Kendati demikian, menurut Muhammad Said, Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, pihaknya punya pengalaman kelam terkait alih fungsi lahan hutan untuk penggunaan lain.
"Dulu pernah buka lahan 1 juta hektar hutan untuk keperluan pangan di Kalimantan. Tapi belakangan lahannya tak cocok sehingga ditelantarkan. Yang terjadi sekarang malah kerusakan lingkungan sampai sekarang," kata Said di Hotel Papyrus, Bogor, Selasa (23/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terbaru, lanjut Said, yakni proyek perluasan lahan tanaman pangan di Merauke yang lahannya juga bernasib sama, terlantar karena belum juga dibuka untuk sawah.
"Di Merauke kita berikan izin 40.000 hektar untuk 2 perusahaan. Sampai sekarang belum ada progres, apa karena lahannya nggak cocok atau apa. Makanya kami sangat hati-hati sekali lepas hutan," ujarnya.
Dia menuturkan, untuk hutan yang sudah terlanjur dilepas, pihaknya juga tidak bisa begitu saja mencabut konsesi lahan hutan yang sudah diberikan ke investor.
"Belum ada regulasi yang memungkinkan ditarik lagi (lahan hutan). Jadi akhirnya jadi lahan terlantar," kata Said.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Investasi Pertanian Kementan, Syukur Iwantoro, mengungkapkan jika benar-benar diterapkan usulan tersebut, pihaknya mensyaratkan investor yang mengajukan pembukaan lahan untuk tanaman pangan, khususnya untuk tebu.
"Investor harus setor uang di bank garansi. Kemudian dalam jangka waktu 36 bulan, pabrik gula harus sudah beroperasi. Apabila tidak memenuhi ketentuan di atas, maka pemerintah mencabut izin pinjam pakai lahan tersebut," ucap Syukur. (wdl/wdl)