Dari hasil data tersebut, dalam lima tahun terakhir, yakni 2010-2015, besaran PDB ekonomi kreatif mengalami kenaikan dari Rp 525,96 triliun menjadi Rp 852,24 triliun atau meningkat rata-rata 10,14% per tahun.
Nilai ini memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional berkisar 7,38% sampai 7,66%, dengan sub sektor dominan yakni kuliner, fashion, dan kriya. Laju pertumbuhan PDB ekonomi kreatif 2010-2015 berkisar 4,38% sampai 6,33%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bekraf mendapat tugas untuk mendorong pertumbuhan PDB ekonomi kreatif mencapai 6,75% dengan serapan tenaga kerja sebesar 17 juta orang serta nilai ekspor produk kreatif mencapai angka US$ 21,5 miliar pada 2019," ungkap Triawan di Swiss-belhotel, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Sektor ekspor komoditi ekonomi kreatif juga meningkat 6,60% atau sebesar US$ 19,36 miliar, dibandingkan 2014 yang mencapai US$18,16 miliar. Tiga sub sektor yang memiliki kontribusi terbesar dari keseluruhan ekspor komoditi ekonomi kreatif adalah fashion 56,27% kemudian kriya 37,52%, dan kuliner 6,09%.
Tiga negara tujuan ekspor komoditi ekonomi kreatif terbesar pada tahun 2015 adalah Amerika Serikat (AS) 31,72% kemudian Jepang 6,74%, dan Taiwan 4,99%.
Sedangkan, untuk sektor tenaga kerja ekonomi kreatif 2010-2015 mengalami pertumbuhan sebesar 2,15%. Jumlah tenaga kerja ekonomi krestif pada tahun 2015 sebanyak 15,9 juta orang, dengan share sebesar 13,90%.
Tiga sub sektor ekonomi kreatif yang paling banyak menyerap tenaga kerja ialah kuliner, kriya, dan fashion dengan total share sekitar 9,34% dari total tenaga kerja ekonomi kreatif.
"Kekuatan ekonomi kreatif terletak pada sumber daya manusia, dari ide-ide yang dihasilkan. Sehingga ekonomi kreatif keberlanjutannya akan terus ada, tidak seperti sektor lain," ungkap Kepala BPS Suhariyanto. (hns/hns)