Kisah Pengusaha-pengusaha Lokal Pangkalan Kerinci Merintis Bisnis

Kisah Pengusaha-pengusaha Lokal Pangkalan Kerinci Merintis Bisnis

Mega Putra Ratya - detikFinance
Selasa, 14 Mar 2017 14:00 WIB
Foto: Dok detikcom
Pangkalan Kerinci - Pangkalan Kerinci adalah kecamatan yang juga ibu kota Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Sementara itu Kabupaten Pelalawan sendiri sebenarnya kabupaten muda hasil pemekaran dari Kabupaten Kampar pada 1999.

Pangkalan Kerinci juga kecamatan yang paling kecil dengan luas 19.355 Ha atau 1,39% dari luas Kabupaten Pelalawan. Pangkalan Kerinci menjadi pusat perekonomian di Kabupaten Pelalawan. Di kota ini masyarakatnya memiliki berbagai sumber pencarian seperti bertani, berkebun dan sebagainya.

Ada juga sejumlah pengusaha lokal yang sukses di kota ini. Mereka penduduk asli Pangkalan Kerinci memiliki berbagai macam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya adalah Haji Zamhur (72) yang memiliki usaha pembuatan palet kayu. Setelah pensiun dari PNS, dia mendirikan pabrik kecil pembuatan palet kayu pada 2001.

Usaha yang dia rintis bisa menghidupi keluarganya. Bahkan dia mengaku sudah menunaikan haji sebanyak tiga kali. Salah satu anak Zamhur juga sudah selesai mengenyam pendidikan tinggi hingga menjadi dokter.

"Alhamdulillah saya sudah naik haji tiga kali. Itu hasil bersih dari usaha ini," ujar Zamhur saat berbincang di tempat usahanya, Selasa (7/3/2017) pekan lalu.
Haji ZamhurHaji Zamhur Foto: Dok detikcom

Zamhur mengatakan palet kayu buatannya adalah pesanan khusus dari PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Dia juga bagian dari mitra binaan melalui program Community Development perusahaan milik Sukanto Tanoto tersebut.

"Dari RAPP kami dapat pembinaan, cara kerja dan alat kerja," tuturnya.

Ayah sembilan anak ini menjelaskan saat ini yang menjadi kendala dalam usahanya adalah bahan baku kayu. Jika dulu dia bisa mengolah hingga 100 kubik kayu, saat ini dia hanya bisa mengolah dari 2-3 kubik kayu.

"Dulu kayu masih banyak, sekarang kayu sudah habis. 3 kubik itu paling bisa jadi 100 palet. Kita produksi sesuai pesanan RAPP. Tergantung order, dulu satu bulan 5000-10000 lembar palet. Kayunya akasia, sengon," ungkapnya.

Zamhur berharap PT RAPP bisa memberikan kayu-kayunya untuk diolah di pabrik kecilnya tersebut. Namun menurut informasi yang didapatnya, bahan baku kayu saat ini memang sulit didapat.

"Bahan kayu cari sindiri. Kami kalau bisa minta kayu dari mereka (PT RAPP), kami beli kayu mereka, terus diolah sama kami terus jual lagi ke mereka. Tapi katanya mereka juga kurang bahan kayu," kata Zamhur.
Haji ZamhurHaji Zamhur Foto: Dok detikcom

Sama halnya dengan Zamhur, Sulaiman juga merintis bisnis di Pangkalan Kerinci untuk kebutuhan PT RAPP. Sulaiman memiliki usaha pengolahan sabut kelapa hingga menjadi cocopeat, media tanam untuk pembibitan pohon akasia dan ekaliptus. Pohon akasia dan ekaliptus sendiri adalah bahan pembuatan bubur kertas dan kertas.

Sulaiman menjadi mitra binaan PT RAPP sejak 2013. Pesanan pertama yang dia terima adalah 30 ton cocopeat dan kini mencapai 600 ton perbulan.
SulaimanSulaiman Foto: Dok detikcom

"Kita supply ke tujuh kebun pembibitan RAPP. Sehari bisa 20 ton kirim cocopeat," ungkap Sulaiman.

Kendala yang dihadapi Sulaiman adalah cuaca yang tidak menentu. Karena cocopeat yang diolahnya masih menggunakan tenaga matahari untuk mengeringkannya.

