"Gini ratio September 2016 sebesar 0,394. Kalau dilihat Maret 2016 0,397. Turun tipis. Artinya terjadi perbaikan meskipun tipis, ada perbaikan pemerataan pengeluaran pada September 2016," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M. Sairi Hasbullah, dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (1/2/2017)
BPS menghitung rasio ketimpangan menggunakan ukuran ketimpangan Bank Dunia dengan membaginya menjadi tiga kategori, yaitu 40% penduduk terbawah, 40% penduduk menengah dan 20% penduduk kelas atas. Kenaikan pengeluaran per kapita September 2015-September 2016 untuk kelompok penduduk 40% terbawah sebesar 4,56%, 40% penduduk menengah 11,69%, dan 20% penduduk kelas atas sebesar 3,83%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini ada kesesuaian di level atas. Tentu efek situasi perdagangan global yang belum sepenuhnya recovery. Ekspor kita masih terbatas dan ekonomi kita sendiri belum sepenuhnya pulih. Itu yang berdampak utama di level atas," tutur Sairi di Kantor Pusat BPS, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).
Sairi menambahkan, jika pertumbuhan ekonomi yang tumbuh begitu cepat dan mendadak akan memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. Membaiknya pertumbuhan ekonomi tentu dalam tahap awal dirasakan terlebih dahulu oleh masyarakat kelompok teratas.
"Ekonomi tumbuh cepat dan mendadak akan memperlebar kesenjangan. Karena kesempatan pertumbuhan ekonomi yang pertama akan menikmatinya lapisan atas baru merembes ke bawah. Umumnya 1-2 tahun lah leg-nya, tetapi tidak serta merta," ujar Sairi.
Jurang antara si kaya dan si miskin bisa diatasi dengan berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya dengan pembangunan infrastruktur hingga penyaluran kredit yang tepat sasaran.
"Memperkuat lapisan menengah karena itu infrastruktur, fasilitas kredit langsung ke UMKM, kemudahan berusaha. Itu sangat terbukti dengan meningkatnya 40% menengah itu," tutup Sairi. (hns/hns)