Mau tonton video seru dari 20detik lainnya?
Pemindahan ibu kota bersama dengan pusat pemerintahan bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan pertimbangan dan kajian yang mendalam sebelum memutuskan kota mana yang dipilih.
Kendati begitu menurut Mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Achmad Hermanto Dardak, kota manapun yang dipilih harus memiliki kriteria tata ruang kota yang baik. Selain itu kota tersebut juga harus memiliki akses infrastruktur yang mampu memadukan dengan kota lainnya.
"Harus ada kriteria penataan ruang, kriteria fungsi. Infrastruktur juga harus terpadu dengan kawasan-kawasan yang akan dibangun. Ada peraturan zonasi, ketinggian berapa, koefisien bangunan berapa," terangnya saat dihubungi detikFinance, Selasa (11/4/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hermanto, kriteria tata ruang yang tepat bagi ibu kota terbagi menjadi 30% untuk ruang terbuka hijau, 20% untuk jalan dan sisanya untuk ruang biru atau ketersediaan air, komersil, perkantoran dan permukiman.
"Jalan yang terpenting, sebenarnya idealnya 30% untuk jalan seperti di Barcelona tapi 20% lebih saya kira sudah cukup baik," imbuhnya.
Ketersediaan jalan menjadi sangat penting, sebab sebagai ibu kota sangat rentan terjangkit kemacetan. Seperti Jakarta yang sudah memiliki penyakit kemacetan yang sudah sangat kronis.
"Di Jakarta itu untuk jalan hanya 7% saja, jelas kurang," tukasnya.
Pusat pemerintahan dan ekonomi
Hermanto menambahkan, pusat pemerintahan memang sebaiknya dipisahkan dari pusat perekonomian. Sebab karakteristik infrastruktur khususnya jalan sangat berbeda.
"Ibu kota itu pusat administrasi, jadi tentunya dari sisi tata guna lahan berbeda. Untuk pusat pemerintahan karakternya berbeda dengan wilayah komersil," terang Hermanto.
Baca juga: Mau Pindahkan Ibu Kota ke Luar Jawa, RI Belajar dari Brasil
Menurut Hermanto untuk sebuah kota pusat perekonomian dibutuhkan jalan yang memiliki tingkat efisiensi waktu yang tinggi. Selain itu jalan yang dibangun juga harus mampu menahan beban yang berat.
"Karena karakteristik kendaraannya juga berbeda. Kalau untuk perdagangan pasti dilalui kendaraan yang membawa peti kemas. Sementara kota pemerintahan hanya untuk administrasi," terangnya.
Jika pusat perekonomian digabung dengan pemerintahan hasilnya seperti di Jakarta. Pertumbuhan jalan yang minim membuat jalan di Jakarta semakin padat. Tentu hal itu menjadi beban bagi dunia usaha. (hns/hns)