"Yang sulit sekarang faktor cuaca, ini kan dijemur, kadarnya harus kering. 2 hari paling cepat kering, kadang juga sampai 5 hari," katanya.

Untuk menyiasati hal itu, Sulaiman juga memiliki pabrik di Lampung. Dia mengakali pengolahan cocopeat dengan dua lokasi yang dia miliki, di Pangkalan Kerinci dan Lampung.

"Kalau musim hujan, kita punya dua tempat kan. Kalau di lampung hujan, disini panas. Kalau disini hujan, di Lampung panas. Jadi kita putar-putar," jelasnya.

Soal omzet, Sulaiman mengaku saat ini dirinya hanya mengambil margin Rp 100/kg. Dalam sebulan, dia bisa mendapat pendapatan bersih sekitar 30 juta

"Usaha ini berkembang karena RAPP. Aset kita sekarang punya truk tronton satu senilai Rp 400 juta, kita beli kontan," pungkasnya.
SulaimanSulaiman Foto: Dok detikcom

Kesuksesan bisnis di Pangkalan Kerinci juga dialami oleh Husni Thamrin. Husni masih tidak percaya usahanya bertumbuh besar hingga memiliki aset mencapai Rp 100 miliar.

Husni merintis usahanya dari jasa pengangkutan sampah. Saat ditemui di kediamannya, Husni (37) yang didampingi sang istri, Rohani (37) bercerita tentang bisnisnya yang dirintis sejak 2001 di bawah bendera PT Taro Putra Pesisir.

Saat itu pasangan muda ini menjadi mitra binaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melalui program Community Development (CD).

"16 tahun kami dibina, dimulai kami tidak paham bisnis jadi paham bisnis, background saya bukan ekonomi," tutur Husni.

Husni mengatakan saat itu dirinya hanya memiliki modal Rp 3 juta dan menggunakan truk milik ayahnya. Nilai kontrak awal yang dia terima senilai Rp 13 juta.

"Jadi kita pengumpul dan membuang sampah di Komplek Town Site 2 PT RAPP. Mobil dan tenaga kerja dari kita. Kita disupport terus oleh manajemen. Kontrak kedua kami potong rumput di pabrik," jelas Husni penuh semangat.
Husni ThamrinHusni Thamrin Foto: Dok detikcom

Husni juga bercerita tentang masa-masa sulitnya. Dia pernah didemo karyawannya karena tidak lancarnya urusan keuangan.

"Didemo karyawan karena duit ngga ada. Tapi motivasinya yakin, berani jujur," ungkapnya.

Pada 2004, Husni mengubah nama perusahaannya menjadi PT Nilo Engineering. Kata Nilo sendiri diambil dari nama daerah kelahirannya. Baru-baru ini Husni membeli sejumlah alat berat seperti eskavator dan truk senilai Rp 65 miliar. Saat ini dia memiliki 30 alat berat dan 25 truk. Semua alat beratnya disewakan ke PT RAPP.

"Kami bisa sebesar ini sesuai dengan program perusahaan yang ingin membina pengusaha lokal. Aset pertama kami sekitar Rp 70 juta, hingga sekarang aset kami mendekati Rp 100 miliar," ungkapnya.

Saat ini Husni terjun ke dunia politik dan menjadi wakil rakyat di DPRD Provinsi Riau. Husni punya alasan mengapa dia akhirnya terjun ke politik, sementara usahanya diserahkan kepada sang istri.

"Kenapa saya masuk politik, karena kurangnya pembangunan provinsi di daerah saya. Ambisi saya membangun negeri ini," kata politisi Gerindra ini.
Husni Thamrin dan Istrinya RohaniHusni Thamrin dan Istrinya Rohani Foto: Dok detikcom

Husni menepis anggapan politik dan bisnis bisa disatukan. Jika harus memilih, dengan tegas dia memilih bisnisnya.

"Usaha kalau dicampur politik jadi hancur. Karena orang politik, ada yang datang dikasih duit, kalau pengusaha ada orang datang dikasih duit bangkrut saya. (Pilih) usaha lah. Kalau usaha saya dapat Rp 4 miliar 1 bulan, kalau di kantor saya cuma Rp 4 juta. Pilih mana?" ungkapnya.

Baca juga: Jadi Pembatik, Ibu-ibu di Kerinci Bisa Kantongi Rp 2,5 Juta/Bulan (ega/mkl)

Hide Ads