Apa sih ABG versi Darmono? Menurut Darmono ABG kepanjangan dari Akademisi, Businessman dan Government (ABG). Ketiganya yang dia sebut Triple Helix, harus menyatu untuk menciptakan lapangan kerja dengan sukses.
"Jika 'ABG' berkumpul melakukan Koneksi, Komunikasi, dan Networking (KKN) kemudian membangun kota baru di daerah-daerah, seperti yang Jababeka lakukan di Cikarang, maka akan membuka lapangan pekerjaan dan bisa mengatasi kesenjangan sosial," ujar Darmono dalam keterangan tertulis dari President University, Rabu (26/7/2017). Darmono merupakan salah satu dari pendiri President University.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darmono menyarankan perguruan tinggi di Indonesia menyosialisasikan kunci suksesnya tersebut ke daerah-daerah.
Darmono menambahkan, ada 300 'ABG' sudah terbentuk di Jakarta. Bahkan dia sudah menyampaikan hal tersebut pada Presiden Jokowi.
"Saya sampaikan ke Pak Jokowi agar ini bisa dibuat di 15 kota di Indonesia. Kita membantu negara mengatasi demokrasi yang belum sempurna ini, dengan membangun kawasan industri yang bersifat otoriter atau otonom, dan diberi waktu hingga 30 tahun agar bisa menjadi seperti Singapura," ucap penggagas berdirinya Kawasan Industri Kendal ini.
Darmono menyebut, proses demokrasi setiap 5 tahun jangan menimbulkan ketidakpastian di kalangan pengusaha. Untuk itu 'ABG' harus di luar struktur pemerintahan, bersifat non politik dan non partisan.
Sejalan dengan pemikiran Darmono, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat menginginkan, demokrasi itu berjuang untuk hal yang kreatif dan produktif. Perlu dibangun networking yang melahirkan gagasan-gagasan, seperti adanya 'ABG' di daerah-daerah yang akan membantu pemerintah daerah.
"Contoh di Cikarang ini bisa dipakai Pemda untuk membangun daerahnya, di sinilah laboratoriumnya. Karena daerah-daerah terkadang tidak punya konsep," ungkap Komaruddin.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua DPR Marzuki Alie, yang kini menjabat sebagai Rektor Universitas Indo Global Mandiri, menyampaikan, gagasan Darmono ini tinggal diformulasikan. Adanya 'ABG' di setiap provinsi harus ada jaminan melalui Perda/UU, agar ada kepastian investasi, karena pimpinan daerah bisa berubah setiap 5 tahun.
"Saran saya pertemuan semacam ini bisa rutin dan menghasilkan produk yang bisa kita sampaikan," ungkap Marzuki.
Ketua Forum Rektor Indonesia Suyatno menyampaikan, kegiatan sarasehan ini untuk meneguhkan komitmen dan integritas sebagai profesional, akademisi dan intelektual. Indonesia, lanjut Suyatno, memiliki pilar demokrasi seperti partai politik, birokrasi dan media, namun ketiganya terjebak dalam rutinitas. Jadi andalannya sekarang yakni akademisi melalui perguruan tinggi.
"Ide Pak Darmono ini harus disebarluaskan, jangan hanya di Jababeka. Kita lihat kondisi bangsa ini yang mengagung-agungkan demokrasi, padahal suatu saat bisa saja runtuh, parpol gagal menciptakan kader. Satu-satunya yang bisa menyelamatkan bangsa yakni perguruan tinggi," ucap Suyatno.
Suyatno menambahkan, politik hanya berlangsung selama 5 tahun. Perguruan tinggi memiliki kemampuan intelektual, komunikasi dan teknologi untuk membangun peradaban.
"Indonesia kini tidak punya peradaban, kalau dulu kita punya Candi Borobudur untuk dibanggakan, sekarang tidak ada lagi," ujar Suyatno.
Masih menurutnya, dalam membangun peradaban, dengan wilayah Indonesia yang sangat luas, kawasan industri tidak bisa dibangun di seluruh daerah. Menurut Suyatno menjadi otoriter untuk membangun disiplin dan untuk kepentingan rakyat diperlukan oleh negara ini.
Untuk itu, lanjut Suyatno, dibutuhkan 'ABG', dimana akademisi harus menjadi leading sector untuk membangun birokrasi-birokrasi yang baik. Sehingga nantinya, pemerintah-pemerintah daerah menjadi lebih baik.
Mewakili pemerintah, Staf Khusus Menristekdikti KH Abdul Wahid Maktub menyampaikan budaya sharing semacam hal di atas perlu untuk menghasilkan great vision. Orang hebat yaitu orang yang bisa mengendalikan diri saat akan marah, seperti yang pernah disampaikan Gus Dur.
"Kontrol ini bisa kuat bila kita punya networking. Saya mengucapkan terima kasih, adanya sarasehan ini bisa dihasilkan masukan untuk disampaikan ke pemerintah, dalam membangun bangsa ini agar lebih melibatkan perguruan tinggi," ujar pria yang akrab disapa Gus Wahid ini. (nwy/ega)