah gejolak keuangan dunia dan merosotnya harga komoditas, reformasi ekonomi di berbagai bidang di Indonesia telah meningkatkan keyakinan pasar. Sangat penting bagi Indonesia untuk terus melanjutkan dan memperkuat momentum reformasi, yang akan membantu mendiversifikasi ekonomi dan memungkinkan seluruh penduduk Indonesia menikmati manfaat dari potensi pertumbuhan ekonomi." ujar Nakao, dalam keterangan tertulis, Jumat (12/2/2016).
Ia menegaskan pentingnya melanjutkan upaya untuk mendorong pendapatan pajak dalam negeri, dengan cara memperluas basis pajak dan memperkuat sistem pengelolaannya. Nakao mengucapkan selamat kepada Pemerintah atas diumumkan revisi terhadap daftar investasi negatif pada hari Kamis (11/2/2016), yang akan membuka peluang investasi luar negeri di 35 sektor baru dan membuka peluang kepemilikan lebih luas di beberapa sektor lainnya.
Reformasi penting antara lain pengurangan subsidi bahan bakar yang menciptakan ruang fiskal bagi prioritas lain, peningkatkan pembelanjaan untuk infrastruktur dan layanan sosial, percepatan pelaksanaan proyek, langkah-langkah untuk mempermudah perdagangan dan investasi asing langsung, pengurusan izin usaha yang lebih cepat, perluasan kawasan ekonomi khusus, dan pengembangan kawasan strategis pariwisata di berbagai daerah.
Nakao juga menyambut baik inisiatif baru Pemerintah untuk mempermudah pembiayaan infrastruktur, termasuk suntikan modal Pemerintah bagi badan usaha milik negara (BUMN), dan adanya jaminan Pemerintah untuk pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada BUMN. Menurutnya, BUMN berperan sangat penting dalam pembangunan infrastruktur desa yang diperlukan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat perdesaan dan memperkuat ketahanan pangan, juga dalam program pembangunan pembangkit listrik 35 Gigawatt untuk mengatasi kekurangan pasokan listrik.
Indonesia telah mengalami kemajuan sosial, ekonomi dan politik yang luar biasa. Namun, masih ada 28 juta jiwa atau sekitar 11% dari penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan sekitar 60% dari angkatan kerja bekerja di sektor informal tanpa jaminan penghasilan. Nakao menegaskan komitmen ADB untuk membantu Indonesia meningkatkan mutu dan kemudahan akses pendidikan, yang esensial untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi ketimpangan. Melalui pinjaman berbasis kebijakan, ADB berfokus untuk menurunkan biaya dalam mengembangkan bisnis, yang menjadi kunci penciptaan lapangan kerja.
Pemerintah mengharapkan ADB dapat berperan sebagai rekan penting dalam memformulasikan strategi pembangunan jangka panjang yang baru, Roadmap 2045. ADB saat ini telah mendukung upaya ini melalui bantuan teknis di sektor infrastruktur dan sosial. Nakao menekankan bahwa, "meski pasar memiliki peran penting dalam pembangunan, keberadaan strategi dan perencanaan pembangunan yang baik tidak dapat tergantikan," kata Nakao
ADB juga membantu untuk memenuhi komitmen Pemerintah dalam COP21 dengan mendorong energi terbarukan, efisiensi energi, dan pertanian yang berkelanjutan. Sebagai salah satu negara pendiri ADB pada 1966, Indonesia telah menerima US$ 32 miliar dalam bentuk pinjaman dengan atau tanpa jaminan negara, US$ 437 juta dalam bentuk bantuan teknis, dan US$ 430 juta dalam bentuk hibah. Dukungan ADB difokuskan pada pengelolaan sumber daya alam, pendidikan, energi, keuangan, transportasi, dan pasokan air serta layanan perkotaan lain.
ADB, yang berbasis di Manila, berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan di Asia dan Pasifik melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan yang menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan integrasi kawasan. Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 67 anggota, 48 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik, termasuk Indonesia. (mkl/hns)