Namun, bagi pengusaha ritel, capaian pertumbuhan di kuartal I-2017 belum terasa dampaknya. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, mengatakan laju pertumbuhan ekonomi saat ini tidak diiringi perkembangan industri ritel.
"Kalau untuk konsumsi ritel itu masih lemah. Misalnya, dalam bulan tertentu pengusaha harus menerima sekian persen dari total omzet setahun. Ini pertumbuhan tidak sesuai dengan prediksi. Itu yang dimaksud," terangnya kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (5/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tutum mengatakan, pengeluaran dan pendapatan dari industri ritel masih belum seimbang. Hal itu mencerminkan, daya beli masyarakat yang juga mengalami perlemahan.
"Antara cost dengan pendapatan itu tidak seimbang. Yang betul itu adalah cost yang naik itu udah pasti, karena Indonesia ini besar sekali, inflasi dan biaya-biaya lainnya dan itu kan harus bisa ditutupi dengan pendapatan. Itu yang dianggap sehat," katanya.
"Bagi kita (pengusaha ritel) bila tidak ada pendapatan yang sesuai untuk menutupi seluruh cost, berarti daya belinya (masyarakat) enggak kuat. sambungnya.
Baca juga: Pengusaha Sudah Memprediksi Ekonomi RI Tumbuh di Atas 5%
Menurut Tutum, capaian pertumbuhan ekonomi lebih dilihat dari sektor belanja pemerintah. Contohnya dalam membangun infrastruktur yang saat ini terus dilakukan.
"Mungkin karena BPS ini kan ngambil data dari semua sektor. Mungkin kekuatan data itu lebih mayoritas ke pertumbuhan yang non ritel. Contohnya konstruksi lagi besar-besaran dibangun, itu betul, atau kenaikan harga komoditas untuk ekspor. Tapi kalau untuk ritel belum," tuturnya. (hns/hns)