Ketua umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), keputusan masih tidak adil karena proses dwell time sampai sekarang masih tidak lancar akibat berbagai faktor di luar kendali importir seperti infrastruktur di pelabuhan yang terbatas, beberapa dokumen dari kementerian dan lembaga masih lama.
"Sehingga sangat tidak adil kalau hanya pemilik barang yang harus menanggung tarif progresif akibat pihak lain tidak efisien. Sebagai contoh impor jalur prioritas yang tidak membutuhkan pemeriksaan dokumen impor dan bisa langsung keluar pelabuhan tapi dwell timenya 3.2 hari, bagaimana dengan jalur yangg lain," ujar Zaldy dalam keterangan tertulis kepada detikFinance, Selasa (22/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan biaya timbun di negara lain sangat rendah, bahkan gratis sampai hari ketiga. "Tapi dwell timenya bisa lebih baik dari Indonesia, jadi ada masalah besar di sistem pelabuhan kita," kata Zaldy.
Selain itu, menurut Zaldy, Kementerian Koordinator Maritim mengusulkan denda Rp 5 juta per kontainer tapi tidak berlaku mulai hari kedua, seharusnya tarif progresif berlaku sesuai dengan lamanya dwell time. Kalau sekarang 4 hari maka tarif progresif juga berlaku pada hari keempat, dan bila dwell time menjadi 3 hari maka tarif progresif juga berlaku di hari ketiga.
"Solusi yg lebih adil adalah selain penalti yang berupa tarif progresif ,juga harus ada insentif bagi pemilik barang yang bisa mengeluarkan barangnya lebih cepat berupa potongan biaya THC (Terminal Handling Charges) pelabuhan, sehingga semua pihak bisa berusaha untuk memperbaiki dwell time," kata Zaldy. (hns/hns)